Hasil Swab Lama, Kadinkes: Ribuan Antre di Balitbangkes

Hasil Swab Lama, Kadinkes: Ribuan Antre di Balitbangkes

PASIEN positif Covid-19 di RSD Gunung Jati, Riki Rachman Purnama, membuat surat terbuka pada Presiden Jokowi dan Menkes Terawan Agus Putranto. Satu hal yang ia keluhkan adalah lamanya hasil swab atau pemeriksaan menggunakan sampel lendir yang diambil dari dalam hidung maupun tenggorokan. Hasil dari Balitbangkes (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan) Kemenkes itu tak kunjung tiba.

Terkait hal ini, Kepala Dinas Kesehatan Kota Cirebon dr Edy Sugiarto MKes mengatakan menunggu hasil swab membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Sekitar 7 hari. Karena di laboratorium Balitbangkes Kemenkes terjadi antrean dari berbagai wilayah di Indonesia. “Butuh proses dan memakan waktu berhari-hari,” kata Edy kepada Radar Cirebon, Jumat (27/3).

Ia menjelaskan, pemeriksaan yang membutuhkan waktu singkat dapat dilakukan melalui rapid test. Yakni dengan mengambil sampel darah. Tapi pemeriksaan dengan metode ini tidak bisa menentukan secara spesifik penyakit yang dialami penderita.

Butuh lebih dari 1 kali rapid test, sebelum akhirnya diperiksa menggunakan PCR, yang merupakan metode paling akurat dalam mendeteksi Covid-19. “Orang sakit tertentu dan dites menggunakan rapid test, hasilnya akan positif. Jadi tidak bisa menentukan secara spesifik virus Covid-19,” katanya.

Namun diakui, menggunakan metode pengecekan rapid test secara masal dapat menjaring pasien yang mendekati kriteria Covid-19. Sehingga antrean pengecekan swab di Balitbangkes Kemenkes dapat diminimalisasi.

Mengenai rumitnya birokrasi yang membuat pihak rumah sakit menunggu lama, dibantah Edy. Menurutnya, yang membuat lama adalah antrean di Balitbangkes Kemenkes di Jakarta. “Karena ada ribuan antrean untuk mengecek swab. Kalau rapid test, 10 menit selesai. Kalau positif saat rapid test, seminggu lagi dites lagi. Kalau positif lagi, baru PCR. Jatuhnya sama, harus PCR,” jelasnya.

Sementara itu, Kabag Humas RSD Gunung Jati Arif Wibawa Rumana menyatakan bahwa apa yang dilakukan pasien nomor 10 dengan mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Jokowi dan Menkes Terawan Agus Putranto adalah perbuatan yang tidak melanggar tata tertib rumah sakit.

“Dari sisi etika, juga sebetulnya tidak ada pelanggaran. Paling menyebutkan rumah sakit Gunung Jati aja yang sensitifnya. Kalau lihat isinya, kritik dan saran yang membangun. Bahasanya terpelajar. Emang yang bersangkutan pendidikannya tinggi. Bagus kalau lihat isinya, biar pemerintah lebih aware  ke pasien,” tandas Arief.

Ketika surat itu ramai dan menjadi perbincangan, Arief melalui petugas medis menanyakan langsung kepada yang bersangkutan. Dan, kata Arief, yang bersangkutan membenarkan telah mengirimkan surat terbuka dengan alasan seperti yang terlampir dalam isi surat tersebut. Untuk menghilangkan jenuh dan selalu bertukar kabar dengan keluarga, RSD Gunung Jati memperbolehkan pasien membawa telepon selular dan mengakses internet.

Mengenai hasil swab yang sempat disinggung berbelit, Arif mengatakan bahwa berdasarkan pengalaman saat pertama, Kementerian Kesehatan menghubungi langsung pihak rumah sakit untuk memberi kabar hasil tersebut. “Kemudian surat resminya menyusul dalam bentuk PDF. Cuman hasil swab yang berikutnya, saya kurang paham. Apa langsung berhubungan dengan dinas kesehatan atau bagaimana, saya kurang paham,” terangnya. (ade)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: