Terima Kasih, Bu Moer Ku Sayang…

Terima Kasih, Bu Moer Ku Sayang…

Bu Moer telah pergi. Di usia 74 tahun.

Pembaca semua, sulit menjelaskan seberapa pentingnya Bu Moer ini untuk keluarga saya. Apalagi untuk saya pribadi. Bahkan ibu saya pun tidak akan tersinggung kalau saya bilang Bu Moer juga seorang ibu bagi saya.

Beliau ini sudah menjadi \"ibu\" sejak saya masih kecil sekali.

Waktu kecil, saat SD, saya sering main ke kantor Abah di Kembang Jepun. Bu Moer bekerja di sana, di bagian umum. Yang artinya meladeni segala kebutuhan kantor. Jadi ibu rumah tangga kantor. Bu Moer ini yang mengingatkan saya untuk jangan lupa makan, sering memesankan sop buntut. Juga menyimpankan Coca-Cola untuk saya. Waktu itu, saya hanya bisa minum Coca-Cola di kantor. Di rumah tidak ada.

Kalau saya ke kantor Abah sendirian (naik angkot lyn N), Bu Moer orang pertama yang saya temui dan sapa.

Bu Moer juga yang selalu menemani ibu saya kalau ada kegiatan, khususnya di rumah.

\"\"
Bu Moer (kiri) bersama Nafsiah Dahlan.

Waktu saya tujuh tahun di Amerika, Bu Moer jadi lebih penting lagi perannya. Sudah bukan rahasia, saya punya keluarga \"aneh.\" Selama tujuh tahun itu, mungkin saya lebih sering teleponan dengan Bu Moer daripada dengan Abah sendiri.

Maklum, Bu Moer-lah yang paling rajin memperhatikan. Dalam artian, selalu ingat mengirimkan saya uang kebutuhan. Atau mengirimkan barang-barang kebutuhan.

Ketika saya pulang, Bu Moer ini seperti \"malaikat penjaga\" saya di kantor. Dia yang membelikan saya obat kalau sakit, membuatkan minuman hangat kalau sedang tidak enak badan, menyiapkan makanan saat jadwal saya superpadat, dan menenangkan ketika saya sedang \"bergejolak\" (teman-teman di kantor tahu saya akan marah kalau ada yang tidak pas).

Dan di kantor, Bu Moer ini karyawan teladan dalam arti yang sesungguhnya. Tidak pernah terlambat. Selalu rapi. Hafal semua. Detail. Saking sempurnanya, saya ingat dalam sebuah rapat direksi, tidak ada yang mau memberi nilai untuk beliau. Pokoknya paling tinggi. Kenaikan gaji? Suruh pilih sendiri. Masa pensiun pun terserah beliau.

Tidak ada satu pun orang di kantor yang punya kenangan buruk tentang Bu Moer. Seseorang yang mau repot untuk semua, tapi tak pernah merepotkan orang lain.

Saya sering bercanda ke karyawan-karyawan muda di kantor. Harus baik dengan Bu Moer. Karena Bu Moer itu \"jimat\" kantor. Kalau beliau tidak ada, kantor ini akan terancam…

Ada lagi beberapa kenangan unik dengan Bu Moer. Suatu waktu, kami mengadakan kuis apresiasi untuk guru. Pelajar boleh mengirimkan pujian/rekomendasi untuk gurunya, dan yang beruntung diundi mendapatkan hadiah. Saya kebagian mengundi. Tangan saya pun mengambil… Karya kiriman cucu Bu Moer!

Murni kebetulan yang luar biasa. Terus terang, kami sempat berdebat, apakah ini tidak adil, karena yang menang undian adalah cucu karyawan. Tapi saya waktu itu bilang lanjutkan. Ini seperti penanda dari Yang di Atas.

Kemudian pada 2010. Suami Bu Moer dirawat di rumah sakit. Saya sempat menjenguk, dan bercanda dengan Bu Moer dan suaminya. Alangkah mengejutkannya kami, tidak lama kemudian sang suami meninggal dunia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: