KPK Tangkap Waka PN Bandung
Terima Rp150 Juta, Diduga Terkait Kasus Bansos Pemkot JAKARTA - Korps pengadil kembali mendapat tamparan keras. Kemarin, KPK menangkap tangan Hakim Setyabudi Tejocahyono. Pria yang juga mendapat sebagai Wakil Ketua PN Bandung itu tertangkap tangan menerima uang oleh seseorang berinisial A. Dia ditangkap bersama barang bukti uang sejumlah Rp150 juta. Penangkapan dilakukan oleh penyidik KPK di ruang kerja Setyabudi di PN Bandung Jalan RE Martadinata. Nah, di dalam ruangan itu ada pihak swasta yang diduga menyerahkan uang. Menurut Jubir KPK, Johan Budi, uang itu diduga atas penanganan kasus korupsi. \"Penangkapan dilakukan sekitar pukul 14.15,\" ujarnya. Atas penangkapan itu, Hakim Setyabudi dan sosok berinisial A langsung digelandang ke gedung KPK di Jakarta. Keduanya datang dalam waktu berdekatan, si A pukul 17.45 dan Setyabudi sampai di markas antirasuah pukul 18.00. Saat datang, dia masih mengenakan baju batik berwarna merah. Selain dua orang tersebut, KPK juga menangkap dua pegawai Pemkot Bandung berinisial HNT (dikabarkan Plt Kadispenda) dan PPG (diduga bendahara Dispenda). Tak ketinggalan, seorang satpam yang masih belum diketahui namanya ikut dibawa KPK dari PN Bandung. \"Status semuanya masih terperiksa. Dalam 1x24 jam ke depan, baru kami tentukan statusnya,\" imbuh Johan. Saat ini KPK masih terus menggali berbagai informasi dari para terperiksa. Sebab, institusi pimpinan Abraham Samad itu masih mencari siapa pemberi uang tersebut. Apalagi, status A yang memberikan uang kepada Hakim Setyabudi diketahui hanya sebagai pembawa pesan. Fakta lainnya, di mobil Toyota Avanza berwarna biru yang dikendarai A masih tersimpan uang lagi. Apakah uang itu untuk hakim lain, atau untuk orang lain, Johan mengaku belum tahu pasti. \"Yang pasti, mobil itu ikut diamankan oleh penyidik,\" terangnya. Dugaan awal, uang tersebut diduga terkait dengan kasus korupsi dana bantuan sosial (bansos) Pemkot Bandung yang ditangani PN Bandung. Jika itu benar, berarti vonis ringan yang dijatuhkan Setyabudi karena ada kepentingan tertentu. Apalagi, dia yang menjadi Ketua Majelis Hakim saat menyidangkan tujuh terdakwa. Ketujuh terdakwa itu ialah ajudan Sekretaris Daerah Luthfan Barkah, ajudan Wali Kota Bandung Yanos Septadi, eks Bendahara Pengeluaran Sekretariat Daerah Kota Bandung Rochman dan Kepala Bagian Tata Usaha Uus Ruslan, Staf Keuangan Pemkot Bandung Firman Himawan, Kuasa Bendahara Umum Havid Kurnia dan Ahmad Mulyana. Informasi yang dihimpun Jawa Pos (Radar Cirebon Group), perkara itu diputus Setyabudi cukup ringan meski merugikan negara Rp66,6 miliar. Masing-masing terdakwa dikurung selama 1 tahun dan denda Rp50 juta subsider 1 bulan. Di samping itu, ketujuh terdakwa juga diperintahkan membayar denda Rp9,4 miliar. Apalagi, jika dibandingkan dengan tuntutan Jaksa sebelumnya. Saat itu, jaksa menuntut masing-masing terdakwa dengan pidana tiga tahun penjara serta denda Rp100 juta. Khusus untuk Rochman, jaksa menuntut empat tahun penjara dan denda Rp100 juta. Namun, semua itu pupus karena sang pengadil telah menerima suap. \"Belum ada kesimpulan pasti uang itu untuk apa. Dugaan awal, terkait dengan kasus Bansos,\" jelas Johan. Dalam keterangannya, dia memilih untuk menunggu pemeriksaan 1x24 jam selesai terlebih dahulu. Setelah itu, baru bisa diketahui ke mana arah kasus tersebut. Dia enggan menjawab berbagai pertanyaan tentang siapa saja dugaan orang-orang di balik pemberian uang itu. Termasuk kemungkinan memeriksa Wali Kota Bandung Dada Rosada karena kasus itu melibatkan dua anak buahnya. Lebih lanjut Johan menjelaskan, penangkapan kali ini merupakan hasil dari kerjasama KPK dengan Mahkamah Agung (MA). Pihaknya saat ini punya perjanjian dengan MA untuk melakukan pengawasan pada hakim. \"Sebelumnya kasus di Semarang. Sinergi bagus ini untuk menertibkan hakim nakal,\" imbuhnya. Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto mengatakan, informasi awal tentang perilaku curang itu didapat dari MA. Lantas, diperkuat dengan informasi masyarakat dan ditambah dengan pengamatan langsung. Dia juga memastikan jika operasi tangkap tangan itu tidak akan berhenti di penangkapan lima orang itu. \"Bukan tidak mungkin akan berkembang. Ini menjadi bagian yang terus-menerus dilakukan oleh KPK dan MA,\" jelasnya. Apalagi, kedua pimpinan institusi itu sudah sepakat untuk akuntabilitas aparat penegak hukum. Ketua Muda Bidang Pengawasan MA, Timur Manurung yang ikut hadir di KPK menyebut penangkapan ini sebagai warning. Agar para hakim lainnya bisa memegang integritas dan tak lagi tergoda berbuat nakal. Dia memastikan bakal terus menyampaikan informasi kepada KPK agar dilakukan penangkapan. \"Kami tak punya sistem untuk menangani masalah ini sendiri. Kami berterima kasih kepada KPK telah melakukan penangkapan atas apa yang sudah menjadi kecurigaan MA,\" tuturnya. Khusus untuk kasus Setyabudi, dia menjelaskan telah ada kecurigaan atas kasus bansos yang ditanganinya. Lantas, MA melapor ke KPK kalau ada pengadilnya yang berbuat curang. Ternyata, kecurigaan MA akan Setyabudi terbukti. Terpisah, Juru Bicara Komisi Yudisial (KY), Asep Rahmat Fajar mengatakan ada dua poin utama dalam penangkapan hakim di Bandung. \"Pertama KY sangat mengapresiasi langkah KPK dan di sisi lain sangat menyesalkan masih adanya oknum hakim yang melakukan perbuatan tidak terpuji tersebut,\" ungkapnya. Terlebih, lanjut Asep, kasus ini terjadi setelah kenaikan tunjangan yang cukup signifikan diberikan kepada para hakim. Atas dasar itu KY meminta peristiwa ini dijadikan momentum oleh lembaga peradilan untuk memperbaiki diri. Poin kedua, dengan adanya tangkap tangan tersebut, KY meminta MA memberhentikan sementara secepatnya hakim terkait. \"Dan memberhentikan tetap apabila telah ada putusan berkekuatan hukum tetap serta menghentikan hak-haknya sebagaimana telah diatur dalam peraturan per Undang-Undangan,\" ulasnya. Hakim Agung, Krisna Harahap, mengaku prihatin seandainya hakim Setyobudi Tejocahyono benar-benar terima suap. Mahkamah Agung (MA) belum bisa memberikan sikapnya karena masih perlu mendalami persoalan. Krisna mengatakan dirinya mendukung pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu termasuk para penegak hukum seperti hakim dan jaksa. \"Memang ceritanya belum jelas betul perkaranya dia apa. Ini masih saya pantau. Tetapi pada prinsipnya pemberantasan korupsi harus tuntas dan menyeluruh karena musuh kita bersama,\" ujarnya kepada Jawa Pos, kemarin. Hakim tidak boleh dikecualikan dalam upaya pemberantasan korupsi. Di Mahkamah Agung (MA), menurutnya, sudah banyak hakim dijatuhi hukuman berat. \"Termasuk yang tadinya bebas terus akhirnya kita hukum karena terbukti. Lalu ada kasus bupati Lampung, Subang, Bekasi, semuanya kan bebas itu. Hanya belum dibuktikan oleh KPK saja benar bersalah atau tidak,\" terangnya. Ungkapan bahwa bersih-bersih korupsi top down atau mulai dari atas sampai ke bawah, kata Krisna, memang harus dilakukan. Justru dimulai dari kalangan atas terutama para penegak hukum seperti hakim, jaksa, dan polisi. \"Seperti istilah mau sapu rumah, tidak mungkin bersih kalau sapunya kotor. Sapunya harus bersih. Sapunya adalah para penegak hukum itu,\" tuturnya. (dim/gen)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: