Setahun 2.243 Perkara Perceraian di Kuningan, Dominan Istri Menggugat

Setahun 2.243 Perkara Perceraian di Kuningan, Dominan Istri Menggugat

KUNINGAN - Kondisi ekonomi keluarga rupanya menjadi faktor utama yang membuat angka perceraian di Kabupaten Kuningan masih tinggi, hingga mencapai 70%. Berdasarkan data yang ada di Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Kuningan, tahun 2018 saja ada sebanyak 2.243 perkara perceraian, sehingga jika dihitung perhari angka perceraian di Kabupaten Kuningan mencapai 15 pasangan. Sebagian besar diajukan pihak istri dengan alasan ekonomi. \"Hampir 70 persen kasus perceraian yang diterima oleh PA Kuningan dilakukan oleh pihak istri dengan alasan faktor ekonomi. Memang angka perceraian di Kuningan masih cukup tinggi, tiap hari ada sekitar 15 perkara yang masuk ke sini,\" tutur Kepala PA Kuningan melalui Humasnya Abdul Azis, saat ditemui sejumlah wartawan di kantor PA Kuningan, Kamis (18/7). Azis menjelaskan, dari sekian banyak perkara cerai yang masuk ke PA Kuningan, perkara cerai gugat atau yang diajukan oleh pihak istri cukup mendominasi. Cerai gugat merupakan gugatan yang diajukan oleh pihak istri kepada suaminya, sedangkan cerai talak adalah pihak suami yang akan menalak pihak istri. \"Cerai gugat itu adalah gugatan yang diajukan oleh pihak istri kepada suaminya. Sedangkan cerai talak adalah pihak suami yang akan menalak pihak istri yang diajukan ke PA,\" jelas Azis. Kendati demikian, pihak PA sendiri dalam menerima perkara tersebut selalu didahulukan untuk melakukan upaya mediasi kepada kedua belah pihak, agar bisa berdamai dan mengurungkan niat bercerainya. Ia mengatakan, kasus perceraian sebagian besar dapat ditangani tuntas dengan putusan cerai dan beberapa perkara lainnya dapat dimediasi atau rujuk kembali pasangan suami istri yang berselisih. \"Kami berharap kepada pasangan yang akan mengajukan perceraian agar dapat mempertimbangkan kembali keinginannya untuk bercerai, hingga dapat mengurangi angka perceraian,\" harapnya. Ia mengungkapkan, jumlah pengajuan perceraian ke PA Kuningan tersebut meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Diakuinya lagi, permasalahan ekonomi memang menjadi faktor tertinggi perceraian, sedangkan sisanya karena masalah perselingkuhan dan faktor lainnya. Rata-rata istri yang melakukan gugatan cerai, bekerja di sektor nonformal, seperti sebagai asisten rumah tangga di luar kota, dan lainnya yang memiliki tingkat perekonomian yang rendah. Sehingga saat pulang ke kampung halamannya, banyak istri yang meminta bercerai. \"Kami berharap masalah perceraian perlu diatasi oleh semua pihak, karena setiap tahun populasi bertambah. Sehingga jika perceraian selalu meningkat, ini akan menjadi persoalan besar di daerah,\" ungkapnya. (muh)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: