Perlu Bank Data Klasifikasi Miskin

Perlu Bank Data Klasifikasi Miskin

MAJALENGKA - Sekretaris Komisi IV DPRD Majalengka, Sudibyo BO menilai, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Majalengka mengalami fluktuasi. Data yang dimilikinya saat ini, penduduk miskin tersisa di 93.650 jiwa atau di bawah 9 persen dari jumlah penduduk di Kabupaten Majalengka sebanyak 1,2 juta jiwa. “Data terakhir katanya penduduk miskin tinggal 93 ribuan orang. Itu kategori penduduk miskin juga harus dilakukan pengelompokan terlebih dahulu sebagai bank data yang akurat. Sehingga, penanganan yang dilakukan pemerintah dapat terarah sesuai klasifikasi dan kategorinya. Karena beda kategori miskin, beda juga penanganannya,” kata Sudibyo. Menurutnya, selama ini penanganan kemiskinan yang dilakukan pemerintah tidak menunjukkan angka penurunan yang signifikan walaupun banyak organisasi perangkat daerah yang menangani. “Ini kemungkinan karena sebelumnya tidak ada klasifikasi dan kategori penduduk miskin dengan formulasi yang pas. Sehingga, walaupun banyak program dikucurkan belum optimal,” ujarnya Hal senada dikatakan Ketua Komisi IV DPRD Majalengka, Hamdi. Menurutnya, perlu klasifikasi agar penanganan kemiskinan bisa lebih jelas dan lebih fokus, penentuan ditetapkan berdasarkan hasil pendataan. “Hasil pendataan tersebut nantinya diharapkan dapat dihimpun menjadi sebuah bank data yang menjadi acuan bagi pemerintah dalam menggelontorkan program-program pemberantasan kemiskinan,” ujarnya. Hamdi mencontohkan, seseorang disebut miskin karena yang bersangkutan sudah jompo tidak ada keluarganya yang merawat. Maka, penangananya tidak akan sama dengan keluarga miskin yang tidak punya pekerjaan. “Jadi klasifiaksi kemiskinan juga harus jelas. Ada yang miskin karena jompo, miskin karena tidak memiliki pekerjaan dan keahlian dan masih usia produktif, miskin tapi punya keahlian dan talenta bisnis, miskin setelah usahanya bangkrut dan lain sebagainya,” ungkapnya. Dulu, menurut Hamdi, BKKBN memiliki indikator kemiskinan dan mebuat klasifiaksi dengan istilah Keluarga Pra Sejahtera (PraKS), keluarga sejahtera (KS) 1, KS 2, KS 3 hingga KS3 Plus dengan sejumlah indikatornya. Dengan cara demikian, menurutnya, penanganan kemiskinan akan lebih jelas. Hamdi mencontohkan, dalam penanganan keluarga jompo, tidak mungkin diberikan modal seperti menangani keluarga miskin yang masih produktif. Namun, mereka harus diberikan makan, mendapat tempat tinggal yang layak. Selama ini, kata Hamdi, penanganan kemiskinan dilakukan banyak OPD, namun tidak menunjukkan penurunan yang signifikan, selama dua tahun hanya turun kurang dari 2 persenan padahal anggaran yang dikucurkan sangat besar. “Bantuan langsung bagi keluarga miskin juga tidak sedikit, baik melalui pembangunan rumah tidak layak huni, bantuan modal usaha berupa uang, ternak hingga alat teknologi tepat guna,” pungkasnya. (azs)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: