PKL Menanti Solusi dari Walikota Baru

PKL Menanti Solusi dari Walikota Baru

CIREBON-Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan di tiga ruas jalan Kawasan Tertib Lalu Lintas (KTL) menanti solusi dari Walikota-Wakil Walikota Cirebon Drs H Nashrudin Azis SH dan Dra Hj Eti Herawati. Kedua pucuk pimpinan Pemerintah Kota Cirebon diharapkan bisa memberi solusi bagi pedagang kaki lima dan penegakan KTL. Ketua Forum PKL Erlinus Tahar meyakini walikota dapat menyelesaikan penataan PKL, sesuai dengan amanat Perda 2/2016. Apalagi, dalam program selter tidak seluruh PKL tertampung. Hanya 50 dari 70 pedagang. Sisanya tetap berjualan di jalanan. “Mereka tersebar dari Lampu Merah Krucuk sampai Jembatan Sukalila,” ujar Erlinus kepada Radar Cirebon, Rabu (12/12). Untuk selter  di dekat Bank BJB Jl Siliwangi, kapasitasnya hanya 12 pedagang. Dari keterbatasan  daya tampung selter, kurang lebih masih 100 orang PKL dari tiga ruas jalan yang belum tertampung. Dijelaskan Yunus –sapaan akrabnya- pemerintah juga memiliki kewajiban memberikan kesempatan berusaha PKL berupa penempatan lokasi. Hal itu sudah tercantum dalam Bab II Pasal 2 ayat 2. Masalahnya, Dinas Perdagangan Koperasi Usaha Kecil dan Menengah (Disdagkop-UKM) tidak mampu menyediakan dan memberikan solusi yang bisa diterima. Sehingga kinerja SKPD tersebut patut dipertanyakan. “Itu artinya mereka tidak sungguh-sungguh,” katanya. Pada dasarnya, kata dia, PKL maupun forum setuju dengan penegakan perda. Juga penetapan KTL dan larangan transaksi yang tidak bisa ditawar lagi. Tetapi Perda 2/2016 juga perlu ditegakkan secara utuh. Di mana melalui Perda ini seharusnya mendapatkan penetapan lokasi untuk berusaha. Terkait dengan aspek pemberdayaan, Disdagkop-UKM berulang kali menegaskan telah melakukannya. Termasuk dengan upaya relokasi ke selter. Meski pengadaan lahannya sejauh ini terkendala dengan status kepemilikan. Melihat pada APBD tahun depan, upaya penataan sepertinya tidak akan berlanjut. Mengingat tidak ada anggaran untuk pengadaan selter baru. Sementara satu selter yang siap ditempati yakni di Jl Cipto Mk, hingga kini tak kunjung beroperasi. “Kami sudah mencari lahan untuk kantung PKL. Tapi kami juga terbentur status lahan,” tutur Kepala Bidang Koperasi dan UKM, Saefudin Jupri. Dalam hearing bersama Komisi II DPRD, ia menyebutkan dua lahan yang semula diincar untuk selter. Yakni, Taman Krucuk dan eks Grand Hotel. Ternyata pemkot tidak bisa memanfaatkannya. Untuk Taman Krucuk statusnya milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Sedangkan di lahan eks Grand Hotel, bermasalah dengan status kepemilikannya.  Mengenai upaya pemberdayaan, Jupri menegaskan, Disdagkop-UKM telah melakukan beberapa upaya. Lewat pelatihan-pelatihan. Yang turut menggandeng sektor swasta dan lembaga lainnya.   Disdagkop-UKM juga perlu melakukan pendataan ulang. Sebab dari data 2014 yang telah dikunci, ada penurunan jumlah pedagang. Beberapa dari mereka telah masuk selter, ada yang meninggal dunia dan telah berhenti berjualan. Mengacu dari data itu, dari 2.800-an PKL, jumlahnya saat ini tersisa 1.797.  Upaya pemberdayaan lainnya ialah memberikan Tanda Daftar Usaha (TDU) kepada PKL. Lewat perizinan ini, mereka terkiat dengan ketentuan-ketentuan. (jml)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: