Belasan Tahun Tak Digaji, TKW Asal Tengahtani Hilang Kontak

Belasan Tahun Tak Digaji, TKW Asal Tengahtani Hilang Kontak

CIREBON-Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Desa Dawuan, Blok Truag, Kecamatan Tengahtani, Turini Fatmah (44), kerap mendapat perlakuan tidak menyenangkan oleh majikan. Tidak digaji selama belasan tahun dan tetap dipaksa kerja saat sakit. Itulah kabar terakhir yang diterima pihak keluarga. Turini merupakan seorang tenaga kerja wanita (TKW) yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Riyadh Arab Saudi. Sudah lebih dari 20 tahun Turini mencari nafkah bagi keluarga. Tepatnya sejak 1998. Tidak diperkenankan membawa alat komunikasi oleh majikan, Turini dan keluarga di kampung halaman, hanya bertukar kabar melalui secarik surat yang dikirim melalui jasa pengiriman. Namun, surat yang bertuliskan kalimat penyesalan dan penderitaan batin yang diterima pihak keluarga November 2012 lalu, menjadi kabar terakhir yang tidak diharapkan. “Baru kemarin tanggal 8 Maret 2019 ada kabar melalui Messenger (aplikasi pesan instan, red). Di sana kondisinya memprihatinkan dan disekap majikan. Kata ibu, setiap bulan juga nggak pernah digaji,” ujar Diah Ardikasari (28), anak pertama Turini saat ditemui di kediamannya, Desa Dawuan, Blok Truag, Kecamatan Tengahtani, (13/3). Turini memiliki dua anak. Anak pertamanya Diah dan anak keduanya Menda (26). Kedua anaknya bekerja membantu sang ayah yang membuka usaha rumah makan di kawasan bukit Gronggong, Cirebon. Lebih lanjut Diah menceritakan, saat memberi kabar melalui Messenger, sang ibu meminjam ponsel milik rekan kerjanya asal Filipina dan dilakukan secara diam-diam, karena dikhawatirkan diketahui oleh sang majikan. Sejak pertama kali bekerja di luar negeri tahun 1998, kata Diah, Turini hanya mentransfer uang kepada keluarganya di Cirebon sebanyak tiga kali, dengan jumlah keseluruhan sekitar Rp20 juta. Pada tahun 2017, pihak keluarga juga mengaku sudah meminta bantuan kepada Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) di Jakarta. Dengan alasan data yang diberikan kurang lengkap, hingga kini kepulangan ibunda masih terkatung-katung tanpa kepastian. Diah mengatakan, pernah menyarankan sang ibu untuk keluar dari rumah dan meminta pertolongan kepada aparat keamanan setempat. “Kalau misalkan kabur pun, mustahil karena saya takut dibunuh sama majikan. Bilangnya gitu,” tuturnya menceritakan kecemasan sang ibu. Lanjutnya, Turini juga pernah meminta pihak keluarga untuk menyampaikannya kegelisannya kepada media. Dengan harapan, dapat didengar dan diketahui oleh pemerintah Indonesia. Sehingga, dapat memberikan bantuan untuk kepulangannya dan kembali ke Indonesia. Sementara itu, suami Turini, Samsudin (49) menuturkan, terakhir kali dirinya berkomunikasi dengan sang istri, mengabarkan bahwa Turini selalu ingin kembali pulang ke Indonesia. “Dia (Turini) minta pulang dan nangis-nangis terus. Kalau dari sini kirim surat itu balik lagi, gak pernah sampai ke sana. Sudah 7 kali kirim surat. Dengan alasan kalau istri saya memang nggak ada di alamat yang dituju,” paparnya. Pada saat pemberangkatan, Turini menggunakan jasa PT Bhayangkara Indah yang beralamat di Jakarta Timur. Namun, saat dua tahun sejak pertama kali pemberangkatan sang istri bekerja di luar negeri tahun 1998, penyalur jasa tersebut telah tutup. Begitu juga dengan penyalurnya yang pertama kali menawarkan, bahwa dikabarkan telah meninggal dunia. “Keluhan-keluhannya seperti tidur sehari cuma 2 jam. Lagi sakit juga tetap disuruh kerja. Intinya, dia (Turini) pengen cepat pulang ke Indonesia, berkumpul dengan keluarga. Katanya juga selalu diawasin dan ditempatin semacam di gudang. Dikasih makan jarang. Kalau sakit pun tetap disuruh kerja,” paparnya. (ade)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: