Sampah Berserakan, Pemdes Jamblang Dinilai Angkat Tangan
CIREBON-Ceceran dan bau khas sampah, tercium beberapa meter sebelum melintas tempat pembuangan sampah (TPS) di Blok Karanganyar Desa/Kecamatan Jamblang, Kabupaten Cirebon. Iuran bulanan yang biasa dilakukan, tidak lagi berjalan. Tidak memberikan solusi, pemdes dinilai angkat tangan. Pantuan di lapangan, TPS tersebut lokasinya berdekatan dengan pemukiman warga. Setiap harinya, terlebih pasca hujan turun, bau tidak sedap banyak dikeluhkan warga sekitar. Bahkan, menurut informasi yang dihimpun wartawan koran ini, pertengahan tahun 2018, iuran untuk operasional sampah, pernah di inisiasi pemuda setempat. Jumlahnya Rp300 ribu, untuk satu kali angkutan truk sampah menuju tempat pembuangan akhir (TPA). Namun, hal itu tidak berlangsung hingga sekarang. Dengan berbagai alasan, seperti tidak membuang sampah di TPS tersebut hingga mempertanyakan penggunaan anggaran dana desa, beberapa diantara warga enggan lagi memberikan iuran. Akibatnya, pengangkutan sampah terhenti. Semakin hari, TPS tidak lagi dapat menampung volume sampah yang semakin meluber ke jalan. Ketua RT 01 Darsono mengatakan, solusi penanganan sampah belum dapat dipastikan. Dikatakan Darsonp, sebelumnya penanganan sampah dilakukan dengan cara diangkut menggunakan truk sampah. Dananya, dari iuran warga secara sukarela. “Setiap bulan, warga memberikan iuran sebesar Rp5 ribu hingga Rp 10 ribu,” ungkapnya. Diakui Darsono, solusinya belum jelas. “Dari desa pengennya warganya aktif, sementara dari warganya gak kompak. Ada yang mau ada yang tidak. Jadi pemuda disini yang sebelumnya menyewa angkutan sampah, tidak lagi berjalan. Karena dananya tidak ada,” jelasnya, kemarin. Salah satu pemuda sekitar, Dedi menuturkan, dengan berbagai alasan warga enggan lagi memberikan iuran yang sebelumnya telah berjalan. Dedi menyebutkan, salah satu alasan warga adalah tidak lagi membuang di TPS tersebut, meminta pemuda aktif mengambil sampah di masing-masing rumah warga, hingga mempertanyakan anggaran desa yang menurut mereka dapat digunakan untuk penanganan sampah tersebut. “Kuwu angkat tangan, tidak ada sikap. Sebetulnya dari dinas sudah siap menyewakan dengan biaya Rp300 ribu per satu kali angkutan menuju TPA, dengan 4 kali angkutan dalam satu bulan. Tetapi tidak ada yang tanda tangan kontrak tersebut,” terang Dedi. Dirinya juga berharap agar masyarakat secara sadar dan bersama-sama menangani masalah sampah yang terus menerus menumpuk. Terlebih, ia juga menunggu peran pemerintah desa dalam menyikapi masalah tersebut. Sementara itu, warga yang rumahnya paling berdekatan dengan TPS, Hendi (52) menuturkan, bau menyengat TPS selalu menghinggapinya setiap hari. Dirinya menyebut, kondisi yang ada sudah lama dibiarkan. Hendi berharap peran aktif pemerintah desa dalam penanganan masalah sampah. (ade)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: