HIV/AIDS Kian Banyak, Butuh Perhatian Serius Pemkot-Pemkab Cirebon

HIV/AIDS Kian Banyak, Butuh Perhatian Serius Pemkot-Pemkab Cirebon

CIREBON-Pemerintah diharapkan lebih serius dan ikut menanggulangi persoalan HIV/AIDS. Baik dalam program pencegahan penularan maupun penanganan Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Untuk Kota Cirebon, selama 8 tahun terakhir, anggaran pemkot untuk menangani hal tersebut dinilai masih minim. Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Cirebon mencatat, selama kurun waktu 2010 hingga 2018, anggaran penanganan HIV/AIDS hanya sebesar Rp400 juta. Jumlah itu jauh dari anggaran yang dibutuhkan untuk melaksanakan seluruh program pencegahan dan penanggulangan. “Kami sampaikan bahwa ini tidak main-main. HIV butuh penanggulangan serius,” ujar Sekretaris KPA Kota Cirebon Sri Maryati. Dalam perhitungan KPA, dengan jumlah pengidap HIV/AIDS yang mencapai 948 orang, setidaknya dibutuhkan anggaran Rp1-2 miliar per tahun. Jumlah tersebut dibutuhkan selain untuk honor petugas, juga untuk membiayai kebutuhan ODHA yang dinilai lemah secara ekonomi, juga untuk memenuhi kebutuhan susu formula untuk bayi positif HIV. “Kami masih berharap komiten dari pemerintah daerah dan DPRD, karena anggaran kami hanya di back up pemerintah daerah,” imbuhnya. Sri menjelaskan, sejatinya Kota Cirebon telah memiliki payung hukum untuk penanggulangan HIV/AIDS. Yakni Perda Nomor 3 tahun 2015 tentang Penanggulangan HIV/AIDS dan Peraturan Walikota (Perwal) Nomor 50 tahun 2017, tentang Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Perda tersebut. “Tinggal bagaimana komitmen pemerintah yang sudah ada itu, harus dipertajam lagi untuk menetapkan anggaran. Kalau perlu kita buatkan di RPJMD. Mari kita hitung bersama, karena HIV dan TBC menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Sama-sama perlu ditangani serius,” katanya. Saat ini, dengan anggaran Rp400 juta, pihaknya masih harus membagi sekitar 30 persen untuk honor. Meski diakui, honor yang diberikan kepada petugas masih belum sebanding dengan beban kerja. “Honor bisa dilihat, kalau dibandingkan dengan pekerjaan, mungkin Anda akan kaget. Tetapi kami tidak mengeluhkan honor. Hanya saja, dengan anggaran itu kami belum bisa untuk memberikan supporting lebih seperti tahun-tahun sebelumnya,” tuturnya. Di sisi lain, KPA juga masih membutuhkan banyak tenaga petugas penjangkau yang harus ada. Minimal di masing-masing kecamatan. Sampai hari ini KPA hanya memiliki satu orang pendamping ODHA. Itu pun berasal dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Semetara dari KPA tidak memiliki tenaga pendamping. “ODHA itu sepeti gunung es, kasus yang terlihat hanya di permukaan, hanya puncaknya saja. Jika dibongkar seluruhnya itu jumlah tersebut akan jauh lebih besar dari 984 kasus,” tegasnya. “Kami tidak bisa memberikan suporting yang lebih kuat seperti beberapa tahun lalu, membuatkan kelompok usaha bersama di antara pengidap HIV. Kalau beberpa tahun lalu kami siap, tapi hari ini belum. Kemudain kami belum bisa melakukan banyak hal, terutama penjangkauan,” sambungnya. Beberapa kebutuhan yang juga belum dipenuhi adalah membantu ekonomi pengidap HIV/AIDS yang lemah. Bahkan, selama 3 tahun terakhir, bantuan untuk kebutuhan susu formula terhenti. “Mudah-mudahan tahun 2019 kami bisa mengupayakan kembali bantuan susu formula untuk balita yang positif mengidap HIV,” harapnya. Hal terpenting lainnya, mengenai program pendampingan terhadap ODHA dan calon pengantin. Kepada para calon pengantin, KPA memberikan sosialisasi dan pemahaman menyeluruh mengenai HIV/AIDS. Program kursus calon pengantin, merupakan program Kementerian Agama. KPA hanya berkontribusi membeikan materi soal HIV/AID. Selain itu, KPA juga melakukan tes kepada para calon pengantin. Hasilnya, dari 1.005 pasangan pengantin, ada 5 kasus yang terinfeksi HIV. Jika terdapat calon pengantin yang positif HIV, KPA selanjutnya akan memberikan konseling di rumah sakit maupun puskesmas. Di sana, telah disiapkan pula dokter konselor untuk memberikan pemahaman mengenai program pencegahan penularan HIV dari ibu ke balita. Sehingga pada saat mereka memprogram untuk memiliki anak, anaknya tidak positif HIV. “Dan alhamdulillah banyak juga pengidap HIV, dua-duanya atau salah satu orang tuanya pengidap HIV, tetapi anaknya tidak. Kita juga punya kasus, suami positif, istri negatif, tiga anaknya negatif semua. Artinya apa, bahwa program yang disampaikan perda itu tidak ada yang sia-sia,” tutur Sri. Sementara itu, kasus HIV-AIDS di Kabupaten Cirebon juga terus meningkat. Bahkan, secara kumulatif dari tahun 2000-2018, telah ditemukan 2.290 kasus. Rinciannya, kasus penderita yang terkena virus HIV sejak tahun 2000 sampai Oktober 2018 ada 1.756 orang. Sedangkan yang sudah terjangkit AIDS sejak 2009 hingga Oktober 2018 sebanyak 534 orang. Dengan perincian, tahun 2009 ada 4 kasus, 2010 ada 5 kasus, 2011 ada 10 kasus, 2012 ada 15 kasus, 2013 ada 77 kasus, 2014 ada 119 kasus, 2015 ada 106 kasus, 2016 ada 138 kasus, 2017 ada 33 kasus, dan Oktober 2018 ada 27 kasus. Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) pada Dinkes Kabupaten Cirebon Nanang Ruhyana MKes menerangkan, penyakit seperti HIV/ADIS meskipun sudah ada obatnya, namun tidak bisa menyembuhkan. Ada fase ketika seseorang sudah terjangkit virus HIV, maka rata-rata antara waktu 5-10 tahun, virus ini akan meningkat menjadi penyakit AIDS. “Kita terus melakukan upaya agar HIV/AIDS ini tidak menyebar luas. Dengan menggandeng atau bekerja sama pihak-pihak lain seperti LSM yang konsen terhadap AIDS dan lainnya,” ujar Nanang kepada Radar Cirebon). Menurutnya, upaya yang dilakukan bersama rekanannya itu di antaranya melakukan sosialisasi, edukasi, dan deteksi dini ke populasi kunci HIV/AIDS tersebut. Hal itu rutin dilakukan selama sebulan sekali. Populasi kunci yang dimaksud yakni para wanita-pria (waria), gay, pengguna narkoba suntik, lelaki berisiko tinggi, dan wanita pekerja seks. “Tak hanya ke populasi kunci yang rentan terkena HIV-AIDS, kita juga lakukan ke ibu hamil, pendirita TBC untuk mengedukasi, sosialisasi, dan deteksi dini,” bebernya. Dia mengungkapkan, penyebaran HIV/AIDS di Kabupaten Cirebon sekarang ini sudah merata seluruh kecamatan. Namun, yang mengalami kenaikan secara signifikan yakni di Kecamatan Depok dan Plumbon. “Sebelumnya tinggi itu di Kecamatan Kedawung. Kini yang paling signifikan kenaikannya ada di Kecamatan Depok dan Plumbon,” paparnya. Karena itu, tambah Nanang, di peringatan Hari AIDS Se- Dunia (HAS) yang akan digelar 3 Desember mendatang, pihaknya ingin semua pihak lebih peduli pada penanganan ODHA. “Peringatan ini tak lain bertujuan untuk  menyadarkan masyarakat, serta mengedukasi masyarakat bahwa dengan berani memeriksakan diri sejak dini itu bisa meningkatkan kualitas hidup,” pungkasnya. (day/sam)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: