Terima Kasih, Bu Moer Ku Sayang…
KAMIS pagi, 20-02-2020, seperti biasa alarm saya berbunyi pukul 03.55 pagi. Seperti biasa, langsung minum air putih satu botol, lalu menengok hape untuk menyapa grup sepeda selamat pagi. Biasanya, setelah itu siap-siap, lalu gowes bersama teman-teman, start bareng pukul 05.00.
Pagi itu bukanlah pagi biasa. Ada perasaan excited sekaligus tegang. Karena sorenya Persebaya akan tampil di final Piala Gubernur Jawa Timur. Rencana awal, gowes dengan teman-teman dengan rute menanjak ringan, total sampai rumah lagi sekitar 90 km. Kalau normal lancar, pukul 08.30 sudah selesai gowes, lalu siap-siap berangkat ke kantor. Kemudian ke stadion.
Dan ternyata, pagi itu benar-benar bukan pagi biasa.
Sebelum siap-siap, saat membuka hape, ada pesan WA dari adik saya. Biasanya, kalau dia WA, itu bertanya apakah pagi ini ada rute gowes. Dia memang sering ikut.
Tapi, Kamis pagi itu, isi pesannya berbeda. Pesannya adalah forward-an kabar duka.
\"Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Telah berpulang ke Rahmatullah tadi malam sekitar jam 21.00… Bunda tercinta, Ibu Moertilah…\"
Saya langsung tanya, meninggal kenapa. Kata adik saya tidak sakit, meninggal di rumah. Begitu saja informasinya.
Jujur, saya waktu itu masih setengah tidak percaya. Atau setengah tidak mau percaya. Saya tetap siap-siap hendak gowes. Adik bilang, dia, dan ibu akan ke rumah duka pukul 06.00. Saya bilang akan menyusul segera setelah gowes.
Istri saya terkejut ketika saya beri tahu pagi itu. Dia membatalkan acara olahraga paginya. Saya sendiri waktu itu tetap siap-siap pakai baju sepeda.
Bukannya tidak sensitif dan tidak berduka, tapi memang pagi itu saya seperti linglung. Mencoba memproses segala perasaan yang campuk aduk berbagai macam, bersiap menghadapi hari yang seru nanti.
Begitu kumpul di tempat start gowes pukul 05.00, hujan gerimis turun. Saya seperti diingatkan lagi. Rasanya aneh sekali. Akhirnya saya bilang teman-teman saya balik saja. Kalau mau, ngopi dulu di KFC dekat rumah. Mereka pada akhirnya melanjutkan gowes, saya pulang ke rumah.
Pagi itu, pukul 07.00, kami berangkat ke rumah duka, di kawasan Lebak Agung. Ibu sudah ada di sana. Adik juga bersama suami. Juga beberapa teman keluarga lama.
Begitu masuk ruang tamu, ibu langsung mengajak saya melihat jenazah. Ibu membuka kain yang menutupi wajah Bu Moer. Begitu bersih dan damai.
Baru ketika itu, perasaan yang sebenarnya muncul…
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: