Nasib Pekerja Kontrak PG Sindanglaut Tidak Jelas

Nasib Pekerja Kontrak PG Sindanglaut Tidak Jelas

CIREBON-Nasib pekerja kontrak di Pabrik Gula (PG) Sindanglaut saat ini tidak jelas. Pasalnya, dari pekerja yang ada, ternyata untuk musim giling 2020, pekerja-pekerja tersebut tidak bisa dipekerjakan seluruhnya di PG Tersana Baru ataupun di unit usaha milik RNI.

Hal tersebut disampaikan Sekretaris Komisi IV DPRD Kabupaten Cirebon, Mahmudi saat ditemui Radar di ruang kerjanya, kemarin. Menurutnya, gonjang-ganjing isu penutupan PG Sindanglaut membuat DPRD harus meminta klarifikasi kepada pihak manajemen terkait alasan penutupan dan nasib ratusan pekerjanya. “Kita sudah datangi PT Rajawali Nusantara II, kita sudah minta klarifikasi alasan penutupan, kita juga diskusi soal nasib ratusan pekerja PG Sindanglaut ini nanti mau dikemanakan. Kalau PG nya mungkin kewenangan BUMN, tapi pekerja ini kan menjadi urusan kita, ini masyarakat kita yang harus dibela hak-haknya,” ujarnya.

Dari diskusi tersebut, lanjut Mahmudi, pihak PG mengaku tidak bisa merekrut kembali seluruh pekerja. “Sebagian pekerja akan diberdayakan di PG Tersana Baru dan unit usaha lainnya milik PT Rajawali, untuk sisanya kemungkinan tidak bisa direkrut kembali,” imbuhnya.

Menurutnya, pihak manajemen beralasan jika sebagian pekerja pabrik adalah pekerja musiman yang dikontrak oleh manajemen setahun sekali. Namun demikian, sambungnya, DPRD akan terus mendesak pihak managemen untuk mengupayakan solusi terbaik mendesak agar dampak dari penutupan tersebut tidak menjadi masalah sosial yang berimbas kepada kondusivitas wilayah.

“Kalau secara pribadi saya tentu tidak ada yang setuju dengan penutupan, nanti akan ada banyak pengangguran. Masalah pengangguran di kita saja belum terselesaikan, ini ada potensi penambahan baru lagi, pihak manajemen harus mencari formula terbaik untuk mengatasi persoalan ini,” jelasnya.

Sementara itu, Anggota Komisi IV lainnya, Aan Setiawan mengatakan, salah satu alasan penutupan PG Sindanglaut yang disampaikan oleh pihak manajemen adalah kurangnya pasokan bahan baku dan kerugian yang diderita oleh perusahaan setiap tahunnya yang cukup besar. “Yang disampaikan managemen seperti itu, bahan baku tebu kurang dan selalu rugi. Kewenanganan BUMN kan ada di pusat, kita di daerah memastikan para pekerja mendapatkan haknya, apalagi jika ada yang sudah bekerja selama puluhan tahun atau belasan tahun. Kita tidak tahu apakah nanti ada pesangon atau tidak tapi kemarin pihak manajemen akan memikirkan hal itu (pesangon, red),” katanya.

Terpisah, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon, Dr H Ali Effendi MM menyatakan, pihaknya tidak pernah dilibatkan baik saat kajian yang dilakukan oleh LPP Jogjakarta ataupun oleh pihak PT Rajawali Nusantara II. “Pemberitahuan terkait penutupan ini, saya belum pernah menerima. Saya tidak tahu pertimbangan validnya seperti apa karena tidak pernah dilibatkan, tidak pernah ada pemberitahuan ke Dinas Pertanian terkait masalah ini,” ujarnya. (dri)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: