Gerbang Rahasia Kurang Menjual, Ada Konsekuensi

Gerbang Rahasia Kurang Menjual, Ada Konsekuensi

CIREBONThe Gate of Secret, sudah tetapkan melalui surat keputusan walikota. Yang ditandatangani tepat sebelum helatan Cirebon Xpose. Yang ternyata ditetapkan bukan lewat pembahasan. Kronolgi penggunaan tagline gerbang rahasia ini diungkapkan Staf Ahli Walikota Bidang Politik Drs Abidin Aslich. Disebutkan dalam wawancara dengan koran ini, tagline The Gate of Secret masuk dalam usulan pada Desember 2018. “Pak Iing (kepala DKIS) datang ke saya. Menanyakan tagline itu. Saya kasih ke beliau dan disetujui walikota,” ujarnya kepada Radar Cirebon. Dari rentang waktu ini, bisa dikatakan The Gate of Secret memang tak masuk dalam pembahasan. Sebab di medio Januari, yang mengemuka ke publik. Juga dibahas dalam beberapa rapat adalah City of Pilgrimage. Seperti yang tercantum di Road Map Pariwisata Kota Cirebon. Munculnya tagline ini akhirnya mengundang banyak mempertanyakan. Ketua Dewan Kesenian Cirebon Akbarudin Sucipto M IKom menangkap kesan tagline ini “daur ulang”, karena pernah dipakai di era Abidin Aslich menjabat kepala Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Disporbudpar). “Untuk branding pariwisata tagline itu sudah tidak layak,” kata. Dari kesan yang ditangkap, penggunaan The Gate of Secret sebagai city branding tidak menunjukan kesan postif. Dari kacamata dirinya, tagline gerbang rahasia justru menimbulkan asumsi, dan seolah-oleh ada yang disembunyikan dari Kota Cirebon. Sehingga ini tidak lagi relevan di era keterbukaan informasi. “Kalau menurut saya pribadi sih kurang layak. Hal-hal (rahasia) semacam itu sudah tidak menjual lagi,” katanya. Menurutnya, fenomena atau kerja kultural yang belum terungkap, menjadi kewajiban masyarakat Cirebon untuk mengungkapkannya. Tetapi pariwisata sekarang semestinya menyongsong masa depan. Di mana pengembangannya berangkat dari apa yang sudah menjadi realitas. Salah satunya yang menjadi realitas adalah bahwa Kota Cirebon telah teruji  selama ratusan tahun dari berbagai konflik rasial. Selain itu, dilihat dari pola interaksi antar etnis dalam melakukan proses akulturasi juga bukan lagi sebagai retorika. Tetapi telah menyatu dan dibuktikan dalam bentuk kesenian, kuliner, ornamen bangunan, dan sebagainya. “Kita harus berani mengklaim sebagai Harmoni of Indonesia. Seperti halnya Solo dengan Spirit of Java atau Sumedang dengan Puser Budaya Sunda,” tambahnya. Lanjut akbar, dalam proses pemilihan The Gate of Secret sebagai city branding dilakukan tahun 2010. Dan memang benar tim perumusnya 20 orang. Dan dirinya merupakan salah satu yang terlibat. Menurutnya saat itu The Gate of Secret menjadi spirit sebagai pintu masuk untuk menggali khasanah Cirebon lebih dalam. Terkait penggunaannya saat ini, tentu perlu dilakukan kajian terlebih dahulu. Apakah konteksnya masih sesuai? Kendati demikian, Akbarudin menghormati keputusan yang diambil walikota. Apabila merasa The Gate of Secret sesuai dengan visi misi walikota dan wakil walikota. Ia pun meminta agar tagline ini tidak sekadar dipakai sebagai alat jualan. Pemkot memiliki konsekuensi. Ada pekerjaan rumah yang mesti diemban yakni serius dalam menggali potensi kebudayaan dan pariwisata. Termasuk mengalokasikan APBD untuk kebudayaan dan pariwisata. ”Ini ironis yah. PAD terbesar Kota Cirebon datang dari sektor pariwisata. Tapi perhatian pemerintah untuk kebudayaan dari sisi anggaran masih terlalu kecil,” tandasnya. (awr)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: