Sunjaya Dituntut 7 Tahun, Denda Rp400 Juta, Hak Politik Dicabut

Sunjaya Dituntut 7 Tahun, Denda Rp400 Juta, Hak Politik Dicabut

BANDUNG-Sunjaya Purwadisastra tak banyak bicara usia mendengarkan tuntutan jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (24/4). Meski masih punya kesempatan lewat pleidoi atau pembelaan, Bupati Cirebon nonaktif itu sudah pasrah. Jaksa KPK menuntut Sunjaya pidana penjara selama 7 tahun dikurangi masa tahanan selama berada dalam tahanan dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan. Kemudian, pidana denda sebesar Rp400 juta dan subsider selama 6 bulan. Ditambah lagi pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokok. Menurut JPU KPK Iskandar Marwanto, tuntutan tersebut disampaikan karena Sunjaya terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi. Sunjaya dijerat dengan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana dalam dakwaan pertama. “Kami penuntut umum dalam perkara ini menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung yang memeriksa dan mengadili perkara ini bisa memutuskan,” tutur Jaksa Iskandar dalam sidang lanjutan tindak pidana korupsi jual beli jabatan itu. Selain terbukti secara sah dan meyakinkan, jaksa juga memiliki sejumlah pertimbangan, yang memberatkan maupun yang meringankan. Hal-hal yang memberatkan perbuatan terdakwa antara lain tidak mendukung upaya pemerintah dan masyarakat yang tengah giat-giatnya melakukan upaya pemberantasan korupsi. Sunjaya juga dianggap telah merusak sistem pembinaan pegawai di Pemkab Cirebon dengan melakukan praktik korupsi, kolusi, serta nepotisme (KKN) dalam proses rekrutmen, promosi, dan mutasi Aparatur Sipil Negara (ASN). Di samping itu, terdakwa sebagai bupati tak memberikan teladan yang baik kepada masyarakat. “Sementara hal-hal yang meringankan, terdakwa mengakui perbuatannya dan kooperatif, terdakwa belum pernah dihukum dan berlaku sopan selama pemeriksaan di persidangan,” terang Iskandar. JPU KPK juga menerangkan alasan memberikan pidana tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik. Pada saat melakukan tindak pidana korupsi, terdakwa berkedudukan sebagai bupati yang dipilih secara langsung oleh rakyat Kabupaten Cirebon. Tentu saja, publik memiliki harapan besar agar terdakwa secara politis dapat meningkatkan kesejahteraan dan menjaga kepercayaan masyarakat Kabupaten Cirebon. Bahkan, bupati merupakan puncak kekuasaan eksekutif di Kabupaten Cirebon, terurama dalam mensukseskan agenda-agenda pembangunan yang diharapkan dapat menerapkan prinsip good governance.Tapi akibat perbuatan terdakwa, lanjut jaksa, sudah menciderai kepercayaan publik dan di saat yang bersamaan semakin memperbesar public distrust kepada penyelenggara negara. “Untuk menghidari kejadian serupa kepada kepala daerah Kabupaten Cirebon ke depan akibat melakukan tindak pidana korupsi, maka terdakwa dapat dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik,” tandas Iskandar. Mengenai permohonan Sunjaya yang ingin menjadi  justice collaborator yang diajukan pada tanggal 7 April 2019, Jaksa KPK berpendapat tidak dapat dikabulkan dengan pertimbangan syarat-syarat untuk dapat menjadi justice collaborator tidak terpenuhi. Alasannya, terdakwa adalah pelaku utama dalam perkara ini yang berkedudukan sebagai penerima suap. Alasan kedua, keterangan terdakwa yang menerangkan tindak pidana korupsi lainnya dilakukan oleh beberapa pihak dipandang belum signifikan dan menentukan dalam pembuktian dalam perkara lain. “Namun, apabila keterangan terdakwa cukup berguna untuk pembuktian perkara lainnya yang dilakukan di kemudian hari, maka bisa dipertimbangkan untuk diberikan surat keterangan bekerja sama dengan aparat penegak hukum,” papar JPU KPK lainnya, Tri Anggoro Mukti. Menanggapi tuntutan jaksa, Sunjaya mengaku pasrah. “Secara pribadi saya menerima,” singkatnya. Sementara pengacara terdakwa juga masih enggan berkomentar. “Saat ini no comment saja, nanti kita sampaikan dalam pleidoi,” ucap Wanwan Suwandi, salah satu pengacara Sunjaya. Mengenai pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik, Wawan menilainya kurang tepat karena ada fakta-fakta hukum yang belum disampaikan secara keseluruhan. “Banyak sebenarnya (fakta-fakta hukum,red). Nanti kita sampaikan di pleidoi,” pungkas Wawan. Sidang untuk Sunjaya akan dilanjutkan pada Rabu (8/5) mendatang dengan agenda penyampaian pleidoi atau pembelaan. (jun)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: