Disebut Kementerian Pencetak Utang, Kemenkeu: Sangat Mencederai Perasaan yang Bekerja di Kementerian Keuangan

Disebut Kementerian Pencetak Utang, Kemenkeu: Sangat Mencederai Perasaan yang Bekerja di Kementerian Keuangan

Kementerian Keuangan membantah pernyataan calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto yang menyebut Menteri Keuangan sebagai menteri pencetak utang. Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi di Kemenkeu RI, Nufransa Wira Sakti mengatakan, utang sudah ada sejak tahun 1946 atau pada masa kemerdekaan. Saat itu, pemerintah sudah mengeluarkan surat utang negara yang disebut Pinjaman Nasional. Dari masa ke masa, kata Nufransa, setiap pemerintahan akan menggunakan APBN untuk menyejahterakan rakyat dan menjalankan program pembangunan. “Apa yang disampaikan oleh calon presiden Prabowo ‘Jangan lagi ada penyebutan Menteri Keuangan (Menkeu), melainkan diganti jadi Menteri Pencetak Utang’, sangat mencederai perasaan kami yang bekerja di Kementerian Keuangan,” kata Nufransa dalam keterangan tertulisnya, Minggu (27/1/2019). Dia menambahkan, pengelolaan utang tidak asal-asalan. Sudah diatur dalam undang-undang dan pengajuannya harus melalui persetujuan DPR, dibahas secara mendalam dan teliti. “Kami jajaran Kemenkeu, bukan kementerian pencetak utang, mayoritas adalah generasi milenial. Bekerja dan bertanggung jawab secara profesional dan selalu menjaga integritas,” ujar dia. Utang, kata dia, bagian dari pembiayaan yang merupakan bagian dari kebijakan fiskal (APBN). Menurutnya, kebijakan fiskal dan APBN adalah alat untuk menjaga perekonomian dan alat untuk memakmurkan rakyat dan mencapai tujuan bernegara. Nufransa juga mengatakan, pengelolaan dan kredibilitas APBN dan utang juga dinilai oleh lembaga rating dunia yang membandingkan utang dan kualitas kesehatan keuangan negara secara konsisten. Indonesia, lanjutnya, termasuk dalam kategori investment grade oleh lembaga rating Moodys, Fitch, S&P, RNI dan Japan Credit Rating Agency. “Kemenkeu adalah sebuah institusi negara yang penamaan, tugas dan fungsinya diatur oleh undang-undang. Siapa pun tidak sepantasnya melakukan penghinaan atau mengolok-olok nama sebuah institusi negara yang dilindungi oleh undang-undang, apalagi seorang calon presiden,” ungkap dia. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: