Keberadaan Turini TKW Asal Cirebon Terlacak melalui Facebook Warga Filipina

Keberadaan Turini TKW Asal Cirebon Terlacak melalui Facebook Warga Filipina

CIREBON-Turini Fatmah kerap mendapat perlakuan tidak menyenangkan oleh majikan di Arab Saudi. Bertahun-tahun tidak digaji dan tetap dipaksa kerja saat sakit.  Dia mulai bekerja di sana sejak 1998. Awalnya masih berjalan baik. Tapi, lambat laun muncul problem. Dia mulai tidak diperkenankan membawa alat komunikasi oleh majikannya. Turini dan keluarga di kampung halamannya di Desa Dawuan, Kecamatan Tengahtani, Kabupaten Cirebon hanya bertukar kabar melalui secarik surat yang dikirim melalui jasa pengiriman. Dan, surat yang bertuliskan kalimat penyesalan dan penderitaan batin yang diterima pihak keluarga November 2012 lalu, menjadi kabar terakhir yang tidak diharapkan. Sejak saat itu, sudah tak ada lagi komunikasi. Beruntung, keluarga tak putus asa melakukan pencarian. Hingga akhirnya Turini terlacak melalui Facebook (FB) milik warga Filipina. Saat memberi kabar melalui Messenger --aplikasi pesan instan Facebook-- sang ibu memang meminjam telepon selular (ponsel) milik rekan kerjanya asal Filipina. Komunikasi itu dilakukan secara diam-diam karena dikhawatirkan diketahui oleh sang majikan. “Baru pada tanggal 8 Maret 2019 ada kabar melalui Messenger (aplikasi pesan instan Facebok, red) milik teman mamah orang Filipina. Di sana kondisinya memprihatinkan dan disekap majikan. Kata mamah, setiap bulan juga nggak pernah digaji,” ujar Diah Ardikasari, anak Turini. Sejak pertama kali bekerja di luar negeri tahun 1998, kata Diah, Turini hanya mentransfer uang kepada keluarganya di Cirebon sebanyak tiga kali, dengan jumlah keseluruhan sekitar Rp20 juta. Pada tahun 2017, pihak keluarga juga mengaku sudah meminta bantuan pada Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) di Jakarta. Tapi dengan alasan data yang diberikan kurang lengkap, kepulangan Turini pun tanpa kepastian. Diah mengatakan pernah menyarankan sang ibu untuk keluar dari rumah dan meminta pertolongan kepada aparat keamanan setempat. “Kalau misalkan kabur pun, mustahil karena saya takut dibunuh sama majikan. Bilangnya gitu,” tuturnya menceritakan kecemasan sang ibu. Lanjutnya, Turini juga pernah meminta pihak keluarga untuk menyampaikan kegelisannya kepada media. Dengan harapan, dapat didengar dan diketahui oleh pemerintah Indonesia. Sehingga, dapat memberikan bantuan untuk kepulangannya dan kembali berkumpul dengan keluarga di Cirebon. Sementara itu, suami Turini, Samsudin (49) mengatakan terakhir kali dirinya berkomunikasi dengan sang istri, mengabarkan bahwa Turini selalu ingin kembali pulang ke Indonesia. “Dia (Turini) minta pulang dan nangis-nangis terus. Kalau dari sini kirim surat itu balik lagi, gak pernah sampai ke sana. Sudah 7 kali kirim surat. Dengan alasan kalau istri saya memang gak ada di alamat yang dituju,” paparnya. Pada saat pemberangkatan, Turini menggunakan jasa PT Bhayangkara Indah yang ada di Jakarta Timur. Namun, saat dua tahun sejak pertama kali pemberangkatan sang istri bekerja di luar negeri tahun 1998, penyalur jasa tersebut telah tutup. Begitu juga dengan penyalurnya yang pertama kali menawarkan, bahwa dikabarkan telah meninggal dunia. “Keluhan-keluhannya seperti tidur sehari cuma 2 jam. Lagi sakit juga tetap disuruh kerja. Intinya, dia (Turini) pengen cepat pulang ke Indonesia, berkumpul dengan keluarga. Katanya juga selalu diawasin dan ditempatin semacam di gudang. Jarang dapat makan. Kalau sakit pun tetap disuruh kerja,” paparnya. (ade)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: