Di Kota Cirebon, Dua Dugaan Korupsi Ditunda, 1 Naik ke Tingkat Penyidikan
CIREBON-Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (HAKORDIA) yang jatuh pada 9 Desember diperingati Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Cirebon dengan membagikan stiker antikorupsi, Senin (10/12). Dipimpin oleh Kajari Kota Cirebon Muhammad Syarifuddin, mereka membagikan stiker di tiga titik. Yakni di depan kantor kejaksaan Jl Wahidin, pertigaan Krucuk, dan Jl Dr Cipto Mangunkusumo. Kajari mengungkapkan, pembagian stiker antikorupsi dimaksudkan sebagai ajakan kepada masyarkat untuk berperan aktif melakukan pemberantasan korupsi. Warga diminta melapor segala bentuk dugaan tindak pidana koruspsi di Kota Cirebon. “Kita harapkan partisipasi masyarakat dapat membantu kinerja kami dalam melakukan penindakan kasus dugaan korupsi,” ujarnya. Syarifuddin menegaskan, peringatan HAKORDIA menjadi momentum Kejari Kota Cirebon untuk berbenah, sekaligus titik balik memperbaiki kinerja penanganan kasus tindak pidana korupsi. Dikatakan, selama kurun waktu tahun 2018, Kejari Kota Cirebon menangani 3 perkara kasus dugaan tipikor. “Selama 2018 ini saya baru menjabat 1 setengah bulan, dan dari data-data yang ada, di Kota Cirebon terdapat tiga tunggakan perkara,” ujarnya. Tiga perkara tersebut yakni, dugaan kasus korupsi paket jalan dengan nilai Rp96 miliar yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK), dugaan korupsi pembangunan gedung Sekretariat Daerah (Setda) dan dugaan korupsi proyek peningkatan Jl Dr Cipto Mangunkusumo. Dari tiga kasus itu, hanya dugaan korupsi proyek peningkatan Jl Dr Cipto yang meningkat ke penyidikan. Dua lainnya berstatus dihentikan sementara. Mantan Kajari Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah itu menjelaskan, kasus korupsi paket jalan dengan nilai Rp96 miliar yang bersumber dari DAK saat ini masih berstatus dihentikan sementara. Lantaran ada sengketa mengenai prosentase progres pelaksanaan proyek. Sehingga tidak ada kesepakatan antara pihak pemerintah daerah, dalam hal ini Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dengan pihak kontraktor. “Belum ada kesepakatan mengenai nilai yang harus dibayarkan. Berdasarkan pemaparan tim Kejari, akhirnya diputuskan dihentikan sementara penyelidikannya. Kita masih belum bisa melihat titik di mana kerugian negaranya di situ,” jelasnya. Kasus lainnya, yakni dugaan tindak pidana korupsi dalam pembangunan gedung Sekretariat Daerah (Setda) Kota Cirebon dengan nilai proyek sekitar Rp86 miliar. Seperti halnya kasus DAK Rp96 miliar, hasil penyelidikan dan pemaparan tim Kejari, kasus tersebut juga masih terdapat sengketa antara pihak PPK dengan pihak kontraktor. Belum ada kesepakatan mengenai prosentase progres pekerjaan. Dari pihak pemda mengklaim bahwa prestasi pekerjaan baru sampai 50-60 persen, sedangkan pihak kontraktor menganggap pekerjaan telah selesai 100 persen. “Dan ini masih dalam sengketa dan gugatan. Akhir temuan BPK terhadap proyek Setda tersebut ada keugian di masalah keterlambatan pekerjaan. Jadi ada denda keterlambatan pekerjaan,” terangnya. Hasil perhitungan BPK menyebutkan kerugian ditaksir mencapai Rp11 miliar. Namun, tim penyelidik masih belum mengambil kesimpulan karena, menurutnya, titik untuk menghitung kerugian negara adalah adanya Serah Terima Pekerjaan atau Provisional Hand Over (PHO). “Nah di situlah kita bisa hitung berapa lama kerugian yang disebabkan kontraktor berupa denda tersebut. Sementara sifatnya kita hentikan dulu sampai terjadi titik temu nanti baru kita nilai lagi,” tutur pria yang pernah menjabat Kajari Pelabuhan Belawan Medan, Sumatera Utara, itu Meski berstatus dihentikan, namun tidak menutup kemungkinan dua kasus tersebut akan dilanjutkan ke tahap penyidikan. “Tapi semua penyelidikan itu kita hentikan dengan ada kata-kata sementara dihentikan. Sampai ada bukti atau ada perkembangan baru indikasi tindak pidana korupsi di situ. Insya Allah kami bekerja maksimal menegakkan hukum dan membantu Kota Cirebon menjadi lebih bersih,” tegasnya. Terakhir, mengenai kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek peningkatan Jl Dr Cipto Mangunkusumo dengan nilai proyek sekitar Rp10 miliar, pihaknya meningkatkan ke tahapan penyidikan. Kerugian negara ditaksir mencapai Rp1 miliar. “Setelah kami menilai, ternyata ini layak untuk dinaikkan ke tahap penyidikan,” ujarnya, Jumat lalu (7/12). Saat ini Kejari masih belum menentukan tersangka karena masih menunggu hasil uji laboratorium dari tenaga ahli Fakultas Teknik Universitas Swadaya Gunungjati (Unswagati) Cirebon. Para ahli sebelumnya telah melakukan pengecekan di lapangan selama dua hari dan hasilnya akan terlihat dalam beberapa pekan ke depan. Hasil uji laboratorium itulah yang akan menentukan besaran nilai kerugian negara. Kejari juga akan berkoordinasi dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Barat untuk menghitung kembali potensi kerugian negara. “Kalau sudah ada titik terang berapa kerugian negaranya kita bisa tentukan siapa saja tersangkanya,” tegasnya. Ia memperkirakan, nilai kerugian negara lebih besar dari yang sebelumnya disampaikan BPK, yakni sebesar Rp1 miliar. Sejauh ini, pihaknya telah memeriksa sekitar 10 orang saksi, mulai dari pejabat Pembuat Komitmen (PPK), kontraktor hingga konsultan proyek. Dalam waktu dekat, lembaga adhyaksa itu juga akan memangigil pihak Unit Layanan Pengadaan (ULP). “Karena ada indikasi juga dari segi pelelangannya bermasalah,” katanya. Seluruh pihak yang terlibat, baik PPK, kontraktor, maupun konsultan adalah yang paling paling bertanggung jawab atas kasus tersebut. “Yang utama yang harus jadi tersangka tiga-tiganya ini. Cuma, PPK itu ada kepanjangan tangan namanya PPTK, konsultan itu ada direktur dan tenaga ahli di lapangan. Tinggal itu yang mana yang paling bertanggung jawab. Kontraktor sudah pasti harus bertanggung jawab,” ungkapnya. Diperkirakan, penetapan tersangka akan dilakukan pada awal tahun 2019. Ia menegaskan, bahwa seluruh perkara tindak pidana korupsi di Kota Cirebon akan diupayakan untuk dituntaskan secepatnya. Hal itu menjawab pertanyaan masyarakat mengenai tunggakan kasus yang selama ini terhenti. Terpisah, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Cirebon juga memperingati HAKORDIA dengan apel antikorupsi. Selain Kajari Gunawan Wibisono, tampak hadir juga Pj Bupati Cirebon Dicky Saromi, jajaran Kejari Kabupaten Cirebon, ASN di lingkungan Pemkab Cirebon, serta perwakilan siswa SMP dan SMA. Pada kesempatan itu, Kajari Gunawan Wibisono mengatakan selama 2018 pihaknya melakukan tujuh penyelidikan, dua penyidikan, dan tujuh upaya hukum. “Sebagian besar perkara yang masuk adalah dana desa. Total kerugian negara yang dihitung dari seluruh kasus yang ditangani adalah Rp650 juta,” ujar Gunawan kepada sejumlah media. Menurutnya, adanya penambahan dana desa di tahun depan dengan total sebesar Rp400 miliar merupakan peringatan bagi tiap kuwu. “Ini menjadi warning bagi tiap kuwu (kepala desa, red) untuk lebih berhati-hati. Untuk mengelola dana desa dengan baik. Jangan sampai berakhir musibah. Kejaksaan juga berkali-kali memberikan sosialisasi,” katanya. (day/via)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: