3 Terdakwa Diberhentikan
Sifatnya Sementara, Terima Gaji Pokok, Tunjangan Jabatan Distop KESAMBI- Tiga terdakwa kasus korupsi dana Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), sudah diberhentikan secara sementara dari IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Namun ke depan ketiganya bisa saja diberhentikan dari statusnya sebagai PNS atas keputusan tim Inspektorat. Kabag Umum IAIN Syekh Nurjati Drs H Sa\'dullah MM mengatakan, sampai saat ini pihak rektorat belum mendapatkan surat keputusan pengadilan atas tiga orang terdakwa. \"Tugas kita hanya melaporkan, keputusan diberhentikan atau tidak, itu menjadi kewenagan Inspektorat,\" katanya kepada Radar, Senin (22/4). Ia mengaku, sampai saat ini belum menerima bukti fisik surat keputusan Pengadilan Tipikor Bandung atas perkara ini. Jika sudah ada suratnya, rektorat akan mengkaji untuk dilaporan ke Inspektorat. Berdasarkan PP No 4/1966 tentang Pemberhentian/Pemberhentian Sementara, semua terdakwa kasus korupsi dana Ikoma IAIN Syekh Nurjati diberhentikan sementara dari fungsi dan aktivitasnya sebagai PNS. Adung- begitu ia disapa, menambahkan, aturan pemberhentian sementara tersebut menyelamatkan terdakwa dari pemberhentian secara tak hormat. \"Selama ini orang menganggap IAIN tega telah memberhentikan sementara para tersangka kasus korupsi. Padahal aturan ini justru menyelamatkan karir mereka. Karena berdasarkan PP 53/2010 tentang Disiplin PNS, disebutkan bahwa bila seorang PNS tidak masuk selama 46 hari berturut turut tanpa keterangan, maka akan diberhentikan secara tidak hormat,\" ucapnya. Adung menambahkan, para tersangka dan terdakwa masih diberikan gaji pokok dan tunjangan. Hanya saja untuk tunjangan jabatan tidak diberikan, sedangkan gaji pokok hanya diberikan 50 % untuk yang sudah terbukti, dan 75 % dari gaji pokok yang diterima terakhir untuk yang masih dalam masa tersangka. Potongan ini diberlakukan di bulan berikutnya setelah mereka tersangkut kasus, dan penetapan terdakwa dari pengadialan. Sebagai lembaga, lanjut Adung, IAIN telah memberikan bantuan dan pendampingan hukum. Namun itu juga diserahkan kepada pribadi masing-masing, apakah mau menggunakan bantuan hukum dari lembaga atau hanya memakai pengacara pribadi. \"Itu terserah mereka, kembali ke pribadi masing-masing\" katanya. Bila tidak terbukti, kata Adung, pihak kampus akan menyambut baik kehadiran mereka kembali. \"Karena mereka semua kan teman kita,\" sambungnya. Sementara itu, kasus ini mendapat tanggapan beragam dari kalangan mahasiswa. Ada yang tidak tahu sama sekali, ada juga yang menolak kembalinya para terdakwa bila selesai masa tahanan. Salah satunya Sauqi. Mahasiswa Tafsir Hadits semester 4 ini mengatakan, bahwa ia tak begitu tahu persis tentang kasus korupsi di IAIN. Namun, ia berharap, agar pihak kampus lebih jujur dan transparan dalam mengelola keuangan kampus. Sedangkan Mulyanto, mahasiswa jurusan Ekonomi Perbankan Islam, bila sudah terbukti meyelewengkan dana Ikoma, maka hukum harus ditegakkan seadil-adilnya. \"Secara pribadi saya memaafkan tindakan tersebut sebagai sebuah kesalahan. Namun secara institusi saya menolak bila mereka kembali ke kampus, karena sudah kehilangan kepercayaan. Bisa jadi nanti bisa timbul kecurigaan-kecurigaan lain,\" katanya. SIDANG DITUNDA Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Cirebon Acep Sudarman SH MH melalui Kasi Pidsus Hadiman SH mengatakan, majelis hakim menunda putusan sela yang sedianya dibacakan pada Senin (22/4). Menurutnya, panitera Pengadilan Tipikor Bandung sedang mengikuti seminar wajib di Mahkamah Agung Jakarta. Sehingga, sidang ditunda hingga Senin minggu depan. “Saya sedang ada di Pengadilan Tipikor Bandung, sidang ditunda,” jawab Hadiman saat ditanya hasil putusan sela. Seperti diketahui, tiga terdakwa korupsi dana Ikoma dan PNBP IAIN Syekh Nurjati Cirebon mengajukan putusan sela di Pengadilan Tipikor Bandung. Putusan sela, kata Hadiman, jika majelis menganggap eksepsi terdakwa melalui pengacaranya benar, majelis hakim bisa memutuskan ketiga terdakwa bebas demi hukum. Tapi jika majelis hakim memutuskan sebaliknya, proses persidangan akan dilanjutkan hingga adanya putusan akhir. Ketiga terdakwa yang dimaksud adalah Drs Abdul Karim selaku kepala Bagian Administrasi, Adib Purnawan SAg selaku kaur Perencanaan Program Keuangan, dan Mohamad Ridwan selaku bendahara Pengeluaran. Ketiganya dari IAIN Syekh Nurjati Cirebon periode 2007-2009. Kasus ini naik ke persidangan setelah Penyidik Polres Cirebon Kota menyerahkan berkas acara pemeriksaan (BAP) ketiganya sejak Februari 2013 lalu. Sementara pengamat hukum pidana, Sigit Gunawan SH MKn mengatakan, putusan sela merupakan putusan yang belum menyinggung mengenai pokok perkara yang terdapat pada dakwaan. Dalam hal ini berkaitan dengan satu peristiwa. Diterangkan, putusan sela diajukan jika terdakwa atau penasihat hukumnya mengajukan suatu keberatan atas dasar pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya, atau atas dasar dakwaan tidak dapat diterima, atau surat dakwaan harus dibatalkan. Dalam hukum acara pidana, putusan sela diatur pada pasal 156 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sehubungan dengan hal tersebut, kedudukan putusan sela berada pada tingkat pertama. Sigit melanjutkan, jika dalam hal ini hakim menerima keberatan terdakwa atau penasihat hukumnya atas salah satu materi mengenai pengadilan, maka perkara dianggap batal demi hukum. Diterangkan, yang dimaksud materi mengenai pengadilan adalah tidak berwenangnya pengadilan, dakwaan tidak dapat diterima, atau surat dakwaan harus dibatalkan. Jika itu terjadi, maka dakwaan tersebut tidak akan diperiksa lebih lanjut oleh pengadilan. Sebaliknya, jika hakim menyatakan menolak keberatan terdakwa atau penasihat hukumnya atas salah satu materi yang diajukan, maka dakwaan tersebut akan dilanjutkan. Sigit menjelaskan, penasihat hukum atau terdakwa biasanya mengajukan keberatan atas surat dakwaan JPU. Terkadang, mereka sudah masuk pada substansi materi perkara. Sehingga, hakim menolak atas keberatan yang diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukumnya. (jml/ysf)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: