Akil Janji Tak Cari Popularitas
Menang Voting, Jadi Ketua MK JAKARTA - M Akil Mochtar akhirnya terpilih sebagai ketua Mahkamah Konstitusi (MK) generasi ketiga. Melalui proses pemungutan suara alias voting, kemarin (3/4), pria kelahiran Putussibau, Kalbar, 18 Oktober 1960, itu meraup suara dominan dari sembilan hakim konstitusi sebagai pemilik hak memilih. Voting ditempuh setelah hampir satu jam rapat permusyawaratan hakim (RPH) dari sembilan hakim yang memiliki hak memilih dan dipilih itu berakhir buntu. Sesuai Peraturan MK Nomor 01/PMK/2003 tentang Tata Cara Pemilihan Ketua MK, pemilihan dilanjutkan melalui musyawarah mufakat untuk mencapai aklamasi. Apabila aklamasi tidak tercapai maka pemilihan bisa dilakukan dengan pemungutan suara. RPH yang dilangsungkan di gedung MK itu berlangsung tertutup. Sebaliknya, pemungutan suara dilaksanakan secara terbuka. Wakil Ketua MK Achmad Sodiki memimpin proses pemilihan. Prosesi diawali dengan pidato singkat setiap hakim konstitusi. Ada dua hakim yang menolak dipilih, yakni Anwar Usman dan Muhammad Alim. \"Saya memang memiliki hak untuk memilih dan dipilih. Akan tetapi saya menyatakan tidak bersedia untuk dipilih. Siapapun yang terpilih, saya yakin beliau mampu meneruskan yang sudah dicontohkan oleh pendahulu, yaitu Pak Jimly (Asshidiqqie) dan Pak Mahfud MD,\" tegas Anwar. Begitu juga Alim. Dia menyatakan, hak dipilihnya ditanggalkan meski termasuk hakim konstitusi senior. \"Sejak 1 April 2008 saya jadi hakim konstitusi, belum pernah ada satu suara pun untuk saya. Saya memang menyatakan tidak untuk dipilih sampai kesempatan pada hari ini,\" akunya, bijak. Sementara itu, hakim konstitusi paling bungsu, karena baru saja terpilih untuk mengisi kekosongan sepeninggal Mahfud yaitu Arief Hidayat juga secara tegas menyatakan akan menggunakan hak memilih dan dipilih. \"Meskipun baru, saya berterima kasih kepada semua teman hakim di MK yang memiliki kepribadian luar biasa dan saya diterima dengan baik di sini. Semoga jadi pembelajaran dalam proses demokrasi kita, saya akan gunakan hak untuk memilih dan dipilih,\" ucapnya. Setelah semua hakim berbicara, termasuk Sodiki, proses voting dimulai. Sembilan hakim yang terdiri atas Sodiki, Akil, Harjono, Maria Farida Indarti, Muhammad Alim, Ahmad Fadlil Sumadi, Hamdan Zoelva, Anwar Usman, dan Arief Hidayat, itu masing-masing melingkari satu nama pilihannya dan boleh memilih dirinya sendiri. Voting putaran pertama menghasilkan empat suara untuk Akil, dua suara untuk Harjono, dua suara untuk Hamdan, dan satu suara didapat Arief Hidayat. Karena tidak ada yang meraih lebih dari setengah jumlah hakim itu, maka dilakukan voting putaran kedua. Hanya saja, antara Harjono dan Hamdan sama-sama meraih dua suara, sehingga dilakukan voting untuk mereka berdua. Pemenangnya akan mewakili Akil dalam voting final. Harjono akhirnya terpilih untuk mendampingi Akil, karena meraih empat suara dibandingkan tiga suara untuk Hamdan. Satu kertas suara dinyatakan abstain dan satu lagi tidak sah karena melingkari dua-duanya. Pada voting terakhir yang mengerucut pada nama Akil dan Harjono saja, seluruh suara dinyatakan sah. Tujuh suara untuk Akil dan dua untuk Harjono. Atas hasil itu, maka Akil terpilih sebagai ketua MK menggantikan Mahfud, sedangkan Harjono menjadi wakil ketua MK menggantikan Sodiki. \"Bisa lihat sendiri bagaimana proses demokrasi di MK, tidak ada lobi-lobi dan sebagainya. Semua terserah kepada hakim. Harapan kami sebagai orang terpilih atau ditunjuklah katakan begitu, bisa membawa MK lebih baik ke depan,\" kata Akil. Yang terpenting, menurutnya, bagaimana mewujudkan harapan masyarakat yang begitu tinggi ke MK dan harus menunjukkan kinerja yang baik dengan memberi apa yang menjadi hak masyarakat yang dijamin dalam UUD 1945. Apakah ada beban jika dibandingkan dengan kinerja kepemimpinan dua ketua MK sebelumnya? \"Bukan persoalan membanding-bandingkan intinya. Tugas dan wewenang MK itu tetap, menurut UUD kan tidak berubah. Tinggal style kepemimpinannya. Tetapi MK itu bukan one man one show. MK itu adalah seluruh hakim, produknya adalah putusan, dan kita on the track lah,\" jawab mantan politikus Partai Golkar itu. Menurut Akil, siapapun yang menjadi hakim MK boleh saja populer sebagaimana Mahfud. Namun, Akil berjanji tidak berusaha mencari popularitas melalui jabatan ketua MK. \"Untuk saya, ya saya kira tidaklah. Kita akan membawa lembaga ini independen hakimnya, independen lembaganya, memberi akses projustice untuk masyarakat kita dengan equal, sama rata,\" ungkapnya. (gen/agm)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: