Pihak PG Sindanglaut Tolak Tuntutan Petani

Pihak PG Sindanglaut Tolak Tuntutan Petani

CIREBON- Pasca penghentian operasi Pabrik Gula Sindanglaut, para petani Sindanglaut bisa diperbolehkan bergabung giling di PG Tersana Baru tahun 2020 ini. Wacana itu terungkap saat audiensi antara perwakilan petani Sindanglaut dengan managemen PG Sindanglaut, Senin (2/3).

GM PG Sindanglaut, Muhammad Wisri Mustofa kepada Radar Cirebon mengatakan, sebagian besar para petani paham terkait pemberhentian operasi PG Sindanglaut, meskipun memang ada juga yang belum paham.

“Kalau dari petani ada yang seperti itu ya itu hak mereka. Tetapi dari hasil sosialisasi direksi itu kan sudah semua unsur petani diundang. Jadi kelembagaan petani itu diundang semuanya baik itu tingkat DPD, DPC kemudian perwakilan tokoh petani sendiri sudah diundang. Mereka hampir sebagian besar bisa menerima kondisi ini,” ujarnya.

Pihaknya terus melakukan sosialisasi terkait penutupan operasi PG Sindanglaut ini kepada para petani. “Kami memberikan pengertian kepada para petani, hampir semua petani yang saya temui asalkan ini untuk meningkatkan pendapatan petani ya petani tidak ada masalah. Kalaupun digiling di SL (PG Sindang Laut, red) rugi tetapi kalau digiling di PG Tersana baru lebih menguntungkan siap,” tuturnya.

Wisri memastikan yang dialihkan kepada PG Tersana Baru hanya untuk giling tebu saja. Tetapi kalau adminitrasi petani Sindanglaut, tetap berbeda. “Saya jamin di sini seperti pengurusan KUR kredit ini. Kemudian untuk pelayanan DO-DO gula tahun ini masih di sini semua,” ujarnya.

Dia membeberkan, keputusan direksi RNI sudah bulat untuk menghentikan operasi PG Sindanglaut. “Kalau keputusan direksi yang saya tangkap sudah dipastikan tahun 2020 tidak beroperasi. Namun untuk tahun selanjutnya masih giling atau tidak ya nanti tergantung jumlah tebu. Kalau kondisi tebu seperti ini dengan kondisi pabrik yang peralatannya masih di bawah sana maka akan tutup terus mungkin,” tuturnya.

Wisri mengungkapkan penyebab utama PG Sindanglaut ini tidak lagi beroperasi. Yakni jumlah tebu itu harus 100 hari minimal kali kapasitas. Kalau kapasitas Sindanglaut itu 18 ribu kalikan 100 hari minimal ada 1,8 juta kwintal tebu. Sekarang kondisi saat ini hanya 1,3 juta kwintal kurangnya hampir 500 ribu kwintal. Kalau mau untung pabrik gula itu harus diatas 100 hari, saya kemarin harusnya 2,1 juta,” ungkapnya.

Selain itu juga, faktor alat giling yang sudah sangat tua, menyebabkan rendemen tebu selalu rendah. Hal lain, kinerja pabrik gula Sindanglaut tahun ini dan kemarin jeblok. Pihaknya hanya mendapatkan rendemen rata-rata 6,8 dan 6,9, tetapi Tersana sudah bisa 7,4.  Perbedaan yang sangat signifikan.

PG Tersana Baru, menurut Wisri, jauh lebih baik ketimbang PG Sindanglaut. Sehingga para petani Sindanglaut bisa ikut giling di PG Tersana Baru. Tersana Baru saat ini tengah berupaya untuk menaikkan performa kinerja pabrik. Sebab kalau ini harus digiling di salah satu pabrik disatukan tebunya. Kalau sendiri-sendiri pada rugi semuanya.

“Harus dijadikan satu. Kalau dijadikan satu, kalau digiling di Sindanglaut dengan posisi 18 ribu, akan mencapai 208 hari. Bahkan bisa lebih dari itu, kalau tidak ada kerusakan. Jadi, tidak mungkin karena kita mulai di Juni pertengahan kalau 208 hari berapa bulan itu lah bulan 11, 12 sudah hujan biaya angkut tinggi dan rendemen turun kalau hujan itu. Tetapi kalau harus digiling dalam satu pabrik. Memang saat ini yang paling mungkin di Tersana Baru karena kapasitasnya sudah 3.000.

Dia membeberkan, sejak tahun 2016 hingga saat ini, PG Sindanglaut selalu mengalami kerugian bahkan mencapai Rp4 miliar di tahun 2019 lalu. “Kerugian mulai tahun 2016 itu Rp450 juta, 2017 kemudian Rp1,5 miliar, kemudian Rp3,5 miliar, lalu terakhir Rp4 miliar,” tuturnya.

Ditutupnya PG Sindanglaut, agar bisa lebih efisien dalam penggilingan pada satu pabrik, yakni di PG Tersana Baru. “Kalau kita usaha sudah kelihatan rugi kenapa harus dilanjutkan? Biar tidak rugi ya giling di satu pabrik yang kinerjanya lebih baik,” ungkapnya.

Sementara perwakilan petani tebu, Mae Azar mengatakan, hasil pertemuan dengan GM PG Sindanglaut belum ada titik temu dari tuntutan pihaknya agar PG Sindanglaut tetap beroperasi. “Tuntutan kami selaku petani tebu dan karyawan yang menginginkan pabrik gula Sindanglaut harus tetap giling belum ada titik temu,” ujarnya.

Azar mengungkapkan, alasan kenapa para petani menginginkan agar PG Sindanglaut untuk bisa tetap beroperasi, karena ada aspek-aspek sosial yang perlu dikaji ulang. Karena persoalan luas areal, persoalan jumlah petani ini sangat banyak. Ketika pabrik gula ini tutup, maka yang pertama mengalami dampak sosialnya adalah PHK PKWT. “Kawan-kawan PKWT ini berjumlah kisaran 300 sampai 500 orang. Areal yang ada di Sindanglaut ini ada kemungkinan banyak yang terbengkalai karena petani enggan menanam tebu kembali. Dan yang paling pokok persoalan tanah di Sindanglaut ini semuanya lahan-lahan tegalan atau tadah hujan. Ketika pabrik gula tutup, maka mereka tidak akan menanam tebu kembali. Kalau misal ditanam tanaman lain, artinya ini rugi bagi para petani,” bebernya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: