29 ODGJ di Ancaran Kuningan Ada yang Punya E-KTP

29 ODGJ di Ancaran Kuningan Ada yang Punya E-KTP

KUNINGAN-Orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) punya hak untuk berpartisipasi di Pemilu 2019. Sepanjang mendapat surat keterangan dari ahli. Surat bahwa sedang tidak dalam kategori ODGJ. Bisakah berjalan mulus? Selasa (27/11) pria berinisial AS itu menghilang dari rumahnya. Di Desa Ancaran, Kecamatan/Kabupaten Kuningan. AS ini sudah dinyatakan sembuh dari kategori ODGJ. Dia bahkan sudah memiliki E-KTP. “Dia (AS, red) susah minum obat sehingga penyakitnya sering kambuh. Sudah satu bulan ini kembali suka keluyuran keliling kampung. Seperti sekarang (kemarin, red) entah ada di mana dia,\" ujar sang adik saat ditemui Radar Kuningan di rumahnya. Sang adik yang meminta namanya tak disebutkan itu mengatakan AS sempat menjalani pengobatan di rumah sakit dan dinyatakan sembuh untuk kemudian menjalani pengobatan secara rawat jalan. Namun demikian, sudah hampir satu bulan ini pengobatan AS sempat terhambat sehingga kondisi kejiwaannya pun kini kembali terganggu. Si adik mengaku kesulitan memberikan obat untuk AS sekalipun sudah dibujuk secara baik-baik ataupun mencampurkannya dengan makanan atau minuman. Padahal, sekali saja obat tersebut tidak diminum, maka efeknya AS harus mengulang pengobatan dari awal lagi. “Tak mau makan di rumah dan lebih banyak minta ke tetangga. Sepertinya dia tahu setiap makanan atau minuman yang diberikan telah dicampurkan obat,” ujarnya. Diakui sang adik, sejak kepulangan dari rumah sakit terjadi perubahan yang signifikan pada perilaku AS. Jika sebelumnya terbilang pemalu dan sulit diajak bicara, kini dia bisa berinteraksi dengan tetangga dan mau diajak ngobrol. “Agar bisa sembuh, dokter bilang syaratnya dia tak boleh putus minum obat. Tapi permasalahan timbul sejak satu bulan ini susah mau minum obat yang menyebabkan perilakunya kembali seperti semula. Sering keluar rumah hingga tak pulang beberapa hari dan suka ngomong sendiri,” ucapnya. AS yang kini menginjak usia 34 tahun, lanjut sang adik, mulai mengalami gangguan kejiwaan sejak masih berusia 18 tahun. Sejak saat itu pula AS belum pernah tercatat dalam daftar pemilih tetap (DPT). Apalagi memberikan hak pilihnya nyoblos ke TPS. “Sekalipun sekarang sudah punya E-KTP, ternyata belum masuk DPT. Sekalipun nanti ada kebijakan bisa nyoblos dengan bekal E-KTP, tampaknya akan sulit untuk datang ke TPS dan memberikan hak pilihnya. Kami khawatir di TPS dia kumat dan melakukan hal yang tidak diinginkan,\" ujarnya. Sementara itu, Sekretaris Desa Ancaran Ade Wahyudin mengatakan di desanya sudah terbentuk tim khusus penanganan ODGJ. Tim itu bertugas mendampingi 29 penderita gangguan jiwa. Namun demikian, Ade mengatakan, tugas timsus ini hanya sekedar untuk memastikan para ODGJ bisa hidup layak dan mendapat pengobatan secara intensif. Terkait para ODGJ itu bisa menyalurkan hak pilihnya pada Pemilu 2019, Ade mengatakan pihaknya tidak bisa menjamin hal itu. Karena kondisi dan tingkat penyakit gangguan kejiwaan yang diderita berbeda-beda. Mulai dari yang ringan hingga berat. “Pengalaman pilkada kemarin (27 Juni 2018, red), dari 29 ODGJ yang ada di Desa Ancaran, tidak semuanya masuk DPT. Hanya beberapa saja yang dianggap memenuhi syarat karena kondisi penyakit terbilang ringan dan dapat surat panggilan. Antara lima atau enam orang yang ke TPS. Itu pun yang kondisinya terbilang penderita gangguan jiwa ringan yang terkadang sembuh, kadang kambuh,\" ujar Ade yang juga menjabat Sekretaris Panitia Pemungutan Suara (PPS) Desa Ancaran kepada Radar Kuningan. Terkait adanya kebijakan ODGJ mempunyai hak pilih, Ade mengaku belum mengetahui persis regulasi yang mengatur kriteria ODGJ yang dimaksud. \"Apakah harus dilengkapi surat keterangan dari dokter yang menyatakan dalam kondisi sehat dengan kesadaran penuh,” ujarnya. “Kalau aturannya sudah jelas, maka kami siap melaksanakan pendataan dan memfasilitasi para ODGJ bisa menyalurkan hak pilihnya. Kalau sekarang belum masuk DPT, mungkin nanti bisa dimasukkan ke DPT tambahan yang cukup menunjukkan E-KTP. Kalau ternyata mereka belum punya E-KTP, maka kami akan upayakan minta bantuan Disdukcapil untuk melakukan perekaman,\" tambah Ade. Masih menurut Ade, jika benar kebijakan ODGJ bisa ikut partisipasi di Pemilu 2019 nanti, maka pihaknya akan menghadapi tantangan berat dalam hal sosialisasi. Dia membandingkan pada saat Pilkada 27 Juni, mungkin tak terlalu sulit untuk PPS melakukan kegiatan sosialisasi kepada masyarakat karena hanya ada dua kertas suara yang dicoblos. Yaitu untuk pemilihan bupati/wakil bupati dan gubernur/wakil gubernur. Tapi pada Pemilu 2019 nanti akan ada lima kertas suara. Yaitu untuk pemilihan presiden, DPRD Kabupaten, DPRD Provinsi, DPR RI dan DPD. \"Untuk sosialisasi kepada para manula saja akan sulit. Apalagi kepada para ODGJ,\" ujar Ade. Terpisah, Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Kuningan Zulkifli mengatakan pihaknya sangat siap untuk melakukan perekaman terhadap para penyandang ODGJ untuk kebutuhan Pemilu 2019. Kendalanya, kata Zul, hingga saat ini pihaknya tidak mempunyai data masyarakat penderita gangguan jiwa yang harus direkam. “Seperti yang pernah kami lakukan bersama JPU (jarring pengaman umat) beberapa waktu lalu, proses perekaman untuk ODGJ bisa dilakukan. Kalau kami harus bergerak sendiri, kami tidak tahu di mana keberadaan para ODGJ tersebut berada. Mungkin dari dinsos atau aparat desa yang mempunyai warga penderita gangguan jiwa silakan menghubungi kami untuk perekaman,\" ujar Zul. (fik)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: