Sampai Batas Akhir, Tak Ada Perusahaan Keberatan UMK
CIREBON-Angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di Kota Cirebon masih mengacu pada survei yang dilakukan pada tahun 2015. KHL merupakan standar kebutuhan seorang pekerja untuk dapat hidup layak secara fisik dalam satu bulan. Dari survei yang dilakukan tiga tahun lalu itu, di Kota Cirebon KHL ditetapkan sebesar Rp1,415,000,-. Nominalnya jauh di bawah upah minimum kota (UMK). Sehingga tidak lagi jadi indikator menghitung UMK. Kepala Seksi Pencegahan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Jaja Sujana mengatakan, pembahasan lebih dalam mengenai ketentuan KHL, diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja 17/2005 tentang Komponen dan Pentahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. Namun, Keputusan Menteri Tenaga Kerja 17/2005 direvisi oleh Keputusan Menteri Tenaga Kerja 13/2012 tentang Perubahan Penghitungan KHL. \"KHL ini dipantau setiap lima tahun, jadi sekarang KHL masih menggunakan tahun 2015. Dan akan kita hitung ulang tahun 2020,\" ujar Jaja kepada Radar Cirebon. Survei KHL ini hanya bersifat sebagai pembanding dan pertimbangan, terutama saat mengajukan UMK ke gubernur. Disnaker tetap mengikuti aturan bahwa pengajuan tetap berdasarkan PP 78/2015, dengan begitu penghitungan UMK yang baru akan berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan inflasi yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Sejauh ini, untuk penerapan Upah Minimum Kota (UMK) Cirebon tahun 2019 diharapkan sudah mulai berjalan Januari. Terhadap penetapan UMK Kota Cirebon belum ada perusahaan yang menangguhkan. Sehingga diharapkan perusahaan bisa melaksanakan kewajiban membayar karyawan sesuai besaran UMK yang ditetapkan. \"Prinsipnya kan saat ini belum ada yang menangguhkan, dilapangan juga kita kan belum aada yang mengadu masalah upah,\" jelasnya. Di Kota Cirebon, sendiri berdasarkan data ada 1.300 perusahaan. Jumlah ini yang terdata wajib lapor ke kementerian. Meskipun saat ini, Dinas Tenaga Kerja untuk pengawasanya sudah melalui kementerian. Sehingga bisa saja ada pengurangan atau penambahan. Sementara terkait penerapan UMK ini, wajib diterapkan bagi perusahaan yang menerapkan sistem kerja berdasarkan kontrak. \"Lihat dulu hubungan kerjanya. Kategori pekerja itu kan ada hubungan kerja, ada upah, ada perintah dan ada pekerjaan. Itu besaran gajinya berarti mengacu ke UMK,\" ucapnya. Sedangkan untuk sistem kerja bagi hasil, itu tidak dikenakan UMK. Misalnya saja, untuk sopir. Penghasilnya berdasarkan hasil pendapatanya. \"Jadi selama bagi hasil itu kita kategorikan bukan bekerja,\" sebut Jaja. Seperti diketahui, pasca terbitnya Surat Edaran Walikota 561/061.Disnaker/2018 tertanggal 22 November 2018, disnaker telah melakukan sosialisasi ke perusahaan tentang upah Minimum Kota Cirebon yang ditetapkan sebesar Rp2.045.422,24. Hingga batas akhir 19 Desember 2018 yang menjadi batas akhir pengajuan keberatan, tidak ada satu pun perusahaan yang merespons. Baik keberatan atau menolak pemberlakuannya. Kepala Bidang Pengawasan Tenaga Kerja, Maman Firmansyah mengharapkan, dengan kondisi ini tidak ada perusahaan yang mangkir dari UMK. Yang biasanya menimbulkan perselisihan dengan pegawai. “Untuk sosialisasi sudah. Jadi semua perusahaan sudah dianggap tahu UMK tahun depan,” tuturnya. UMK Kota CIrebon ini, kata Maman, berlaku bagi pekerja yang memupunyai masa kerja kurang dari satu tahun. Bagi pekerja yang berstatus tetap, pekerja tidak tetap dan pekerja dalam masa percobaan. Bagi pekerja yang masa kerjanya di atas 1 tahun, agar dilakukan peninjauan upah sebagaimana telah ditetapkan dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Bagi perusahaan yang telah memberlakukan kepada pekerjanya lebih dari UMK tahun 2019, tidak dibenarkan untuk mengurangi dan atau menurunkan upahnya. (jml/abd)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: