DPPKBP3A Tekan Kekerasan Seksual Anak, Gencar Bangun Jejaring sampai Tingkat Desa

DPPKBP3A Tekan Kekerasan Seksual Anak,  Gencar Bangun  Jejaring sampai Tingkat Desa

CIREBON – Pemerintah Kabupaten Cirebon terus menekan angka kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak. Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kabupaten Cirebon ini pun, membangun jejaring hingga ke setiap desa.

Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) DPPKBP3A Kabupaten Cirebon, Hj Wiwin Winarni, SSos MSi mengatakan, hampir di setiap desa pihaknya membangun jejaring dengan berbagai satuan. Mulai dari Satgas, kemudian Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), serta lainnya.

Selain itu, kata Wiwin, hal yang sama juga masuk ke ranah pelayanan. Seperti puskesmas ramah anak. Salah satu puskesmas yang menjadi percontohan, ada di Beber. Predikatnya sudah bukan lagi di tataran lokal. Namun sudah masuk predikat terbaik skala nasional.

“Di sana pelayanannya sudah maksimal. Khususnya terkait dengan puskesmas layak anak, hak-hak terhadap anak sudah terpenuhi. Berbagai fasilitasi seperti tempat bermainnya, ada sarana konseling lagi ada,” tuturnya.

Selain itu, sambung Wiwin, untuk meminimalisir kekerasan seksual juga, pihaknya melakukan sosialisasi dan advokasi, termasuk melakukan program sekolah ramah anak. Bahkan, sampai menyasar ke pondok pesantren. Itu sudah ada, 17 pesantren yang ramah anak.

“Semua itu, untuk melakukan upaya pencegahan. Kita galakan disiplin positif. Tidak ada lagi bullying. Tidak ada lagi anak keliling lapangan karena terlambat. Sebab, kita memiliki tekad ingin mencapai kabupaten layak anak,” imbuhnya.

Lebih lanjut dia menyampaikan, tidak sedikit korban kekerasan seksual terhadap anak dijumpai di sekolah. Dari data yang dipegang oleh DPPKBP3A korban kekerasan totalnya ada 108 kasus, sepanjang tahun 2019 lalu. Mayoritas dari kalangan pelajar.

“Untuk tingkat SMA ada 36 kasus, SMP 35 kasus, S1 15 kasus, SD 13 kasus, TK tiga kasus, tidak sekolah atau belum 2 kasus, D2 dua kasus, PAUD satu kasus, dan S2 1 kasus,” bebernya. 

Menurutnya, saat ini masyarakat mulai terbuka. Ketika ada apa-apa, mereka tidak malu untuk melaporkan. “Kalau dulu, anaknya diperkosa, itu merupakan aib, tidak mau melaporkan. Sekarang, mereka berani untuk melaporkan. Lebih terbuka,” tandasnya.

Dia menambahkan, kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak itu berawal dari perkenalan di medsos. Ia menilai para pelakunya sudah terorganisir. Mereka memiliki kelompok. (sam)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: