PM Yingluck Bangga Thailand Jadi Tuan Rumah
BANGKOK - Thailand rupanya bangga bisa menjadi tuan rumah World News Paper Congress yang digelar di Bangkok, 2-5 Juni 2013. Perdana Menteri (PM) Thailand, Yingluck Shinawatra menyambut hangat seluruh delegasi 65th World Newspaper Congress, 20 World Editor Forum dan 23 Rd World Advertising Forum. Menurut Yingluck, penyelenggaraan kongres tersebut turut mendorong pentingnya peran media di dunia industri dan juga nilai kebebasan pers di wilayah Asia Tenggara yang akan mewujudkan ASEAN Community 2015. Tidak hanya itu, lanjut dia, tema pertemuan tentang fokus pada inovasi, inspirasi dan interaksi dianggap sangat tepat. Karena akan membuat informasi dan berita yang di konsumsi masyarakt lebih bermutu di era globalisasi. Sehingga dia berharap, kongres tersebut bisa memberikan dampak positif dalam pembangunan ekonomi dan masyarakat. \"Tema yang diangkat sangat tepat untuk dunia media saar ini. Karena hal itu akan membuat berita yang dikonsumsi masyarakat lebih bermutu. Sehingga saya berharap kongres dan pertemuan ini dapat banyak memberi kontribusi dalam pembangunan masyarakat dan ekonomi,\" bebernya. Perhelatan 65th World Newspaper Congress yang berlangsung di Bangkok Convention Center. Orang nomor satu di pemerintahan negeri Gajah Putih tersebut menyampaikan pidato di depan 1.500 peserta kongres dari 66 negara. Mengenakan dres hitam berpadu blazer berwarna broken white, perdana menteri perempuan pertama Thailand berusia 46 tahun tersebut terlihat fashionable dan rupawan. Berada di depan ribuan jurnalis dari seluruh dunia, adik kandung mantan PM Thaksin Shinawatra tersebut mengaku canggung. \"Saya belum pernah berbicara di depan media sebanyak ini,\" katanya. Dia mengucapkan terima kasih kepada WAN-IFRA (World Assosiation of Newspaper and News Publishers) karena memilih Thailand sebagai negara penyelenggara kongres tahun ini. \"Karena itu saya gembira bisa bertemu dengan banyak sekali jurnalis, penerbit profesional, editor, dan advertiser dari penjuru dunia,\" katanya. Menurut dia, peran media tetap sangatlah penting. Dia juga menekankan penghargaan terhadap kebebasan pers. \"Kebebasan pers yang bertanggung jawab akan memberikan masyarakat informasi yang baik. Dan, masyarakat yang memiliki informasi baik adalah modal untuk bisa memahami satu sama lain,\" katanya. Yingluck lantas mengutip sebuah kalimat, \"Tempatkan diri kita di posisi mereka,\" katanya. Dia lalu menambahkan bahwa di Thailand ada pepatah yang serupa. \"Auo jai kao ma sai jai rao yang artinya juga sama. Bahwa kita harus memahami posisi orang lain,\" lanjutnya. Dia percaya bahwa setiap orang memiliki hati. Dengan mengerti dan memahami, konflik bisa terpecahkan. Masyarakat juga bisa semakin kuat dan bersatu dalam harmoni. Dalam konteks kawasan, media juga memiliki peran mewujudkan pasar bebas ASEAN. Saat ini, 10 negara anggota menjalin kerja sama mewujudkan hal tersebut dengan berupaya meminimalkan rintangan di bidang perdagangan dan investasi. Untuk itu, diperlukan kerja keras untuk saling memahami antara masyarakat, organisasi, komunitas, antarnegara. \"Karena itulah saya percaya semua yang berada di ruangan ini memiliki peran penting untuk bantu mewujudkannya,\" ucapnya. Acara 65th World Newspaper Congress digelar di CentralWorld LIVE dan Bangkok Convention Center pada 2-5 Juni. Perhelatan itu sekaligus dibarengkan dengan 20th World Editors Forum dan 23rd World Advertising Forum. Sejumlah tema yang membagi pengalaman para penerbit surat kabar dunia kemarin dilakukan dalam ketiga forum tersebut. Sejumlah upaya dilakukan surat kabar untuk tetap bertumbuh di tengah era digital. Upaya memahami karakter pembaca dan pengiklan juga dikupas tuntas dalam forum tersebut. Direktur Utama Jawa Pos Koran Azrul Ananda hari ini akan tampil sebagai panelis pada sesi Focus on Asian Media. Azrul akan berbagi pengalaman bersama Jeongdo Hong, vice president JoongAng Media Network, Korea Selatan; Sandy Prieto, CEO Philippine Daily Inquirer, Filipina; dan Supakorn Vejjajiva, president and COO Post Publishing, Thailand. **Tekan Google Di sisi lain, perusahaan penerbitan dari seluruh dunia berencana membentuk forum global yang membahas pengalaman mereka tentang mesin pencari dan konten pengoleksi informasi di internet dan pengaruhnya terhadap bisnis. Sebab meskipun memiliki beberapa dampak positif, keduanya sering menggunakan konten milik penerbit tanpa ada izin. Hak cipta konten koran menjadi isu krusial di tengah era digital. Saat ini, kerja sama dengan perusahan mesin pencari, pengumpul informasi, dan pemerintah baru dilakukan di level nasional, bahkan hanya level regional. Penerbit memiliki kesempatan terbatas untuk membahasnya dalam skala global. \"Kita membutuhkan pembentukan forum global untuk berdiskusi mengenai hal tersebut,\" kata Vincent Peyr’gne, CEO WAN IFRA, organisasi yang mewakili 18 ribu surat kabar, 15 ribu website online, dan lebih dari 3 ribu perusahaan di 129 negara. \"Organisasi seperti Google harus dilobi pada level global. Industri kita harus mempunyai posisi yang kuat atau kita akan kalah,\" kata Margaret Boribon, Sekjen Asosiasi Surat Kabar Berbahasa Prancis di Belgia. Asosiasi tersebut memiliki pengalaman memenangkan gugatan hak cipta terhadap Google atas pelanggaran hak cipta. \"Solidaritas pada level lokal sangat penting. Sama pentingnya dengan solidaritas di tingkat global,\" lanjutnya. (rsd/jan/aan/sof/kim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: