Mata Buta, Bocah Warga Sutawinangun Dikeluarkan dari Sekolah

Mata Buta, Bocah Warga Sutawinangun Dikeluarkan dari Sekolah

CIREBON-Sudah jatuh tertimpa tangga. Itulah yang dialami oleh B (6), warga Desa Sutawinangun, Kecamatan Kedawung, RT 4 RW 3, Kabupaten Cirebon. Mata kiri Ben tertusuk pensil tajam temannya. Ben didiagnosa dokter mengalami kebutaan. Namun, Ben malah dikeluarkan dari sekolahnya. Keluarga menganggap dengan dikeluarkannya bocah yang akrab disapa Baim ini, sekolah terkesan lempar tanggung jawab. Keluarga saat ini sudah mengadukan kasus ini kepada KPAI dan juga melalui jalur hokum, jika tidak ada iktikad baik dari pihak sekolah. Ayah Baim, Soni Juansah kepada Radar Cirebon mengungkapkan kronologis kejadian yang menimpa anaknya saat waktu belajar di sekolah pada 4 Maret 2019 lalu. Kejadian sekitar jam setengah sebilan. Di sekolah dalam kondisi belajar. “Awalnya Rj  (pelaku, red) mau memukul dengan menggunakan pensil tajam kepada temannya Putera. Kebetulan Putera posisinya sebelah kiri Baim. Tahunya bukan kena Putera malah kenanya kepada anak saya. Pensil itu menusuk mata kiri anak saya,” papar Soni. Setelah kejadian itu, awalnya kondisi Baim tidak terlalu parah. “Setelah kejadian saya bawa ke rumah, anak nggak apa-apa. Main HP sama lihat TV. Sampai sore nggak ada masalah. Nah, malamnya mata kiri anak saya mengeluarkan kotoran. Lalu matanya memerah. Kulit di sisi matanya menghitam. Lalu besoknya saya bawa ke puskesmas. Puskesmas angkat tangan karena nggak ada dokter spesialis mata. Kemudian dirujuk  ke klinik Indera di Jl Sutomo Kota Cirebon. Setelah ditangani kata dokter harus dioperasi mata karena korneanya robek,” tuturnya. Setelah itu Baim dirujuk ke RS Pertamina untuk dilakukan operasi mata. “Sebelumnya disuruh ke laboratorium, baru hari Jumat tanggal 8 Maret dioperasi. Baim lalu pulang dan hanya melakukan kontrol,”ungkapnya. Namun dalam proses kontrol setelah operasi, mata Baim kembali mengalami infeksi. “Matanya bengkak mengeluarkan kotoran, lalu kembali dibawa ke RS Pertamina. Tetapi karena penuh lalu dirujuk ke RS Ciremai dan dirawat dari tanggal 21 Maret sampai 25 Maret. Kemudian pulang dan agak mendingan,” ujarnya. Dokter dan Soni baru mengetahui jika Baim mengalami kerusakan kornea berat saat  perbannya dibuka. “Dibuka perbannya di RS Pertamina. Baim bilang gelap, lalu didiagnosa oleh dokter Baim mengalami kerusakan berat pada korneanya sampai infeksi ke dalam. Baim masih kontrol lagi di RS Ciremai. Dokter menyarankan dirujuk ke dokter spesialis mata di Cicendo Bandung, karena korneanya harus diganti dengan kornea buatan. Rencananya nanti tanggal 23 April,” jelasnya. Soni mengaku kesulitan mencari donor kornea mata untuk anaknya. “Saya sudah ke Eye Center, tetapi katanya susah untuk kornea apalagi untuk anak-anak. Karena sekarang diprioritaskan untuk orang yang buta kedua matanya dulu. Jadi mau nggak mau Baim harus pasang kornea buatan, meskipun kondisinya tetap gelap. Namun dengan adanya kornea buatan mata Baim tidak terlihat bermasalah. Sehingga bisa menghindari ejekan dari teman-temannya,” tuturnya. Soni menyatakan dirinya tidak menuntut kasus ini kepada orang tua pelaku. “Karena pihak pelaku juga orang tidak punya. Pelaku ini tinggal dengan kakek dan neneknya. Jadi saya tidak mungkin meminta tanggung jawab kepada pelaku. Jadi yang bertanggung jawab adalah pihak sekolah, karena masih jam belajar. Dan orang tua tidak boleh sama sekali masuk ke ruang kelas, berartikan guru-gurunya sudah siap menanggung risikonya,”ujarnya. Menurut Soni, awalnya pihak sekolah memberikan sumbangan sebesar Rp3 juta. “Itu pun hasil sumbangan orang tua, tabungan murid lainnya dipotong Rp50 ribuan, dan guru-gurunya juga dipotong gajinya,” bebernya. Namun setelah itu menurut Soni pihak sekolah tidak ada komunikasi lagi. “Sama sekali nggak nanyain kabar. Padahal rumah saya dengan sekolah itu hanya beda beberapa rumah saja. Akhirnya saya tanyakan kepada kepala sekolah, terus kata dia akan mengadakan rapat. Hasil dari rapat itu Baim akan diberikan uang Rp250 ribu perbulan, itu juga katanya dari potongan gaji para guru,” paparnya. Namun begitu Baim menerima uang Rp250 ribu, tiba-tiba pihak sekolah menyatakan kalau Baim dan Rj  (pelaku) dikeluarkan dari sekolah melalui sebuah pesan pendek. “Besok paginya setelah saya menerima uang itu, saya menerima pesan Whatssapp dari kepala sekolah. Isinya Baim dan Rj dikeluarkan dengan alasan para guru sudah tidak sanggup mendidiknya. Padahal anak yang nakal bahkan lebih nakal juga ada, tetapi tidak dikeluarkan,”ujarnya heran. Soni menuding, dengan dikeluarkannya Baim, pihak sekolah telah lempar tanggung jawab dari kasus ini. “Saya sudah lapor kepada KPAI, dan kalau memang tidak ada iktikad baik, maka keluarga siap menempuh jalur hukum,” pungkasnya. (den)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: