Soal Sumbangan Masjid, SMAN 7 Bantah Tahan Rapor Siswa

Soal Sumbangan Masjid, SMAN 7 Bantah Tahan Rapor Siswa

CIREBON-Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat merespons serius polemik sumbangan Masjid Nur Rohim, SMAN 7 Kota Cirebon. Senin, (17/12), Kepala Balai Pendidikan Wilayah X Dewi Nurhulaela, telah mengambil langkah yang diperlukan. Dia mengaku sudah mendapatkan arahan dari Kepala Disdik Jabar, Ahmad Hadadi. Salah satunya dengan membuat surat yang berisi larangan pungutan di SMA/SMK. Terutama ketika sumbangan itu menyalahi prosedur. “Kita tidak ingin masalah ini berlarut-larut,” ujar Dewi. Seperti diketahui, kadisdik Jabar sejak Minggu (16/12), sudah meminta agar persoalan ini segera diatasi. Agar tidak kontraproduktif dengan pelayanan pendidikan. Ia memercayakan penyelesaian dan langkah selanjutnya kepada kepala balai setempat. Dewi juga berharap, masalah seperti ini tidak terulang di kemudian hari. Sebagai pencegahan, ia membuat surat edaran kepada semua kepala sekolah. Termasuk SMAN 7. Kemudian, ia mengimbau agar orang tua siswa bila ada keberatan untuk menghubungi sekolah. Bila tidak puas dengan aduannya, bisa melapor ke Balai Pendidikan Wilayah X. \"Kalau ada keberatan, datang ke kepala sekolahnya. Kalau masih terjadi, nanti saya yang langsung turun tangan,\" tegasnya. Dalam surat edaran tersebut, para kepala sekolah diminta tidak menahan buku rapor, ijazah atau melarang siswa ikut tes dengan dalih belum membayar sumbangan atau biaya apapun. Ketegasan dari disdik provinsi maupun cabang dinas, menurutnya tidak main-main. Apalagi menyangkut  pelayanan pendidikan yang merupakan hak dari setiap warga negara. Bila perlu dirinya sendiri akan langsung mengantarkan siswa yang rapotnya ditahan, untuk datang dan menemui kepala sekolahnya.\"Saya juga menyarankan bila ada permasalahan ini temui kepala sekolah. Kalau tidak ada solusi bisa ke balai,” tandasnya. Di lain pihak, aduan mengenai penahanan buku rapor salah seorang siswa, dibantah SMAN 7. Salah satu wali kelas, Undang Ahmad Hidayat mengungkapkan, tidak ada penahanan rapor siswa. Namun pihak sekolah memang sengaja mengundang orang tua siswa. Tujuannya agar ada interaksi dan menyampaikan perkembangan anak-anaknya. \"Waduh, siswa kelas berapa tuh? Tidak ada kita menahan rapor siswa. Ngapain sekolah nahan nahan rapor siswa,” katanya. Selain itu, kepentingan mengundang orang tua siswa agar bisa menjelaskan terkait sumbangan untuk masjid. Dalam pertemuan itu disampaikan kebutuhan untuk masjid apa saja. Target penghimpunan dana. Yang nantinya dibagi seluruh siswa. “Dibagi itu muncul angka sekian. Tapi sekali lagi tidak ada paksaan orang tua harus nyumbang minimal berapa. Semua berdasarkan kemampuan masing masing\" tambahnya. Penetapan nilai sumbangan juga jadi polemik dalam beberapa hari kemarin. Meski berulang kali dibantah pihak sekolah, namun dalam percakapan guru dan siswa tertulis ada permintaan uang Rp500 ribu khususnya untuk kelas XI. Praktik dugaan pungutan berkedok sumbangan di sekolah disayangkan banyak pihak. Praktisi hukum, Dr Sugianto SH MH menilai, sumbangan yang dipungut sekolah sebenarnya dibolehkan. Apalagi ada prosedur yang diatur di peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan. Mengingat pembiayaan dari pemerintah belum tentu mampu mencukupi pengembangan pelayanan. “Itu ada syaratnya. Melibatkan komite, lewat musyawarah. Harus ingat, komite itu representasi orang tua siswa,”  katanya. Dari kasus SMAN 7, ia menilai ada beberapa hal yang menyalahi ketentuan. Salah satunya terkait dengan formulir kesanggupan orang tua siswa. Yang harus dibubuhi materai. Dengan menandatangani form itu, artinya sudah pemaksanaan. \"Sumbangan itu sukarela. Tidak boleh seperti itu,” ucapnya. Ia menyarankan agar sekolah cukup mengeluarkan surat edaran. Yang nantinya akan direspons orang tua. Mengingat mereka juga akan memiliki kepedulian terhadap sekolah. Protes orang tua terhadap kebijakan sekolah merupakan sesuatu yang wajar. Apalagi ketika kasusnya seperti yang terjadi di SMAN 7. (ags/awr-mg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: