Kebutuhan Dalam Negeri Meningkat, Ekspor Masker Dihentikan
JAKARTA - Kebutuhan masker dalam negeri sangat tinggi dengan masuknya virus corona atau Covid-19. Terlebih dengan aksi borong dan penimbunan yang berdampak pada tingginya harga masker dan kelangkaan di pasaran.
Direktur PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Eko Taufik Wibowo memutuskan menghentikan ekspor masker untuk kebutuhan Corporate Social Responsibility (CSR) ke luar negeri. Keputusan tersebut diambil mengingat stok bahan baku untuk produksi masker kosong. Dan kebutuhan akan masker dalam negeri sangat tinggi.
\"Kita melayani CSR dan permintaan ekspor, tidak boleh lagi ekspor dan terakhir untuk CSR BNI bagi TKI di Hongkong. Setelah itu kita tidak boleh lagi, kebutuhan masker hanya untuk Kimia Farma,\" ujarnya di Jakarta, Jumat (/3).
Diungkapkannya saat ini stok masker tersisa di gudang RNI hanya bisa dikeluarkan berdasarkan perintah Menteri BUMN Erick Thohir dan Presiden Joko Widodo. Ini merupakan langkah mengatasi penimbunan masker oleh oknum-oknum tertentu.
\"Sisa stok masker saat ini di gudang sekitar 100 ribu masker, tapi hanya untuk kebutuhan darurat saja. Mungkin yang bisa memerintahkan masker ini dikeluarkan hanya Bapak Menteri BUMN Erick Thohir dan Presiden Jokowi,\" ujarnya.
Ditegaskannya, masker-masker itu tidak akan dikeluarkan kecuali ada perintah dari Menteri BUMN dan Presiden RI.
\"Menurut kita, stok masker di pasaran itu masih banyak, cuma disimpan (ditimbun). Sebetulnya masih cukup menurut saya,\" katanya.
Di Jakarta sendiri, stok masker di pasar masih mencukupi sekitar 3-4 juta masker. Eko mengatakan bahwa saat ini pihaknya belum memproduksi masker. RNI berencana memproduksi untuk jamaah haji pada Maret ini sekitar 5-7 juta masker. Namun bahan baku lapisan dalam masker dari China kosong.
Dijelaskannya, bahan baku lapisan dalam masker yang diimpor dari luar negeri merupakan komponen krusial dalam produksi masker. \"Komponen lapisan dalam, kalau untuk kainnya kita bisa ambil dari produsen lokal, perihal asli atau KW pun tidak masalah kalau sedang dalam kondisi darurat atau emergency. (lapisan dalam) Itu yang tidak bisa kita produksi,\" ujarnya.
RNI pun telah mendeteksi bahan baku lapisan dalam masker itu terdapat di Prancis. \"Kita baru ke deteksi ada di Prancis, tapi sampai sekarang mereka belum kasih, mungkin permintaan juga banyak negara lain, atau Prancis melindungi produksi bahan baku tersebut demi kebutuhan dalam negerinya,\" katanya.
Meski demikian, RNI akan terus mengejar dan mengupayakan bahan baku tersebut, mengingat jika bahan baku sudah tersedia pihaknya bisa memproduksi ribuan masker dalam waktu satu jam.
\"Kalau normal 5-7 juta masker. Target saya minimal bulan ini saya bisa produksi 1 juta, kalau barang masuk, cepat produksi seminggu selesai. Saya kejar terus tiap hari. Minimal ada komitmen,\" ujarnya.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk memproduksi masker adalah menjajaki Jepang. \"Saya lagi jajaki dengan Jepang, kalau masker itu diproduksi di Jepang terlalu mahal menurut saya. Lebih baik Jepang yang memproduksi masker di Indonesia, itu yang saya mau coba,\" ungkapnya.
Eko mengatakan jika negara tersebut memproduksi masker di Indonesia, negara tersebut dapat membeli masker dari Indonesia secara murah dan Indonesia pun memiliki stok masker yang mencukupi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: