Dipicu Balas Dendam

Dipicu Balas Dendam

Sebelas Anggota Kopassus Akui Serang Lapas Cebongan \"1\"JAKARTA - Kasus penyerbuan Lapas Kelas IIB Cebongan, Sleman, pada 23 Maret lalu, yang menewaskan empat tahanan mencapai antiklimaks. Mabes TNI AD secara terbuka menyatakan jika pelaku penyerangan berasal dari tubuh mereka, tepatnya anggota korps baret merah alias Kopassus. Kepastian tersebut disampaikan Wakil Komandan Pusat Polisi Militer (Wadanpuspom) TNI AD Brigjen TNI Unggul Kawistoro Yudhoyono kemarin (4/3) dalam sebuah konferensi pers. \"Penyerangan ke lapas Cebongan diakui dilakukan oknum anggota TNI AD dalam hal ini grup 2 Kopassus Kartosuro yang mengakibatkan terbunuhnya empat tahanan preman,\" jelasnya. Dari hasil investigasi, dipastikan 11 orang terlibat dalam penyerangan tersebut. Terdiri dari seorang eksekutor berinisial U, yang didukung oleh delapan orang. Mereka menggunakan dua unit kendaraan, yakni Toyota Avanza warna biru dan Suzuki APV warna hitam. Dua orang sisanya menggunakan mobil Daihatsu Feroza hanya menjadi penonton, karena mereka sebenarnya justru berupaya mencegah penyerangan. Upaya pencegahan itu gagal karena kalah jumlah, dan penyerbuan tetap terjadi hingga menewaskan empat orang. Dari 11 orang itu, tiga di antaranya termasuk U merupakan anggota grup 2 Kopassus Kartasura yang sedang berlatih di puslat kawasan gunung Lawu. Mereka membawa serta tiga unit senjata organik TNI, yakni AK-47. Ditambah lagi dengan dua replika AK-47 dan sebuah replika senpi jenis sig sauer. \"Karena itulah, tidak ada senjata yang keluar dari gudang di Kartasura,\" lanjut perwira dengan satu bintang di pundak itu. Fakta-fakta tersebut didapat dari hasil investigasi yang dilakukan TNI AD, setelah Mabes Polri menyatakan jika ada dugaan keterlibatan anggota TNI AD. Senjata organik itu pulalah yang digunakan untuk menghabisi nyawa keempat tahanan tersebut. Begitu misi selesai, mereka langsung pergi membawa sejumlah barang bukti. Di antaranya, rekaman CCTV yang ada di lapas tersebut. Bukti penting itu dimusnahkan dan sisa-sisanya diakui para pelaku dibuang ke sungai Bengawan Solo. Motif penyerangan tersebut murni berdasar esprit de corps alias jiwa corsa TNI. Mereka tidak terima ada rekannya sesama anggota Kopassus dihabisi secara sadis oleh keempat tahanan itu. Karenanya, mereka rela turun gunung demi mencari siapa pelaku pembunuhan Serka Heru Santoso yang pernah menjadi atasan para pelaku. Unggul sekaligus membantah pengakuan sejumlah sipir lapas Cebongan yang mengatakan jumlah pelaku berkisar 17 orang. Menurut dia, Kopassus merupakan prajurit yang sangat terlatih dan profesional. Gerakan mereka cepat, meski dalam kondisi gelap. Unggul menduga, gerakan cepat itulah yang membuat para saksi mengira lawan mereka amat banyak. Selain itu, dia memastikan jika serangan itu sama sekali tidak direncanakan. Meski tidak direncanakan, karena mereka prajurit terlatih maka penyerangan semacam itu sangat mudah dilakukan. \"Kalau masyarakat umum, saya rasa sangat sulit melakukannya,\" tambahnya. Sementara, Kadispen TNI AD Brigjen Rukman Ahmad menyatakan, selama enam hari investigasi sejak 28 Maret, pihaknya telah memeriksa sedikitnya 25 orang. Baik dari lapas Cebongan, Korem, maupun Kopassus. Pihaknya juga berkoordinasi dengan Mabes Polri setiap kali mendapat informasi. Menurut Rukman, pihaknya banyak belajar dari kasus penyerangan Mapolres OKU. Karenanya, tim langsung diterjunkan ke DIY begitu dibentuk di Jakarta. Tim yang dipimpin Wadanpuspom Brigjen Unggul itu ternyata terbilang cukup mudah untuk mengungkap siapa pelaku dalam kasus tersebut. \"Para pelaku secara ksatria mengakui penyerbuan tersebut sehari setelah tim diterjunkan,\" terang Rukman yang kemarin mendampingi Unggul. Mereka mengakui seluruhnya, termasuk motif penyerangan yang murni balas dendam atas kematian Serka Heru Santoso dan pembacokan Sertu Sriyono. Rukman mengatakan, KASAD jenderal Pramono Edhie Wibowo telah memenuhi janjinya kepada publik untuk menegakkan hukum di tubuh korps TNI AD. \"TNI AD menjunjung tinggi hukum. Yang salah dihukum, yang benar dibela,\" tegasnya. Seluruh pelaku yang saat ini ditahan itu akan segera disidik dan disidangkan di mahkamah militer. Terkait ancaman hukuman terhadap para pelaku, baik Unggul maupun Rukman menyatakan belum berani berkomentar. Sebab, ke-11 orang tersebut belum disidik oleh penyidik militer. \"Ini masih awal, mungkin dua tiga hari lagi kami umumkan perkembangan berikutnya,\" ucap Unggul. Dia juga menolak mengomentari pernyataan panglima TNI soal ancaman pencopotan Pangdam Diponegoro terkait bantahannya jika ada anggota TNI AD yang terlibat. Beberapa jam pasca penyerangan, Pangdam yang dikonfirmasi langsung mengeluarkan bantahan. Atas pernyataan tersebut, Panglima TNI mempertimbangkan akan mencopot Pangdam jika terbukti ucapannya salah. Di bagian lain, keputusan TNI yang akan membawa 11 pelaku penyerangan Lapas Cebongan ke peradilan militer dinilai tetap tidak akan sepenuhnya memenuhi rasa keadilan publik. Penyebabnya, praktik dalam peradilan militer yang unfair, tidak transparan, dan akuntabel seperti dalam kasus yang melibatkan Tim Mawar. Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan, harus ada langkah terobosan yang diambil presiden untuk menuntaskan kasus tersebut. \"SBY harus didorong untuk menerbitkan Perppu tentang Peradilan Militer yang memungkinkan anggota TNI bisa diperiksa di peradilan umum, karena melakukan tindak pidana di luar dinas ketentaraan,\" kata Hendardi, tadi malam. Hendardi berpendapat, tanpa terobosan itu, hasil investigasi hanya akan berujung antiklimaks tanpa dapat memenuhi rasa keadilan.   Meski begitu, di sisi lain Hendardi mengapresiasi temuan tim investigasi tersebut. Menurutnya, temuan tersebut juga cukup mengejutkan. Pasalnya, dalam sejarah TNI, temuan semacam itu termasuk langka. \"Apalagi dalam waktu yang cukup singkat,\" kata Hendardi. Lewat TNI, khusus KSAD, SBY yang tampak tidak berbuat banyak telah memetik insentif politik dari ekspektasi publik yang mendesak kasus ini segera diungkap. Sementara itu, terkait hasil investigasi pihak TNI yang sudah diumumkan, Kapolri Timur Pradopo merasa tidak didahului. Padahal, seperti diketahui, pihak kepolisian adalah pihak yang pertama kali melakukan investigasi terhadap kasus penyerangan brutal empat tahanan Lapas Klas II B Cebongan, Sleman. \"Investigasi semua itu berangkatnya sama. Sekali lagi kita ini saling kerjasama. Itu intinya. Tidak ada itu saling mendahului,\" jelas Timur ketika ditemui usai Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden, kemarin. Di bagian lain, Menkopolhukam Djoko Suyanto menyatakan apresiasinya terhadap kinerja tim investigasi TNI yang berhasil mengungkap pelaku penyerangan di Lapas Cebongan. Djoko menekankan, hasil investigasi tersebut bisa menjadi titik awal untuk penyidikan-penyidikan selanjutnya. \"Apresiasi yang tinggi kepada KSAD dan tim investigasi yang telah bergerak cepat sesuai instruksi Presiden melalui Panglima TNI dan Kapolri. Ini baru babak awal yang harus terus dilakukan penyidikan-penyidikan yang lebih tajam sebelum diajukan ke Mahmil (Mahkamah Militer, red),\" katanya. Terpisah, Ketua Komnas HAM Siti Nur Laila menyatakan, pihaknya akan tetap menyelidiki kasus tersebut meski telah ada pengakuan dari sebelas anggota Kopassus Kartasura. Menurut dia, apa yang disampaikan Wadanpuspom TNI AD kemarin baru sebatas pengakuan belaka. Masih harus didukung dengan bukti-bukti yang kuat. Siti mengapresiasi langkah TNI AD yang mengumumkan pengakuan sebelas anggota Kopassus dalam penyerangan tersebut. \"Bukti-bukti penyerangan saat ini masih dianalisis oleh Mabes Polri. Begitu pula dengan sketsa wajah pelaku. Kita tunggu saja hasilnya,\" ujarnya saat dikonfirmasi kemarin. Menurut Siti, bisa saja orang yang mengaku itu memiliki maksud lain. Misalnya melindungi pelaku sebenarnya. \"Makanya tadi kan pihak TNI mengatakan ini baru awal,\" lanjut ibu tiga anak itu. Apakah sebelumnya Komnas HAM juga memiliki dugaan jika pelakunya anggota Kopassus, Siti enggan mengakuinya secara eksplisit. Namun, dia tidak menampik jika memang ada indikasi ke arah militer. \"Itu kenapa kami minta untuk koordinasi dengan kopassus secara langsung, tapi ternyata harus lewat Mabes TNI,\" tuturnya. Sejumlah indikasi yang dimiliki pihaknya saat itu masih memerlukan konfirmasi. Sehingga, dia tidak bisa memberikan kesimpulan apapun pada penyelidikan yang sedang dilakukan. Siti menegaskan, pihaknya masih akan menyelidiki kasus tersebut sampai tuntas. Terutama, untuk menyimpulkan apakah yang dilakukan para penyerang itu tergolong pelanggaran HAM biasa atau pelanggaran HAM berat. Kalau pelanggaran HAM biasa, bisa ke pengadilan militer. \"Namun, kalau tergolong pelanggaran HAM berat, kami rekomendasikan untuk menggunakan UU nomor 26 tahun 2.000 tentang Pengadilan HAM. Mereka sebaiknya diadili di sana,\" tutupnya. (byu/fal/ken)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: