Anggap Uang Ikoma Bukan Milik Negara

Anggap Uang Ikoma Bukan Milik Negara

KEJAKSAN– Pengacara terdakwa dugaan korupsi di tubuh IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Hermanto SH MH, mencoba memberikan gambaran terkait kasus yang dialami kliennya. Hermanto menilai, dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) tidak jelas. Selain itu, uang yang oleh JPU disebut dikorupsi, yakni uang Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma), bukan milik negara. Dia mengakui telah mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan JPU. Pada pokok keberatan yang disampaikan, dakwaan JPU dianggap tidak cermat dan tidak jelas. “Kami menginginkan majelis hakim menyatakan dakwaan batal demi hukum,” terangnya kepada Radar melalui sambungan telepon dari Bandung, Selasa (23/4). Selain itu, lanjut Hermanto, ketiga kliennya tidak bersalah. Sebab, ketiga terdakwa tersebut telah melaksanakan tugas dan fungsi jabatannya sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku. Menurutnya, dugaan kerugian negara yang dimaksud JPU, sama sekali tidak berhubungan dengan ketiga kliennya. Karena, secara administrasi laporan seluruhnya telah sesuai dengan nilai pagu definitif. Termasuk salah satu kliennya, Mohamad Ridwan, tidak pernah memberikan dana talangan yang disebutkan JPU. Hal itu bisa dibuktikan dengan adanya seluruh pengeluaran telah sesuai anggaran DIPA yang ada. Termasuk pula, kata Hermanto, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. “Semua laporan itu telah diterima oleh pihak yang berwenang. Artinya, di sini tidak ada masalah yang dituduhkan,” tukasnya. Pria asal Cirebon itu berharap, eksepsi yang diajukan tiga kliennya dapat dikabulkan seluruhnya oleh majelis hakim. Hermanto mendasarkan, eksepsi dalam putusan sela atas dakwaan JPU tidak cermat dan tidak jelas. Dicontohkannya, dalam pokok dakwaan JPU telah menerapkan atau memasukkan hal yang sama. Yaitu, pada dakwaan primer, subsider, lebih subsider, dan lebih lebih subsider pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, di mana kedudukan dalam tupoksi kliennya satu sama lain berbeda. Sehingga, Hermanto menilai, JPU tidak jelas, tidak lengkap, dan tidak cermat dalam menguraikan unsur plenger (pelaku utama), doenplenger (disuruh melakukan) dan medeplenger (turut serta melakukan). Kemudian, lanjut Hermanto, dalam hal menentukan keuangan negara antar posisi PNBP dengan persoalan Ikoma, tidak dibedakan. Padahal, keduanya berbeda. Di mana, uang Ikoma bukan uang negara. “Ini yang menjadi penilaian atas dakwaan JPU,” bebernya. Terpisah, JPU Hadiman SH mengatakan, pengacara ketiga terdakwa dipersilakan melakukan pembelaan. Karena itu tugas dan tanggung jawabnya. Namun, JPU memiliki keyakinan kasus ini akan berakhir di putusan dengan hukuman penjara seperti yang telah dijatuhkan pada dua terdakwa lainnya. “Dua terdakwa lain sekarang sudah jadi narapidana. Masing-masing dihukum penjara 4 tahun,” terangnya. Dijelaskan, ketiga terdakwa yang dimaksud adalah Abdul Karim selaku kepala Bagian Administrasi, Adib Purnawan selaku kaur Perencanaan Program Keuangan, dan Mohamad Ridwan selaku Bendahara Pengeluaran. Ketiganya dari IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Menurutnya, ketiga terdakwa masuk rangkaian dua terpidana sebelumnya. Berkas sengaja di-split (dipisah) karena peran dan tupoksi mereka berbeda-beda. Hal ini, kata Hadiman, bertujuan untuk mempermudah pembuktian. Ketiganya dianggap berperan besar dalam dugaan menguapnya uang negara sejumlah Rp6.596.562.891. atas dasar itu, penyidik dan JPU menganggap terdakwa melanggar pasal 2 dan pasal 3 UU Pemberantasan Korupsi. “Segera kasus ini akan berlanjut. Kami meyakini itu,” tegasnya. (ysf)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: