Adu Kepentingan Menentukan Penguasa Blok Mahakam

Adu Kepentingan Menentukan Penguasa Blok Mahakam

Ragukan Kemampuan Pertamina Masa akhir kontrak pengelolaan blok migas Mahakam memang masih 2017. Namun, masa depan kepemilikan blok di Kalimantan Timur tersebut sudah menjadi polemik luas. Ada pihak dengan segala alasannya menginginkan perusahaan asing kembali \"berkuasa\", sementara di pihak lain menginginkan BUMN Pertamina yang tampil sebagai pengelola. Sejak ditemukan lima puluh tahun lalu, area produksi minyak dan gas tersebut menghabiskan lebih dari setengah cadangan minyak dan gas. Sejak 1970 hingga 2011, sekitar 50 persen (13,5 triliun kubik/tcf) cadangan telah dieksploitasi dengan pendapatan kotor sekitar USD 100. Cadangan yang tersisa saat ini sekitar 12,5 tcf dengan harga gas yang terus naik. Blok Mahakam berpotensi menghasilkan pendapatan kotor hingga USD 187 miliar. Kontrak blok Mahakam itu telah ditandatangani pada 31 Maret 1967 dan habis pada 31 Maret 1997. Sebelum Presiden Soeharto lengser, kontrak blok Mahakam diperpanjang selama 20 tahun lagi hingga berakhir pada 31 Maret 2017. Namun, pamor blok yang menjadikan Indonesia sebagai eksporter LNG terbesar selama 20 tahun itu tak juga redup. Seperti kembang desa, hak kelola blok migas tersebut masih diperebutkan perusahaan migas. Lebih tepatnya, antara perusahaan migas pelat merah PT Pertamina Indonesia dan kontraktor saat ini. Blok Mahakam saat ini dikelola dua perusahaan asing dengan pembagian saham masing-masing 50 persen. Yakni, Total EP Indonesie dari Prancis dan Inpex Corporation asal Jepang. Dua perusahaan tersebut mendapat total 15 persen atas hak operator dan biaya cost recovery yang biasanya 30 persen dari pendapatan negara. Tahun lalu misalnya, total nilai pendapatan dari blok Mahakam mencapai USD 11,23 miliar (Rp106 triliun). Di antara total pendapatan itu, Rp63 triliun masuk ke kantong pemerintah. Sementara itu, kontraktor memperoleh pendapatan Rp22 triliun dan cost recovery (pengembalian biaya operasional, red) Rp21 triliun. Hal itu dianggap beberapa pihak menguntungkan bagi kontraktor yang notabene pihak asing. Karena itulah, PT Pertamina mengusulkan untuk mengambil alih penuh hak kelola blok Mahakam. Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir menyatakan, pihaknya sangat siap mengambil alih blok Mahakam. \"Investasi untuk blok Mahakam sangat memungkinkan. Karena blok tersebut sudah berproduksi. Jadi, sudah pasti balik modal karena langsung ada pendapatan. Kalau mau pinjam pun gampang karena blok produksi bankable,\" ujarnya. Itu juga didukung pertumbuhan laba Pertamina. Menurut dia, laba Pertamina bakal mencapai Rp120 triliun pada 2018. Target tersebut dikalkulasi dari upaya akuisisi blok, termasuk blok luar negeri. Termasuk pengembangan bisnis Petrokimia. \"Target ini belum termasuk keuntungan jika usul pengolahan blok Mahakam diterima,\" tegasnya. Faktor optimisme lainnya, lanjut Ali, adalah capital expenditure (belanja modal, red) Pertamina yang selalu meningkat. Pada 2011, realisasi investasi Pertamina mencapai USD 2,4 miliar. Angka tersebut tumbuh 79 persen menjadi USD 4,3 miliar pada tahun berikutnya. \"Dan tahun ini kami menganggarkan USD 6,7 miliar untuk investasi. Jelas itu pertanda bagus,\" ungkapnya. Niat tersebut didukung penuh oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan. Setelah bertemu dengan Pertamina, Dahlan menyatakan yakin dengan usul tersebut. \"Saya sudah rapat dengan direksi Pertamina. Saya tanya sanggup atau tidak dan mereka bilang sanggup. Perkiraan labanya mencapai Rp15 triliun per tahun,\" ujarnya di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Rabu (3/4). Menurut dia, upaya tersebut juga bakal memperkuat kinerja Pertamina di persaingan global perusahaan migas. Dengan langkah itu, Pertamina bisa menyaingi perusahaan gas milik Malaysia, Petronas. \"Tapi, ini bukan soal pemutusan. Ini soal kontrak yang akan habis tiga tahun lagi. Diurus sekarang supaya tidak terlalu mepet,\" katanya. Apresiasi lain datang dari pengamat migas, Marwan Batubara. Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) itu mengatakan, keputusan pengambilalihan blok Mahakam untuk Pertamina sama sekali tak rumit. Sebab, pemegang kekuasaan adalah pemerintah. \"Kalau yang dipermasalahkan kesiapan Pertamina dalam mengoperasikan blok Mahakam, itu tak perlu diragukan. Secara finansial mereka sudah siap. Mendapatkan dana investasi pada lahan yang sudah berproduksi itu mudah. Apalagi, investasi juga akan kembali melalui cost recovery. Kalau teknologi, mereka juga bisa beli,\" ungkapnya kepada Jawa Pos (Radar Cirebon Group) kemarin (4/4). Soal potensi keuntungan, dia memastikan pendapatan dari cadangan di blok Mahakam. Dia merinci, cadangan blok Mahakam yang tersisa pada 2017 adalah 2 tcf gas bumi dan 100 juta barel minyak mentah. Dengan begitu, pendapatan kotor yang bisa diperoleh diprediksi USD 34 miliar. \"Namun, jika cadangan migas 2P dan 3P (potensi cadangan minyak yang belum terbukti, red) juga diperhitungkan, cadangan minyak dan gas masing-masing dapat mencapai 140 juta barel dan 7 tcf\". Berarti, nilai pendapatan kotor blok Mahakam dapat mencapai USD 98 miliar. Jika diasumsikan besarnya cost recovery 35 persen dan split minyak dan gas normal, potensi keuntungan yang diperoleh Pertamina mencapai USD 17,78 miliar atau sekitar Rp174 triliun. Orang boleh berhitung. Namun, nasib kontrak blok Mahakam yang dibumbui isu nasionalisme itu akan berujung di meja Menteri ESDM Jero Wacik. Bagaimana sikapnya? Menteri yang juga politikus senior tersebut mengatakan, pemerintah siap memberikan hak pengelolaan blok Mahakam kepada Pertamina. Namun ternyata syaratnya tidak mudah. \"Pertamina harus bisa meyakinkan pemerintah. Sebutkan (kemampuan) engineer-nya, yang senior berapa, (kemampuan) finance, teknologi. Jangan hanya lihat labanya (kalau dipercaya mengelola blok Mahakam,\" ujarnya saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian kemarin. Rupanya, Jero belum begitu yakin Pertamina mampu mengelola untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan laju produksi gas di blok Mahakam. Sebab, jika Pertamina dipercaya mengelola dan gagal sehingga produksi gas turun, yang rugi adalah negara. \"Kepentingan negara lebih penting dibanding Pertamina,\" katanya. Lantas, kapan pemerintah menentukan sikap? Menurut Jero, paling lambat, status blok Mahakam harus sudah diputuskan pada 2014 atau sebelum pemerintahan berganti setelah Pemilu 2014. \"Kita akan bereskan (pada periode pemerintahan, red) sekarang,\" ujarnya. KALAU SUDAH NIAT, ALASAN BISA DICARI Niat Pertamina untuk menjadi operator di blok migas Mahakam diragukan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Lembaga pengatur kegiatan hulu migas Indonesia tersebut menilai Pertamina masih belum siap sepenuhnya untuk mengelola blok Mahakam. Sekretaris SKK Migas Gde Pradnyana mengatakan, pihaknya sebenarnya tak menolak permohonan Pertamina. Namun, dia menilai Pertamina belum memiliki satu aspek penting dalam mengelola penuh sebuah blok migas. Yakni, kemampuan eksplorasi. \"Kalau masalah apakah Pertamina bisa memproduksi cadangan sebanyak 2 TCF, saya tidak ragu. Tapi, kalau hanya produksi sampai habis juga tidak bijak. Nah, apakah mereka bisa menemukan cadangan-cadangan baru di blok itu. Ahli sudah mengatakan, ada potensi 4-5 TCF di sana,\" ujarnya. Dia menegaskan, pernyataan tersebut disampaikan bukan untuk meremehkan Pertamina. Namun, dia mengaku eksplorasi memang cukup berisiko. \"Untuk setiap titik bor, perlu dana USD 10-20 juta. Sedangkan kemungkinan berhasilnya hanya 30 persen. Kalau Pertamina mencoba eksplorasi, apakah siap menerima kalau gagal?\" ungkapnya. Solusi terbaik, lanjut dia, adalah memberikan masa transisi kepada Pertamina untuk mengambil alih. Dengan opsi tersebut, Pertamina diyakini bisa belajar dan menambah pengalaman dalam melakukan eksplorasi. \"Kalau begitu, kemungkinan kerja sama antara Pertamina dan Total bisa terjalin. Itu bisa terjalin di mana saja,\" imbuhnya. Ketika dikonfirmasi kemarin (4/4), Vice Presiden Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir menilai alasan tersebut tak masuk akal. Pasalnya, Pertamina juga mempunyai prestasi tersendiri dalam eksplorasi. Misalnya, pengelolaan blok Offshore North West Java (ONWJ). Dia menyatakan, Pertamina berhasil meningkatkan produksi minyak menjadi 30 ribu barel per hari melalui eksplorasi. Itu berarti 10 ribu lebih tinggi daripada capaian pengelola sebelumnya. \"Kalau ada niat baik, untuk semua situasi pasti ada solusi. Tapi kalau memang tak ada niat, semua alasan bisa dicari-cari,\" ujarnya. (bil/owi/c6//c7/kim)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: