Dengar Pendapat DPRD Kota Cirebon dengan PKL Berlangsung Panas

Dengar Pendapat DPRD Kota Cirebon dengan PKL Berlangsung Panas

CIREBON– Rapat dengar pendapat membahas pedagang kaki lima (PKL) di kawasan tertib lalu lintas, berujung memanas. Kepala Bidang Koperasi dan UMKM Saefudin Jupri terpancing emosinya karena terus menerus didesak PKL. Hearing yang diagendakan Komisi II DPRD itu sempat terjadi adu mulut usai rapat ditutup. “Kita pusing pak, buat makan,” teriak seorang pedagang, di ruang Griya Sawala, Senin (10/12). Suasana baru reda setelah kedua belah pihak ditenangkan. Baik oleh anggota Komisi II maupun staf sekretariat DPRD. Rapat dengar pendapat tersebut merupakan lanjutan dari agenda sebelumnya. Kali ini Komisi II DPRD menghadirkan PKL dan Dinas Perdagangan Koperasi dan UMKM (Disdagkop-UKM). Dalam rapat sebetulnya Sekretaris Komisi II DPRD, Didi Sunardi terus menerus mencecar Disdagkop-UKM terkait penataan dan pemberdayaan PKL. Juga terkait dengan lokasi yang disediakan pemerintah untuk PKL yang belum terakomodir. \"Niat kami membuat perda agar PKL bisa ditata dan diberdayakan. Kita sepakat sudah membahas tidak mengenal menggusur PKL,” ujar Didi, di tengah forum. Menurutnya, ketika perda sudah diparipurnakan, PKL sudah menjadi tanggung jawab pemerintah. Tupoksi penataan dan pemberdayaan ini ada di Disdagkop-UMKM. \"Kami ingin mempertanyakan, sudah sejauh mana menjalankan perda ini? Pembahasannya di gedung dewan betul kami yang buat. Isi perda berpihak ke PKL. Kenyataan pkl jangankan ingin berdagang lagi jualan digusur tanpa ada bimbingan dari indag,\" tandasnya. Politisi PDIP itu pun menanyakan terkait dengan pendataan dan pembinaan PKL. Padahal, pihaknya memberikan anggaran besar untuk indag. \"Kita tidak hanya buat perda, tapi juga kita dibarengi anggaran,\" ulasnya. Didi pun meminta agar ada kantung PKL lagi untuk Jalan Siliwangi, Jl RA Kartini dan Jl Wahidin. Sebab selter yang ada hanya menampung pedagang alun-alun. Ketua Komisi II DPRD Agung Supirno SH juga meminta solusi bagi PKL yang belum terakomodir. Karena selama ini mereka tidak bisa berdagang lantaran terkena penertiban yustisi oleh Satpol PP. Paling tidak solusi jangka pendek. \"Kami meminta Indag memberikan solusi, agar PKL berjualan dan tidak melanggar aturan,\" ucapnya. Dalam pertemuan itu, solusi jangka pendek ditawarkan PKL masuk ke gang. Disdagkop-UKM diinta memfasilitasi dengan pihak kelurahan dan kecamatan agar tidak terjadi penolakan dari masyarakat. Kemudian ke depan, agar ada proses penataan yang lebih besar lagi. Yang perlu menjadi pembahasan tim koordinasi penataan PKL. “Kami ingin indag segera melakukan rapat, seminggu ke depan supaya bisa ada solusi. Sambil juga menyiapkan konsep penataan yang lebih besar,\" ulasnya. Terkait hal ini, Kepala Bidang Koperasi dan UMKM Saefudin Jupri mengatakan mengenai masalah pendataan tidak cukup masih banyak kekurangan. Oleh karena itu perlu ada mendata ulang. Dalam melakukan pendataan ini, pihaknya menggandeng juga Forum PKL. Setidaknya menurut Jupri jumlah PKL di Kota Cirebon ada sebanyak 1.797. Jumlah itu sudah berkurang karena ada yang meninggal atau yang sudah tidak jadi PKL. \"Kami juga sudah bagikan TDU baik di siliwangi, kejaksan, cipto, bima. Penataan juga kan sudah ada selter,\" jelasnya. Jupri mengatakan upaya untuk mencari kantung PKL pun sudah dilakukan. Misalnya untuk memfungsikan Taman Krucuk, namun itu bukan tanah pemda. Begitu juga dengan lokasi tanah eks Grand Hotel yang bermasalah di kepemilikan tanah. \"Kami sudah melakukan pendidikan dan pelatihan kita menggandeng OJK, mengajak para PKL. PKL harus naik kelas. Banyak PKL yang sudah mulai ngontrak. Pengen kami PKL sadar. Jangan di jalan lagi,\" jelasnya. Penegakan yustisi di Jl Siliwangi rupanya bikin jera. PKL di kawasan itu, tak menurun drastis. Untuk yang mau cari aman, pilih masuk ke jalan-jalan lingkungan dan gang. Dari pantauan Radar Cirebon akhir pekan kemarin, pedagang buah yang biasanya alot ditertibkan, kini tak lagi menggunakan badan jalan. \"Lumayan saja. Jualan di dalam gang nggak seramai di jalan. Salah mah emang salah,” tutur pedagang buah-buahan yang enggan dikorankan identitasnya. Pedagang di Jl Siliwangi, belakangan keberatan diungkapkan identitasnya di koran. Mengingat nama mereka sudah terdata di Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Termasuk pendataan berdasarkan kartu identitas. Diakui, sesekali ia mencuri-curi waktu berjualan di bahu jalan. Itu dilakukan bila kondisi jalanan sudah lengang. Aktivitas pasar juga sudah tidak ramai. Penegakan secara yustisi diikuti dengan Satpol PP yang rutin berpatroli. Kucing-kucingan sudah menjadi makanan sehari-hari. Sehingga jauh lebih aman untuk menghindari memarkir gerobak di jalan utama. \"Jangan sampai kena razia. Repot nanti urusan sama Satpol PP,” katanya. Intensitas patroli Satpol PP belakangan memang ditingkatkan. Pedagang lainnya, juga memilih cari aman. Sebab beberapa di antara mereka ada yang sudah duduk di kursi “pesakitan” untuk menjalani sidang di Pengadilan Negeri Cirebon. “Denda sih nggak seberapa. Cuma Rp100 ribu. Tapi kan urusannya itu panjang,” katanya. (jml/myg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: