Ancaman Teror Bom di Sri Langka Terdeteksi Sejak 4 April

Ancaman Teror Bom di Sri Langka Terdeteksi Sejak 4 April

KOLOMBO - Serangan teror bom di Sri Lanka pada 21 April lalu membongkar perpecahan di dalam tubuh pemerintah. Sejumlah menteri di kabinet Perdana Menteri Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe, menuding ada pihak-pihak yang sengaja menahan informasi peringatan ancaman aksi teror itu. \"Sejumlah pejabat tinggi intelijen sengaja menyembunyikan informasi itu. Informasi itu tersedia, tetapi pejabat keamanan tidak bersikap serius,\" kata Menteri Badan Usaha Milik Negara, Lakshman Kiriella, Rabu (24/4). Menurut Kiriella, laporan ancaman serangan teror di sejumlah gereja dan hotel diterima dari intelijen India pada 4 April. Tiga hari kemudian Presiden Maithripala Sirisena menggelar rapat Dewan Keamanan karena dia bertanggung jawab dalam bidang itu. \"Sayangnya, informasi itu justru tidak disebarkan ke pejabat lain. Padahal, dilaporkan informasi itu menyebar di antara aparat keamanan pada 11 April, tetapi tidak disikapi serius,\" ujarnya. Wickremesinghe mengaku, tidak diajak rapat atau diberi laporan soal potensi ancaman itu. \"Seseorang sengaja mengendalikan informasi ini. Dewan Keamanan sudah bermain politik. Ini harus diusut,\" ucapnya. Terpisah, mantan panglima angkatan bersenjata sekaligus Menteri Pembangunan Daerah, Sarath Fonseka, menyatakan, serangan teror itu diduga sudah direncanakan sejak tujuh sampai delapan tahun lalu. Di sisi lain, Sirisena menyatakan, bakal merombak habis pimpinan angkatan bersenjata di negara itu usai serangan teror bom beruntun pada Hari Paskah lalu. Tidak hanya itu, dia juga akan mencopot sejumlah pejabat kepolisian dan intelijen. Keputusan itu menjadi buntut perselisihan politik antara pemimpin di negara itu. Pejabat Sri Lanka kini saling menyalahkan akibat serangkaian teror bom yang merenggut nyawa 359 orang, dan melukai hampir 500 orang. Diduga hal ini adalah buntut dari perseteruan politik antara Sirisena dan Wickremesinghe sejak 2018. Saat itu Sirisena mengklaim Wickremesinghe bersekongkol untuk membunuhnya. Dia lantas mengangkat mantan pesaingnya di pemilu, Mahinda Rajapaksa, sebagai PM. Akan tetapi, menurut oposisi, Sirisena mencopot Wickremesinghe karena menentang kebijakan ekonomi dan hendak mengusut dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Sirisena dalam perang sipil, yang berakhir pada 2009 silam. Saat itu pemerintah menghadapi perlawanan pemberontak Macan Tamil. Pemerintah Sri Lanka menuduh kelompok radikal setempat, Jemaah Tauhid Nasional (NTJ) sebagai pelaku serangan bom. Namun, kelompok Negara Islam Irak dan Syria (ISIS) mengklaim mereka bertanggung jawab atas aksi teror itu. Aparat Sri Lanka saat ini sudah menahan hampir 60 orang yang diduga terlibat aksi teror, berbekal undang-undang darurat. Pemerintah juga menetapkan negara dalam keadaan darurat nasional. (der/rts/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: