Dari Gunung Bongkok: Menelisik Maja dan Majalengka Tempo Dulu (1)

Dari Gunung Bongkok: Menelisik Maja dan Majalengka Tempo Dulu (1)

Gunung Bongkok kadang kala disebut juga Gunung Sela, karena bentuknya seperti sela (sadel, pelana) kuda. Dalam salah satu peta Belanda, memang namanya bukan Gunung Bongkok, tapi Gunung Sela. Disebut Bongkok karena seperti orang yang bungkuk (bongkok–Sunda). Di dekat gunung tersebut (Gunung Wangi) konon dimakamkan bupati pertama, Raden Aria Dendanegara. Keberadaan Kabupaten Maja yang ibu kotanya di Maja itu tidak banyak bukti peninggalan sejarahnya, selain peta dan beberapa lokasi (foto diatas) yang menyebut itu ada di Maja (Kabupaten–karena tidak berada di Kecamatan apalagi desa Maja).         Yang paling meyakinkan hanya Alun-alun kota Maja sebagai ibu kota Kabupaten Maja,  jika dilihat dari arah Kantor Kabupaten menghadap ke utara, tampak Gunung Bongkok, bagian dari gunung Ciremay atau Careme), yang berada di wilayah Kecamatan Argapura (pecahan dari Kecamatan Maja), Kabupaten Majalengka. Dalam foto tersebut ada sudut pandang khas, yaitu bentuk Gunung Bongkok (Gunung Sela) yang sangat amat spesifik. Jalan arah ke kiri ke Masjid Maja, dalam literatur Belanda tertera sebagai berpintu khas, banyak pedati itu jalan kecil ke kiri ke arah bukit pemakaman, ke kanan akan bertemu lagi dengan jalan raya, di jalan ini tinggal keluarga Yogi S. Memet (mantan Guberbnur Jawa Barat/Mendagri, dan Tuti Hayati Anwar (mantan bupati Majalengka). Bupati Kabupaten Maja (sampai berubah jadi Majalengka) adalah Raden Tumenggung Dendanegara (1819-1848), yang dipercaya makamnya ada di Gunung Wangi yang oleh penduduk setempat diberi nama  Dalem Kiyai. Jalan raya utama Maja -Cirebon adalah jalan raya Maja (kantor bupati), ke utara, berbelok ke kanan melewati jembatan Cirungkut (Cibuni, Cigede–kata orang Babakan Jawa Maja) melewati Blok Saptu terus ke Cileungsi Paniis, Cicalung, Ciomas, Padahanten, Sukahaji, Rajagaluh, Leuwimunding, Banjaran, Palimanan, Plumbon, Cirebon). Jadi jalan itu akan cocok diberi nama Jalan Raden Tumenggung Dendanegara. Tidak banyak yang diketahui tentang Maja (atau Kabupaten Maja) tempo dulu. radarcirebon.com dalam penelusuran harus menggunakan istilah Kabupaten Maja karena foto-foto yang terlacak dari koleksi Tropenmuseum ini tidak seluruhnya  dikenal ada di Maja (desa) atau Maja (kecamatan– sebelum dipecah dua menjadi Maja dan Argapura). Diduga ibu kota Kabupaten Maja itu ada di Maja. Lihat peta Kabupaten atau Regenschaft Madja. Sesuai peta, hanya ada dua pilihan untuk disebut ibu kota: Maja atau Talaga. Maja lebih rasional: Nama kabupatennya Maja, ibu kotanya juga Maja. Bengawan Wetan selanjutnya tampaknya bergabung jadi Maja, sementara Indramayu mulai masuk ke dalam Karesidenan Cirebon (lebih tepat Bengawan Wetan yang ada di utara Cirebon sekitar Gegesik –bukan Palimanan, jadi Indramayu atau Cirebon–lihat peta berikutnya).                 Peta Kabupaten Maja Batas utara postweg (jalan raya) Karangsambung-Jamblang), batas timur garis membelah Ciremay (Jamblang-Talaga), batas selatan garis di bawah Talaga, batas barat garis tebal perbatasan Karesidenan Cirebon dan kabupaten Sumedang.  Ada dua nama kota di dalamnya: Maja dan Talaga Perubahan Nama Maja Menjadi Majalengka Mulai 11 Februari 1840 nama Kabupaten Maja diubah menjadi Majalengka. Besluitnya berbunyi: Verandering van den naam van het regentschap Madja (residentie Cheribon), alsmede van den zetel van hetzelve, thans genaamd Sindang-Kassie, in dien van Madja-Lengka. “Verandering” [perubahan] “van de naam” [nama] “van het regentschap Madja (residentie Cheribon)” [keregenan/kabupaten Madja (karesidenan Cirebon)], “alsmede” [sekaligus juga] “van den zetel van hetzelve” [tempat kedudukannya/ibu kotanya yang baru], “thans genaamd Sindang-Kassie” [yang saat sekarang ini bernama Sidangkasih],” in dien van Madja-Lengka” [untuk selanjutnya (diberi nama) Majalengka). Ibu kota,  yang dalam bahasa besluit disebut “tempat kedudukannya” (den zetel van hetzelve), yaitu kedudukan keregenan atau pemerintahan Kabupaten Majalengka yang “sekarang ini” (bahasa Belandanya “thans,” alias pada saat itu) bernama Sindangkasih [“thans genaamd Sindangkassie“) diubah nama juga menjadi  Majalengka. (bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: