MK Berhentikan Hendarman

MK Berhentikan Hendarman

JAKARTA - Kontroversi legalitas jabatan Jaksa Agung Hendarman Supandji berakhir sudah. Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan mantan Menkeh dan HAM Yusril Ihza Mahendra kemarin (22/9). MK menyatakan bahwa jabatan Hendarman tidak sah dan karena itu semua kebijakan yang dia lakukan sejak putusan uji materi diketok tak mempunyai kekuatan hukum. Ini berarti, Hendarman sudah tak lagi menjabat Jaksa Agung. Posisinya harus diganti jaksa agung yang baru atau dia diangkat lagi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Keppres pengangkatan. Jika tidak, maka semua kebijakan, keputusan, dan tindakan hukum Hendarman sebagai jaksa agung tidak sah. “Jadi sudah jelas, seluruh tindakan Hendarman sebelum 14.35 tadi itu masih legal, tapi begitu 14.35 putusan diketok, itu dia sudah tidak boleh meneruskan lagi,” kata Ketua MK Mahfud MD saat ditemui di ruangannya usai sidang. Di dalam sidang, MK menyatakan bahwa pasal 22 ayat 1 huruf d Undang-Undang nomor 16/2004 tentang Kejaksaan konstitusional secara bersyarat (conditionally constitutional). Yakni, pasal tersebut berkekuatan hukum sepanjang dimaknai: masa jabatan Jaksa Agung itu berakhir dengan berakhirnya masa jabatan Presiden Republik Indonesia dalam satu periode bersama-sama masa jabatan anggota kabinet atau diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Presiden dalam periode yang bersangkutan. Artinya, jabatan Hendarman mestinya sudah berakhir sejak Kabinet Indonesia Bersatu edisi pertama bubar pada 20 Oktober 2009 sesuai Keppres nomor 83/P tahun 2009 tentang pemberhentian kabinet periode 2004-2009 dan pengangkatan kabinet periode 2009-2014. Nah, persoalan legalitas itu muncul karena Hendarman tak diangkat lagi sebagai Jaksa Agung di periode kedua kepemimpinan SBY. Dengan putusan konstitusional bersyarat tersebut, ada atau tidak ada Keppres pemberhentian, masa jabatan Hendarman secara otomatis mundur seiring dengan berakhirnya periode Presiden. Namun, MK juga menyatakan bahwa putusan tersebut berlaku sejak putusan itu diketok (prospektif). Tidak berlaku surut. Artinya, tindakan hukum yang dilakukan Hendarman sejak seharusnya mundur pada 20 Oktober 2009 tetap sah. Sebab, MK menganggap saat itu Undang-Undang Kejaksaan memang tidak mengatur secara tegas berakhirnya masa jabatan jaksa agung. “Ini didasarkan pada fakta hukum bahwa Undang-Undang sendiri tidak mengaturnya secara tegas, tidak memberi kepastian hukum yang imperatif kepada Presiden. Sehingga, pilihan kebijakan Presiden tentang hal tersebut tidak dapat dinilai bertentangan dengan UU,” kata hakim konstitusi Maria Farida Indrati saat pengucapan putusan di MK kemarin (22/9). Ini berarti, semua kebijakan dan tindakan hukum Hendarman masih sah hingga putusan MK diketok kemarin (22/9). Termasuk proses penyidikan dan pencekalan yang dilakukan terhadap Yusril dalam kasus biaya akses Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) di mana dia dikenakan cekal dan ditetapkan sebagai tersangka bersama pengusaha Hartono Tanoesoedibjo. Pasal 22 ayat 1 huruf d UU Kejaksaan memang tidak secara jelas mengatur masa berakhir jabatan jaksa agung. Pasal tersebut hanya berbunyi, “Jaksa Agung diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena berakhir masa jabatannya.” Namun, UU tersebut tidak menjelaskan kapan masa jabatan tersebut berakhir. Dalam pertimbangannya, MK menilai pasal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum. Karena itu, seharusnya pasal tersebut direvisi melalui legislative review di DPR. MK memberi empat alternatif revisi berakhirnya masa jabatan jaksa agung. Yakni, jabatan jaksa agung berdasarkan periodesasi kabinet dan/atau periode masa jabatan Presiden yang mengangkatnya. Kedua, berdasar periode yang fixed tanpa dikaitkan dengan jabatan politik di kabinet. Ketiga, berdasarkan usia atau batas umur pensiun. Keempat, berdasarkan diskresi Presiden/pejabat yang mengangkatnya. “Namun, karena legislative review memerlukan prosedur dan waktu yang relatif lama, maka sambil menunggu langkah tersebut Mahkamah memberi penafsiran sebagai syarat konstitusional (conditionally constitusional) untuk berlakunya pasal tersebut,” kata Maria Farida. MK juga menyatakan menolak permohonan putusan provisi alias putusan sela terhadap kasus Yusril. Sebab, MK hanya menguji norma abstrak, tidak mengadili kasus konkret seperti penyidikan atau pencegahan dalam kasus pidana. Penolakan putusan provisi sejatinya sudah dinyatakan MK dalam sidang sebelumnya dengan alasan yang sama. Meski begitu, sembilan hakim MK tak kompak dalam putusan tersebut. Dissenting opinion alias pendapat berbeda diajukan hakim konstitusi Achmad Sodiki dan Harjono. Achmad Sodiki menyatakan menolak permohonan Yusril. Alasannya, sekalipun Hendarman tidak diangkat lagi, namun Presiden yang berkuasa adalah orang yang sama. “Meski masa jabatannya tidak diatur secara ketat dalam UU, tidak akan ada Jaksa Agung yang menolak diberhentkan Presiden,” katanya. Sedangkan hakim Harjono menafsirkan bahwa jaksa agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Jabatan tersebut adalah penunjukan langsung dan jaksa agung adalah pembantu Presiden. Karena itu, masa jabatan jaksa agung berlaku selama dia diangkat dan usai ketika  diberhentikan. Menanggapi putusan tersebut, Yusril yang juga hadir dalam sidang mengatakan menghargai putusan MK. “Pendapat saya bahwa jabatan jaksa agung harus dibatasi sesuai kabinet dibenarkan oleh MK. Maka mulai hari ini jaksa agung tidak sah. Ini pelajaran bagi kita semua. Ini pelajaran bagi Presiden yang mengangkat jaksa agung,” katanya. Lantas, apakah Yusril akan mulai meladeni pemeriksaan tim penyidik kasus Sisminbakum” Yusril mengaku akan konsisten dengan pernyataannya untuk menuruti penyidik jika MK melegalkan jabatan Hendarman. “Soal pemeriksaan kasus, itu soal lain. Itu terlalu kecil. Perkara legalitas jaksa agung  ini jauh lebih penting dari persoalan itu. Ini persoalan bangsa dan negara,” katanya. Terpisah, pemerintah sepertinya tak menggubris putusan MK terkait keabsahan Hendarman Supandji sebagai jaksa agung. “(Jaksa Agung) masih Hendarman Supandji sampai ada keputusan pemberhentian dari presiden,” kata Mensesneg Sudi Silalahi kepada wartawan, kemarin (22/9). Sudi beralasan, tidak ada satu pun diktum dari putusan MK yang mengatakan jabatan jaksa agung tidak sah. “UU-nya mengatakan bahwa yang mengangkat dan memberhentikan jaksa agung itu adalah presiden, dan UU itu sah. Kedua, dalam keputusan MK, tidak ada memberhentikan jaksa agung mulai kapan pun itu,” urainya.(jpnn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: