Wacana Pansus Freeport Munculkan Pro-Kontra

Wacana Pansus Freeport Munculkan Pro-Kontra

JAKARTA - Anggota Fraksi Hanura, Inas Nasrullah Zubir memastikan bahwa pihaknya menolak adanya wacana pembentukan panitia khusus (Pansus) angket Freeport DPR RI bergulir di parlemen. Pasalnya, menurut Ketua DPP Hanura ini, wacana pembentukan Pansus Freeport sangat kental dengan kepentingan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 mendatang. “Fraksi Hanura dipastikan akan menolak pansus tersebut karena lebih kuat aroma pilpres-nya,” kata Inas dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (25/12) Apa lagi, lanjut Inas, menjabaran pansus ini dibuat dengan alasan ada kesepakatan yang dilanggar pemerintah bahwa pembayaran divestasi dilakukan setelah persoalan lingkungan diselesaikan dulu. “Karena nilai kerusakan ekosistem menurut BPK sekitar Rp 185 triliun. Kemudian divestasi terkesan dipaksakan,” tuturnya. Menurutnya, BPK dalam suratnya tidak mengatakan adanya kerusakan. Bunyi surat BPK, lanjutnya, akan seperti memperhitungkan jasa ekosistem oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) yang hilang akibat tailing PTFI berdasarkan analisis perubahan tutupan lahan tahun 1988-1990 dan 2015- 2016 oleh LAPAN menunjukan nilai jasa ekosistem sebesar Rp 185,018 triliun. Perhitungan ini, lanjutnya, masih perlu didiskusikan lagi dengan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup apakah sesuai dengan ketentuan yang ada. Selain itu, perhitungan ini yang telah memperhitungkan pengaruhnya ke lokasi laut dengan perhitungan jasa ekosistem Rp 166,09 triliun pun masih perlu didiskusikan kewajarannya. “Jadi, kutipan BPK tersebut meminta Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup untuk memverifikasi kewajaran nilai tersebut dan apakah metode yang digunakan untuk mendapatkan nilai tersebut sudah berdasarkan aturan yang ada,” tegasnya. Dirinya menduga Freeport sempat mendekati oposisi untuk menghambat divestasi. Sebelum adanya pelunasan oleh pemerintah. “Biasanya kan orang kita selalu begitu, sudah gagal lalu masih berupaya agar kelihatan serius oleh Freeport,” ujar Inas. Hal lain disampaikan oleh, Anggota Komisi VII, Bara Hasibuan meminta agar tidak perlu membahas terkait Pansus, tetapi lebih memperhatikan aspek ketercapaian program Freeport agar lebih mensejahterakan masyarakat di Indonesia. \"Kita lebih baik harus membuktikan dulu bahwa dengan kita menguasai saham mayoritas semua masalah itu kita bisa mengatasi. Misal soal aspek lingkungan hidup, tak ada lagi pencemaran secara berlebihan, manajemen baru ini di bawah kendali Indonesia. Jangan dulu berdebat pansus,” kata Bara ketika dihubungi Fajar Indonesia Network di Jakarta. Anggota Fraksi PAN ini menuturkan, terkait wacana Pansus pihaknya yakni Komisi VII berencana akan membahas secara internal dahulu. “Kami akan bahas dulu, sejak awal saya sudah katakan usai reses kami akan bahas hal ini. Jadi lebih baik yang terpenting sekarang tunjukkan kinerja dulu bahwa Indonesia bisa,” tegasnya. Sebelumnya, Ketua Komisi VII DPR RI, Gus Irawan Pasaribu mewacanakan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) divestasi saham PT Freeport Indonesia (PTFI) yang baru-baru ini diumumkan Presiden Joko Widodo telah tuntas dan lunas pembayarannya. Wacana membentuk pansus dilontarkan politikus Gerindra tersebut, karena dia menuding telah terjadi pelanggaran dalam proses divestasi kepemilikan saham PTFI menjadi 51,23 persen milik Indonesia melalui holding BUMN PT Inalum Pelanggaran yang dimaksud dia adalah adanya kesepakatan antara komisi VII DPR dengan dirjen minerba Kementerian ESDM, dirut PT Inalum dan dirut PTFI yang menjadi kesimpulan rapat bahwa transaksi divestasi itu dilakukan setelah masalah lingkungan diselesaikan. Terlebih lagi, pihaknya melihat, proses divestasi saham raksasa tambang asal Amerika Serikat itu dipaksakan dan sangat terburu-buru. Dia menduga, hal ini terjadi karena pemerintah kadung menyatakan mayoritas saham Freeport telah dikuasai Indonesia, padahal kenyataannya ketika itu belum ada pembayaran. (frs/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: