Pemkab-KPU Tak Sepaham

Pemkab-KPU Tak Sepaham

Soal Anggaran Pemilihan Bupati MAJALENGKA -  Polemik seputar dana pemilihan bupati (Pilbup)  menuai reaksi sejumlah kalangan. Menurut akademisi Fakultas Hukum Universitas Majalengka (Unma) Syuhada SM MH, anggaran untuk penyelenggaraan Pilbup telah disepakati bersama antara eksekutif dan legislatif lewat Perda. “Dalam UU tentang peraturan perundangan, yang masuk dalam hirarki peraturan perundangan cuma ada lima. Pertama UUD 45, Ketetapan MPR, UU atau Perpu (Peraturan pemerintah pengganti UU), PP (Peraturan pemerintah), Perpres (Peraturan Presiden), dan Perda (Pereturan Daerah). Jadi, Perda ini sifatnya mengikat dan mesti dijalankan oleh user (pengguna) dari Perda tersebut,” tegasnya. Dia memandang, pada Perda Dana Cadangan Pilkada ini, Pemkab yang menjadi penggunanya. Di situ memuat pasal-pasal tentang kewajiban Pemkab untuk menganggarkan sejumlah dana dari APBD setiap tahunnya, untuk dicicil dan dicadangkan sebagai operasional pelaksanaan Pilbup. Dimana dalam pelaksanan Pilbup tersebut KPU Majalengka menjadi pelaksananya. Sepengetahuan dirinya, pengumpulan dana cadangan Pilkada seperti yang diatur dalam Perda dilakukan setiap tahun anggaran dengan estimasi sesuai yang dibutuhkan KPU untuk menggelar Pilbup sebesar Rp18 miliar, dan antisipasi jika Pilbup tersebut berlangsung dua putaran maka diestimasikan sebesar Rp30 miliar. Seperti diketahui, informasi yang beredar saat ini, Pemkab hanya menyanggupi menggelontorkan anggaran untuk Pilbup sebesar Rp16 miliar, termasuk jika Pilbup berlangsung dua putaran. Menanggapi hal tersebut, Syuhada menyarankan agar KPU tidak menjadikan dana yang tersedia ini dialokaskan untuk dua putaran. Sebab jika estimasi yang dibutuhkan KPU menggelar Pilbup satu putaran Rp18 miliar, maka jika Rp16 miliar untuk dua putaran dikhawatirkan akan menimbulkan masalah baru. Ia lebih setuju jika KPU membuat nota kesepakatan dengan Pemkab jika nantinya Pilbup berlangsung dua putaran, maka harus dianggarkan dana tambahan sesuai estimasi mereka. “Lebih baik dibuat nota kesepakatan, misal isinya kalau nanti terjadi Pilbup dua putaran, Pemkab harus menganggarkan kebutuhan dananya dari APBD perubahan,” saran dia. Sementara itu, Ir Dede Mulyana yang pada pembahasan Perda Dana Cadangan Pilkada menjadi ketua Pansus menjelaskan, dibuatnya Perda Dana Cadangan Pilkada bertujuan untuk membuat payung hukum agar penggunaan dana APBD untuk pembiayaan Pilbup ini tidak cacat hukum. Menurut Dede, agar pembiayaan Pilbup ini tidak terlalu membebani Pemkab, maka penganggarannya di-setting dengan cara dilakukan dalam tiga tahun anggaran berturut-turut, yakni sejak tahun anggaran 2010 sebesar Rp5 miliar, 2011 Rp5 miliar, dan 2012 Rp6 miliar. “Namun, pada akhir tahun 2011 atau awal tahun 2012, KPU menyampaikan kepada dewan kalau mereka butuh dana cadangan jika pait-paitnya Pilbup terjadi dua putaran dengan estimasi Rp32 miliar. Kan masih kurang sekitar Rp14 miliar lagi. Jadi dibuatlah Perda ini, dengan poin utamanya yakni menganggarkan kebutuhan dana cadangan sisanya di APBD tahun 2013,” sebutnya. Kebutuhan dana untuk Pilbup itu, tidak semata digelontorkan seluruhnya kepada KPU, karena dalam pelaksanaanya, Pilbup juga melibatkan Panwaslu, petugas pengamanan, dan Desk Pilkada. Menurutnya, meskipun nanti Pilbup itu pelaksanaanya hanya terjadi satu putaran, maka dana cadangan yang dianggarkan itu tidak mubazir. Pasalnya akan dikembalikan lagi ke kas negara atau menjadi sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa). “Saya pribadi juga berharap Pibup ini terjadi satu putaran agar lebih efisien. Tapi tidak ada salahnya antisipasi. Daripada nantinya benar terjadi dua putaran, pasti para pelaksana Pilkada bakal kelimpungan, dan akhirnya bisa berpotensi menimbulkan gejolak di masyarakat,” pungkasnya. (azs)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: