Indonesia Jadi Saksi Perdamaian AS-Taliban

Indonesia Jadi Saksi Perdamaian AS-Taliban

DOHA - Perdamaian Afghanistan atau Comprehensive Peace Agreement (CPA) antara Amerika Serikat dan Taliban, akhirnya tercipta. Penandatangannya pun berlangsung di Doha, Qatar. Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi ikut hadir dalam prosesi kesepakatan yang berlangsung, Sabtu (29/2).

”Kami berhadap langkah awal ini dapat menjadi pembuka jalan bagi perdamaian yang berkelanjutan di Afghanistan, demi kepentingan masyarakatnya. Dalam upaya pencapaian perdamaian di Afghanistan, Indonesia telah berkontribusi secara intensif dimulai dari tahun 2017 atas permintaan Presiden Ghani,” papar Retno dalam keterangan resmi yang diterima, Minggu (1/3).

Dalam kondisi ini, sambung dia, Indonesia fokus pada dua isu dalam proses tersebut, yakni kerjasama ulama dan pemberdayaan perempuan. Komunikasi dan kontak dengan semua pihak terlibat, termasuk Taliban, terus dilakukan, terutama guna membangun rasa percaya.

Retno juga mengakui dalam kunjungannya ke Doha, dilakukan pula sesi pertemuan bilateral dengan sejumlah negara di antarannya dengan Menlu Norwegia, Menlu Qatar, Menlu Uzbekistan, utusan khusus Presiden Trump untuk Afghanistan, utusan khusus Jerman serta utusan khusus Inggris untuk Afghanistan.

”Perjanjian Damai antara Amerika Serikat dan Taliban yang akan ditandatangani hari ini di Doha, Qatar adalah langkah awal dari proses perdamaian untuk Afghanistan,” kata Retno dalam pertemuan tersebut.

Menlu Indonesia diundang dalam penandatanganan perjanjian damai antara Amerika Serikat dan Taliban untuk mewakili Indonesia sebagai negara yang tergabung dalam co-facilitator yang selama ini telah memberikan kontribusi besar bagi perdamaian di Afghanistan, bersama dengan Jerman, Norwegia, Qatar, dan Uzbekistan.

Kelima negara tersebut pun berkomitmen untuk terus memberikan dukungan agar proses perdamaian antara Amerka Serikat dan Taliban dapat berjalan secara berkelanjutan sehingga rakyat Afghanistan dapat hidup dengan damai.

Menurut Retno, bagian terpenting usai penandatanganan perjanjian adalah implementasi dari kesepakatan tersebut, serta proses dialog antar pihak di Afghanistan atau yang disebut dengan Intra-Afghan Dialogue. ”Masyarakat internasional harus memberikan dukungan penuh terhadap proses selanjutanya pascapenandatanganan perjanjian ini,” kata dia.

Menlu juga menekankan bahwa masa depan bangsa Afghanistan harus ditentukan oleh rakyatnya sendiri, dan Indonesia siap untuk berkontribusi untuk mendorong terus proses perdamaian di Afghanistan, sesuai dengan amanat konstitusi Indonesia, khususnya Intra-Afghan Dialogue.

Dua elemen penting yang menjadi fokus Indonesia dalam membangun proses perdamaian di Afghanistan adalah peran ulama dan pemberdayaan perempuan dalam mendorong pencapaian perdamaian.

”Saya akan terbang malam ini ke Kabul untuk meluncurkan Indonesia-Afghan Women Solidarity Network bersama dengan tokoh perempuan Indonesia untuk membahas pemberdayaan perempuan dalam mendorong perdamaian di Afghanistan,” kata Menlu.

Untuk dikethui pada tahun 2018, Indonesia menjadi tuan rumah Pertemuan Trilateral Ulama Afghanistan-Indonesia-Pakistan, dan pada 2019, Indonesia telah menyelenggarakan pertemuan para perempuan Indonesia-Afghanistan.

Usai kunjungan ke Doha, Menlu Retno dijadwalkan bertolak ke Kabul, Afghanistan untuk meluncurkan program peningkatan kapasitas perempuan melalui ”Indonesia-Afghan Women Solidarity Network” bersama beberapa tokoh perempuan Indonesia.

Untuk diketahui penandatanganan perjanjian yang merupakan langkah awal dari proses perdamaian Afghanistan tersebut dihadiri oleh sembilan menteri luar negeri, yakni dari Qatar, AS, Uzbekistan, Tajikistan, Turkmenistan, Norwegia, Turki, Oman, dan Pakistan. Hadir pula perwakilan dari Jerman dan Inggris.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: