Pemilihan Ketua MK Berpotensi Voting

Pemilihan Ketua MK Berpotensi Voting

JAKARTA - Sembilan Hakim Konstitusi hari ini akan berembuk untuk memilih salah satu di antara mereka menjadi ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Jalur musyawarah diyakini tidak akan membuahkan hasil, sehingga akan sampai pada proses pemungutan suara terbanyak (voting). Dijadwalkan para hakim konstitusi yang terdiri atas Achmad Sodiki (wakil), Akil Mochtar, Harjono, Maria Farida Indarti, Muhammad Alim, Ahmad Fadlil Sumadi, Hamdan Zoelva, Anwar Usman, dan Arief Hidayat, itu mulai bermusyawarah di lantai 16 gedung MK pada pukul 10 pagi ini. Berdasarkan Peraturan MK Nomor 01/PMK/2003 tentang Tata Cara Pemilihan Ketua MK, setiap hakim konstitusi berhak untuk memilih dan dipilih menjadi ketua MK. Rapat pemilihan akan dipimpin wakil ketua MK, atau kalau berhalangan akan dipimpin hakim konstitusi yang usianya paling tua. Rapat harus dihadiri sekurang-kurangnya tujuh hakim. Pemilihan ketua MK diusahakan melalui musyawarah mufakat untuk mencapai aklamasi. Apabila aklamasi tidak tercapai, maka pemilihan bisa dilakukan dengan pemungutan suara. Proses pemungutan suara idealnya memang dihindari. Namun banyak pihak meyakini proses musyawarah kali ini tidak akan berlangsung lama karena sulit mencapai kesepakatan, sehingga langsung dibawa ke ruangan lain untuk kemudian melakukan pemungutan suara alias voting. Dalam proses voting, ketua umum terpilih adalah yang memeroleh suara sekurang-kurangnya lebih dari setengah jumlah anggota yang hadir. Apabila tidak ada seorang pun anggota yang memeroleh suara lebih dari setengah jumlah anggota hadir maka anggota yang memeroleh suara terbanyak pertama dan terbanyak kedua ditetapkan sebagai calon dalam pemilihan putaran kedua. Pemungutan suara dalam pemilihan putaran kedua sama caranya dengan pemungutan suara dalam pemilihan putaran pertama dengan catatan kartu suara hanya memuat dua nama calon. Mantan ketua MK, Mahfud MD, akhir pekan lalu pernah mengatakan seluruh hakim konstitusi memiliki integritas dan independensi tinggi, sehingga tidak mudah dipengaruhi pihak lain. Termasuk dalam musyawarah pemilihan pimpinan lembaga ketatanegaraan yang berdiri sejak Agustus 2003 itu. Hanya saja tidak dipungkiri bahwa sembilan hakim itu datang sebagai utusan dari tiga lembaga negara berbeda. Tiga hakim dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR); Akil Mochtar, Harjono, dan Arief Hidayat. Tiga hakim dari Istana (presiden); Achmad Sodiki, Maria Farida Indarti, dan Hamdan Zoelva. Tiga lainnya dari Mahkamah Agung (MA). Tempat berangkat yang berbeda itulah yang akan menjadi pemicu sulitnya tercapai musyawarah mufakat. Maka, meskipun proses pemilihan tidak melibatkan pihak luar karena hanya akan ada sembilan suara dari sembilan hakim dan masing-masing boleh memilih dirinya sendiri, kesepakatannya tetap seolah melibatkan tiga kekuatan besar. Nuansa politis tetap akan terasa dalam proses demokrasi para hakim yang secara umum mirip dengan konklaf yaitu berkumpulnya para Kardinal dalam proses pemilihan Paus, pemimpin tertinggi umat Katolik, di Vatikan itu. Mahfud mengatakan, semua hakim memiliki peluang sama dalam proses pemilihan ketua MK kali ini. \"Menurut saya peluangnya sama. Delapan hakim yang saya tinggal itu kapasitas keilmuan sama, kemampuan teknis sama, serius dalam bekerja juga sama, bertanggungjawabnya sama, kemampuan manajerial sama. Oleh sebab itu, peluangnya menjadi sama. Yang satu (Arief Hidayat) yang baru datang itu saya kenal walaupun baru di MK juga punya kemampuan sama,\" katanya. Maka, menurut Mahfud, siapapun yang terpilih nantinya kualitas akan sama. \"Sehingga itu tergantung pada selera dan keberuntungan saja siapa yang akan terpilih. Saya kira yang paling kuat dari masing-masing bidang itu tidak ada,\" terusnya. Di bagian lain, Akil Mochtar resmi disetujui menjadi hakim konstitusi untuk periode yang kedua, yakni 2013-2018. Keputusan tersebut diambil dalam rapat paripurna DPR yang dipimpin Wakil Ketua DPR Pramono Anung, kemarin. Wakil Ketua Komisi III Aziz Syamsudin membacakan laporan tahapan seleksi di mana Akil bersedia untuk kembali menjadi hakim konstitusi. \"Diharapkan, Akil Mochtar bisa menjaga citra dan wibawa Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga pengawal konstitusi,\" kata Aziz. Pimpinan rapat Pramono Anung lantas menanyakan kepada forum yang menyatakan setuju. (gen/fal)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: