Pemuda Sholeh

Pemuda Sholeh

Ia tidak takut masuk penjara. Tapi saat di penjara itulah ayah Sholeh meninggal dunia. Yang membuat Sholeh sedih adalah ternyata ayahnya sangat sedih. Terutama saat anaknya dimasukkan penjara. Lebih sedih lagi Sholeh tidak diizinkan pulang. Tidak boleh menghadiri pemakaman ayahnya.

Itu menandakan di kelas mana bahayanya Sholeh dari kacamata Orde Baru. Kini Sholeh sudah berumur 42 tahun. Ia tetap percaya pada demokrasi --meski kenyataannya harus serba uang seperti sekarang. Sebagai pengacara, banyak perkara yang ditanganinya. Tapi yang sangat terkenal adalah perkara --Anda sudah tahu-- Kanjeng Dimas. Yakni orang Probolinggo yang mengaku bisa menggandakan uang itu.

Yang saya tidak tahu: Sholeh ternyata pernah menguji Kanjeng Dimas di kamar hotelnya. “Waktu itu kalau Kanjeng Dimas tidak mau saya tes saya tidak mau jadi pengacaranya,” ujar Sholeh dua hari lalu. Kebetulan Kanjeng Dimas sendiri yang meminta Sholeh jadi pengacaranya. “Beliau ingin mencari pengacara yang pemberani,” ujar Sholeh mengutip ucapan kliennya saat itu.

Hasil pengetesannya positif: Kanjeng Dimas bisa mengeluarkan uang dari belakang pinggangnya. Padahal kursi yang diduduki Kanjeng Dimas itu disiapkan oleh Sholeh. Kanjeng Dimas juga hanya mengenakan baju batik lengan panjang --tidak mengenakan jubah.

Setelah duduk di kursi tersebut Kanjeng Dimas menempatkan kedua tangannya di belakang pinggangnya. Tidak sampai lima menit kemudian salah satu tangannya seperti menarik barang dari belakang pinggangnya itu. Barang itu ia lemparkan ke lantai. Bentuknya uang segenggam. Dolar Singapura. Pecahan 1.000 dolar.

Sholeh mengambil uang itu. Ia hitung. Nilainya Rp50 juta lebih. “Saya bawa uang itu ke money changer. Milik teman saya. Ia tahu saya pengacara Kanjeng Dimas. Ia langsung bertanya pada saya: uang dari Kanjeng Dimas ya?,” ujar Sholeh.

Tentu Sholeh mengiyakan. “Asli semua lho mas Sholeh,” ujar petugas money changer itu --ikut terheran-heran. “Di mana uang itu sekarang?” tanya saya. “Saya pakailah untuk belanja,” ujar Sholeh.

Ternyata Sholeh sempat menantang majelis hakim. Untuk minta Kanjeng Dimas demo di depan sidang. Seperti yang pernah ia lakukan. “Kanjeng Dimas sendiri sebenarnya siap. Tapi majelis hakim menganggap tidak perlu,” ujar Sholeh.

Baiklah. Sholeh sudah terkenal sebagai pengacara di Surabaya. Tapi kenapa masih begitu ingin jadi wali kota? “Saya ingin memperjuangkan orang kecil lewat kekuasaan,” ujarnya. Sampai sekarang sudah 25 gugatan yang ia majikan ke MK. Tentu tidak semuanya dikabulkan.

Pilkada dengan calon tunggal adalah termasuk gugatan Sholeh yang berhasil. Tapi lagi-lagi hakim MK-nya juga Mahfud MD. Hidup Madura! (dahlan iskan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: