Gatot Blak-Blakan soal Sunjaya lewat Sidang Pleidoi

Gatot Blak-Blakan soal Sunjaya lewat Sidang Pleidoi

BANDUNG - Gatot Rachmanto kembali duduk di kursi sidang. Kemarin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Bandung, ia menyampaikan pleidoi atau pembelaan atas tuntutan jaksa. Pada kesempatan pleidoi itulah, Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Cirebon nonaktif tersebut membuka banyak hal terkait mutasi di lingkungan Pemkab Cirebon di era kepempinan Sunjaya. Pleidoi Gatot, secara panjang lebar dibacakan pengacaranya, Maman Budiman. Maman menjelaskan, sebagai ASN yang sudah berkarir lebih dari 24 tahun, Gatot mengalami keresahan mengenai jenjang karir. Gatot lalu menyampaikan keresahannya itu kepada Kepala Dinas PUPR Kabupaten Cirebon, Avip Suherdian, tepatnya Agustus 2018. Dalam pleidoi terungkap bahwa Gatot ternyata sudah mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Pimpinan (Diklatpim) untuk eselon III pada 2015. Namun ironis, selama 11 tahun terakhir tidak mengalami perkembangan karir sebagaimana mestinya. “Keresahan yang terdakwa ungkapkan ke Kepala Dinas PUPR Kabupaten Cirebon Ir Avip Suherdian bukan dalam konteks meminta. Tapi lebih kepada mempertanyakan posisi terdakwa selaku bawahan kepada atasan. Sesuatu yang wajar dan manusiawi,” ujar Maman. Terlebih, banyak sekali keanehan promosi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Cirebon. Misalnya, banyak junior atau mereka yang secara kualifikasi di bawah Gatot, tapi memiliki karir begitu cemerlang. “Sementara terdakwa sesuai dengan keterangan para saksi, merupakan ASN yang memiliki kualifikasi, baik dari segi kemampuan, keahlian, dan pendidikan. Serta sudah lama mengabdi. Malah tersendat karirnya,” lanjutnya. Kemudian dalam pleidoi Gatot, lanjut Maman, Avip cukup mengerti dan tahu betul akan kualifikasi serta dedikasi anak buahnya tersebut. Akhirnya, hal tersebut disampaikan kepada Sunjaya selaku bupati. Dari situ, lalu secara resmi mengusulkan Gatot sebagai Sekretaris Dinas PUPR Cirebon melalui surat No 800/2124/Sekr yang ditujukan kepada BKPSDM Kabupaten Cirebon dengan tembusan bupati. “Sunjaya Purwadisastra selaku Bupati Cirebon mengetahui tembusan surat tersebut tidak keberatan dan menyetujui. Meskipun dalam kondisi tersebut, Sunjaya memberi isyarat kepada Avip agar terdakwa memiliki loyalitas dan suatu isyarat penekanan agar terdakwa harus paham dengan pengangkatannya,” jelas Maman lagi. Sampai akhirnya, pada 2 Oktober 2018 secara definitif Gatot dilantik sebagai Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Cirebon dengan SK Bupati Cirebon 821.23/Kep.238/BKPSDM/2018. Kemudian pada 19 Oktober 2018, Gatot dipanggil Avip guna menyampaikan pesan Sunjaya. Gatot diminta menghadap bupati dan menyerahkan uang terima kasih atas pelantikan tersebut. “Terdakwa sebagai bawahan tentu menyanggupi, meski dengan segudang tanda tanya tentang rumors yang beredar apakah benar atau tidak,” terang Maman. Bahkan, sampai 22 Oktober 2018 Gatot sebenarnya masih tidak mengindahkan keinginan Sunjaya melalui Avip. Sampai-sampai, ungkap Maman, Gatot dihubungi langsung Sunjaya Purwadisastra melalui sambungan telepon, namun tidak diangkat Gatot. Baru pada sore harinya, Gatot menelepon balik Sunjaya Purwadisastra. Dalam percakapan telepon, Sunjaya langsung menyatakan; Nanti yang itu dititipkan ke Deni aja ya. “Mendengar pernyataan itu, terdakwa memahami ‘yang itu’ adalah uang sebagaimana rumors yang beredar. Karena sebelumnya tidak pernah ada pertemuan atau komunikasi apa pun antara terdakwa dan Sunjaya, selain yang Gatot dengar dari Avip Suherdian pada 19 Oktober 2018 silam,” ungkap Maman. Pada 23 Oktober 2018, berdasarkan fakta persidangan, Gatot berkomunikasi dengan Deni Syafrudin yang tak lain ajudan Sunjaya. “Pada pukul 13.00 WIB, Deni bertemu dengan terdakwa di ruang kerjanya dan dititipkanlah uang sebesar Rp 100 juta untuk Sunjaya melalui Deni Syafrudin,” tambah Maman. Selain fakta hukum mengenai kronologi pemberian uang, Maman dalam nota pembelaan itu mengatakan bahwa proses persidangan ditemukan fakta permintaan uang oleh Sunjaya adalah mutlak. “Bagi ASN di lingkungan Pemkab Cirebon, permintaan uang oleh Sunjaya sebagai seorang kepala daerah mempunyai daya paksa,” tandas Maman. Hal tersebut, lanjutnya, diterangkan keterangan saksi Yayat Ruhiyat dan Rahmat Sutrisno yang notabene mantan dan ketua Baperjakat. “Para saksi mengatakan Bupati Sunjaya ikut dalam rapat tim Baperjakat, bahkan ikut menentukan siapa-siapa yang akan dipromosikan. Ini menunjukkan, kekuasaan dan kekuatan Sunjaya sangat besar dan memiliki daya paksa,” lanjutnya. Bahkan, saksi Yayat Ruhiyat sebagai mantan Sekda Kabupaten Cirebon, juga menyatakan mengetahui jika tim Baperjakat tidak berjalan sebagaimana fungsinya dan hanya formalitas saja. “Mutasi dan rotasi jabatan diatur sepenuhnya oleh bupati dan kepala BKPSDM tanpa melihat kinerja, hanya berdasarkan selera suka dan tidak suka,” imbuh Maman. Daya paksa dan konsekeunsi juga bisa diketahui melalui bukti surat tulisan tangan Sunjaya. Dalam sidang diperlihatkan jaksa kepada majelis hakim dengan judul; orang-orang yang tidak mau memenuhi kewajibannya. Tulisan itu berisi daftar nama-nama pejabat ASN Kabupaten Cirebon beserta perhitungan nominal yang seharusnya diterima Sunjaya dari orang-orang tersebut. Paling penting, tegas Maman, selama persidangan dan berdasarkan bukti serta keterangan saksi yang dihadirkan hanya menerangkan fakta dugaan kejahatan Sunjaya tanpa ada kaitan dengan Gatot. Bahkan, tidak ada bukti yang menunjukkan jika Gatot pernah menjanjikan pemberian sejumlah uang kepada Sunjaya. Terlebih, lanjutnya, seluruh saksi yang berasal dari ASN tidak ada yang membantah adanya pungutan uang Sunjaya. Oleh sebab itu, dia berharap majelis hakim dapat memberikan putusan yang adil. “Maka, cukup beralasan jika kami selaku penasehat hukum atas nama terdakwa Gatot Rachmanto memohon agar kiranya majelis hakim yang mulia memberikan putusan yang seringan-ringannya dan seadil-adilnya,” harapnya. Pantauan Radar Cirebon, usai sidang Gatot dikelilingi banyak kerabat dan sahabat. Mereka selalu hadir memberikan dukungan selama proses persidangan. Gatot sendiri dijadwalkan menjalani sidang putusan atau vonis pada Rabu pekan mendatang (20/2). Pada sidang Rabu lalu (6/2), Gatot dituntut Jaksa KPK dengan tuntutan kurungan penjara selama 1 tahun 6 bulan penjara atau 1,5 tahun, ditambah denda Rp 100 juta subsider 4 bulan. Ia merupakan terdakwa pemberi suap kepada Sunjaya Purwadisastra terkait kasus jual beli jabatan. “Menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang diatur Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Pemberantasan Tipikor. Memohon majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan dikurangi selama ditahan dengan perintah tetap ditahan dan menjatuhkan pidana denda Rp 100 juta subsider 4 bulan,” kata jaksa KPK lainnya, Iskandar Marwanto di Ruang Sidang III Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Rabu (6/2). (jun)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: