Menegakkan Pilar Kebangkitan Bangsa: Taufiq Kiemas Memorial Lecture

Menegakkan Pilar Kebangkitan Bangsa: Taufiq Kiemas Memorial Lecture

Oleh: Verry Wahyudi* Bulan Juni adalah bulan Pancasila. Pada setiap 1 Juni, kita selalu menyelenggarakan peringatan Hari Lahir Pancasila. Berbagai acara dengan segala variasi dan bentuknya digelar dalam rangka menyambut Hari Lahir Pancasila. Untuk mengenang Hari Lahir Pancasila. Sembari untuk merefleksikan nilai-nilai Pancasila dalam implementasi dan aktualisasi, serta dinamika dan relevansinya dari masa ke masa. DALAM konteks semacam ini, barangkali penting untuk mengingat kembali perjalanan sejarah Pancasila. Asvi Warman Adam, Sejarahwan Universitas Indonesia, mengatakan, rumusan Pancasila yang disampaikan Ir Soekarno 1 Juni 1945 telah melalui dinamika pembicaraan di antara founding fathers, hingga dirumuskan menjadi Pancasila seperti dikenal sekarang. Perlu meyakinkan seluruh komponen bangsa bahwa Pancasila ideologi paling tepat bagi bangsa. Pancasila memberi tempat kepada semua agama, golongan, dan suku bangsa. Pada tanggal 28 Mei 1945 dibentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dengan Dr KRT Radjiman Wedioningrat sebagai ketua dan RP Soeroso sebagai wakil ketua. Selama rentang waktu 29 Mei sampai dengan 16 Juli 1945 BPUPKI mengadakan sidang. Sidang-sidang BPUPKI telah menghasilkan rumusan prinsip-prinsip dasar negara Indonesia merdeka. Prinsip-prinsip dasar negara yang merupakan rumusan pancasila. Prinsip-prinsip dasar negara yang kemudian dikenal sebagai cikal-bakal Pancasila. Ada pula pada saat itu Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang juga memiliki peranan penting melahirkan prinsip-prinsip dasar negara. Sangat menarik apabila melihat pergulatan sejarah dalam proses perumusan Pancasila. Rumusan Pancasila, ternyata merupakan rumusan yang berasal dari pandangan bersama segenap komponen bangsa. Arus pemikiran dalam rumusan Pancasila menjadi sangat beragam, karena para tokoh hadir dengan membawa pandangan, ideologi, dan identitas yang beragam. Dan juga karena para tokoh datang dari dan mewakili kelompoknya yang beragam. Namun para tokoh mampu mengutamakan semangat kebangsaan di atas segala-galanya. Pancasila sedari awal digagas dengan tujuan untuk memayungi kepentingan bersama segenap komponen bangsa, tanpa membedakan semua agama, golongan, dan suku bangsa. Ir Soekarno sendiri dalam Pidato 1 Juni 1945 menggunakan kata ‘weltanschauung’, yang berarti pandangan hidup suatu masyarakat yang bersumber dari komitmen dan pengalaman bersama yang diproyeksikan menjadi sebuah visi. “Tetapi kita bersama-sama mencari satu hal yang kita bersama-sama kita setujui”, begitu kata Ir Soekarno.  Hingga pada tanggal 13 April 1968, dengan berdasarkan Instruksi Presiden R.I no. 12 tahun 1968, berhasil ditetapkan rumusan resmi Pancasila, seperti yang termaktub dalam Pembukaan (Preambule) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tataran Implementasi As’ad Said Ali dalam Negara Pancasila, Jalan Kemaslahatan Berbangsa, mengatakan, Pancasila harus menjadi energi bagi segenap elemen bangsa. Semakin besar pihak atau komponen bangsa memahami Pancasila, maka semakin besar pula energi yang terbentuk untuk mencapai cita-cita bersama berbangsa dan bernegara, sehingga pancarannya akan menerangi masa depan bangsa dan dunia. Dalam konteks itulah Pancasila perlu mendapatkan perhatian, terutama fungsinya yang tidak hanya berhenti menjadi komitmen bersama, melainkan harus juga dipahami sebagai visi bangsa yang mesti diwujudkan. Implementasi nilai-nilai Pancasila harus tercermin dalam realitas kehidupan sehari-hari. Misalnya seperti dewasa ini muncul harapan ‘bangkitnya generasi emas Indonesia’ pada masa-masa mendatang. Maka, tentunya ‘bangkitnya generasi emas Indonesia’ akan menjadi kenyataan apabila nilai-nilai Pancasila tertanam dengan baik dalam diri generasi muda unggulan. Karena itu, nilai-nilai Pancasila sesungguhnya membawa spirit untuk berupaya menggali potensi dan prestasi generasi muda unggulan. Dan penting menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai nilai-nilai yang dapat meneguhkan pluralisme. Pluralisme adalah wahana sebagai kehendak kita menyemai toleransi dan harmoni. Begitupun pluralisme harus menjadi kesempatan untuk merajut kebersamaan dalam kemajemukan dan hidup berdampingan secara damai menuju masyarakat egaliter. Dengan demikian pluralisme akan menjauhkan kita dari segala amarah, provokasi, prasangka buruk, dan keinginan melakukan tindakan-tindakan kurang terpuji lainnya.  Kini kita juga membutuhkan kehadiran seorang pemimpin yang berpegang teguh kepada filsafat politik Pancasila. Filsafat politik pancasila, sebuah filsafat politik berbasis nilai-nilai pancasila itu sendiri, seperti ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan sosial. Berpegang teguh kepada filsafat politik pancasila secara konsisten akan memunculkan tekad luhur untuk menjaga politik selalu berada dalam marwah dan makna sejatinya. Munculnya pemandangan mutakhir seperti demoralisasi dan berbagai pelanggaran hukum, sesungguhnya merupakan potret dari memudarnya nilai-nilai Pancasila. Lalu kemudian kita melihat fenomena korupsi-mengorupsi kian menggila. Korupsi sudah semakin menggurita, mengurat akar, dan terjadi di semua tingkatan masyarakat. Sehingga terkesan yang tampak adalah bukan sekedar kasus korupsi, akan tetapi lebih jauh dari itu, memang dapat disebut sebagai fenomena korupsi-mengorupsi. Korupsi adalah korupsi yang memiskinkan. Korupsi adalah korupsi yang menyengsarakan. Korupsi adalah bahaya laten yang membawa ancaman serius. Karena itu, genderang perang terhadap korupsi harus terus menerus ditabuh. Gerakan anti-korupsi mesti diperkuat. Dan sampai kapanpun kita tidak pernah menyerah melawan korupsi. Kita semua merindukan Indonesia yang didalamnya bersemi nilai-nilai Pancasila, seperti kecerdasan, kejujuran, dan sikap amanah. Sangatlah Penting Pancasila merupakan salah satu pilar dari empat pilar bangsa, bersama dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945), Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhineka Tunggal Ika. Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika adalah pilar kebangkitan bangsa. Sebagai pilar kebangkitan bangsa, maka betapa sesungguhnya posisi dan eksistensi Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika sangatlah penting. Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika adalah pilar kebangkitan bangsa sebagai bangsa yang berkeadaban dan berperadaban tinggi. Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika adalah pilar kebangkitan bangsa sebagai bangsa yang berkepribadian dan berbudaya. Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika adalah pilar kebangkitan bangsa sebagai bangsa yang bermutu dan berdaya saing.  Kita harus senantiasa menjaga Pancasila, NKRI, UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika. Kita harus senantiasa memedomani Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Dan kita harus senantiasa mengamalkan Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Sampai kapanpun Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika akan tetap memiliki relevansi sebagai nilai, karakter, visi, dan cita-cita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Give and do the best. (*) *Penulis: Alumni Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep Madura; Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Cirebon; Peminat Sejarah dan Filsafat Politik.      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: