Pemekaran Rawan Titipan Cukong, Daerah Otonom Baru Perlu Kajian Mendalam

Pemekaran Rawan Titipan Cukong, Daerah Otonom Baru Perlu Kajian Mendalam

JAKARTA-Moratorium daerah otonomi baru (DOB) masih berlaku hingga saat ini. Namun, hal tersebut baru akan direalisasikan usai pemilihan presiden (Pilpres) 2019 mendatang. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengungkapkan, pengajuan pemekaran wilayah merupakan hak masyarakat. Namun, pemerintah pusat juga perlu mempertimbangkan beberapa hal, diantaranya masalah anggaran, serta kebutuhan operasional sehari-hari. Sebab, dijelaskannya, usulan pemekaran sebuah daerah, tentu didahului dengan kajian mendalam. “Tentunya juga melibatkan lembaga yang kredibel, sehingga kemungkinan masalah hingga dampak positif dari usulan pemekaran tersebut telah diperhitungkan dengan cermat,” ujarnya. Merespons hal tersebut, Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPRRI) Komarudin Watubun mengaku, tidak heran dengan keputusan Mendagri terkait moratorium daerah otonomi baru (DOB). Pasalnya pembentukan daerah baru memiliki banyak pertimbangan dalam pelaksanaannya. “Terkadang, pemekaran atau daerah otonomi baru bukanlah keinginan dari masyarakatnya yang ingin maju dan berkembang tetapi ada kebutuhan oleh pemodal atau cukong di daerah tersebut. Hal seperti inilah yang harus diwaspadai,” ujar Komarudin dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (7/12). Komarudin pun enggan menjelaskan detail DOB mana yang terindikasi oleh mainan para pemodal tersebut. Namun dirinya mengingatkan para pengusul pemekaran agar tidak mau disusupi apalagi dikendalikan oleh pihak seperti itu tanpa ada niatan untuk membangun daerah. “Tujuan pemekaran kan itu sudah jelas, yakni untuk mencapai kesejahteraan dan kemandirian wilayah. Sehingga harus bebas dari kepentingan kelompok ataupun pengusaha manapun,” tegasnya. Politikus asal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini pun memahami bilamana keterbatasan anggaran menjadi salah satu pertimbangan penundaan pemekaran oleh pemerintah. Terlebih, memang pemerintahan di bawah Joko widodo-Jusuf Kalla ini memang lebih memprioritaskan untuk infrastruktur. “Namun janganlah alasan pembangunan, membuat pemekaran tidak memiliki jalan keluar. Bilamana memang pengusul bersih dari kepentingan kelompok manapun berikanlah kesempatan, sehingga mereka bisa punya rasa untuk membangun Indonesia Raya ini dengan kesiapan SDM yang ada,” tandasnya. Hal senada juga disampaikan oleh politisi asal Partai Golongan Karya (Golkar), Hetifah Sjaifudian. Dikatakan Hetifah, pemerintah sebenarnya tidak harus melakukan pemekaran secara serempak dalam usulan pembentukan daerah otonomi baru (DOB) yang ada di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). “Tidak perlu secara bersama melakukan pemekaran. Begitu juga dengan alasan penyetopan karena terkendala Sumber Daya Manusia (SDM) yang kurang. Sebab setiap daerah juga telah melakukan persiapan,” ujarnya. Yang berkembang di pusat saat ini, jelas mantan anggota Komisi II DPR RI ini, ada banyak suara yang menyebutkan bahwa pembentukan DOB kurang efektif. Pasalnya, dalam beberapa kajian memang disimpulkan bahwa ada beberapa daerah yang sudah dimekarkan dari daerah induknya, justru tidak menjadi lebih baik. Namun, suara-suara ini tidak lantas menyimpulkan bahwa semua DOB tidak efektif.  “Memang berdasarkan kajian banyak DOB yang tidak bagus. Tapi bukan berarti semuanya tidak bagus. Ada juga yang bagus,” kata Hetifah. Berangkat dari fakta ini, kata Hetifah, Moratorium tidak benar-benar melarang adanya DOB. Tapi, jelasnya, Pemerintah Pusat sebenarnya ingin lebih atau bahkan sangat selektif dalam mengeluarkan kebijakan terkait DOB. Untuk itu, yang harus dipikirkan adalah bagaimana memberikan keyakinan kepada Pemerintah Pusat, bahwa DOB ini memang benar-benar diperlukan dan akan memberikan dampak positif kepada masyarakat. Dan perlu diingat juga, kata dia, persetujuan DOB bukan semata atas pertimbangan-pertimbangan politis. Pertimbangan DOB, juga didasarkan pada data dan kecermatan perhitungan. Apalagi, pembentukan DOB ini juga akan berkaitan dengan pembiayaan yang bersumber dari APBN. “Jadi pengambilan keputusan itu bukan berdasarkan kepentingan politis. Tapi juga berbasis data,” tandas Wakil Ketua Komisi X DPR ini. Sementara, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin mengatakan, pembahasan soal pemekaran di 318 daerah harus diakui memang begitu kompleks dan tidak semudah membalikkan tangan. Akademisi asal Universitas Al-Zahar Indonesia (UAI) Jakarta ini menilai, moratorium yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Kemendagri tersebut juga tidak terlepas dari persiapan menjelang 2019 serentak nanti. “Kendala moratorium ini terjadi bukan hanya di pusat tetapi juga di daerah, ini sangatlah kompleks masalahnya,\" kata Ujang saat dihubungi kepada Fajar Indonesia Network, Jumat (7/12). Lebih lanjut, dikatakan Ujang, penyebab pemekaran daerah otonomi baru terbengkalai, ialah salah satu faktornya terkait beberapa anggota legislatif yang tidak bekerja secara maksimal dikarenakan memilih fokus untuk berkampanye guna mempertahankan kursinya di periode mendatang. “Jadi bukan hanya pemerintah yang menjadi penyebab tetapi ada faktor lain yang akhirnya moratorium pun harus dilakukan,” tandas Ujang. (Zen/Frs/Fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: