Twist Again

Twist Again

Bahkan justru terkena stres berat. Selama dua tahun.

Selepas stres itulah baru punya kesempatan keluyuran ke segala pelosok dunia. Selama dua tahun. Hampir tiada henti.

Covid-19 yang membuat saya jinak.

Kini saya harus me-lockdown diri di rumah. Di Surabaya. Ikut masak. Ikut main gamelan di studio sebelah rumah.

Dan setelah dua minggu lockdown, irama hidup berubah total. Kantuk pun datang setiap pukul 9 malam. Apalagi kalau naskah DIs Way sudah selesai saya tulis.

Hanya kadang saja saya masih memaksakan diri nonton Liga Dangdut Indonesia. Tapi setelah penyanyi pertama tampil, tidak kuat lagi menahan kantuk. Ganti penyanyi kedua itu yang menonton saya dari layar kaca: tergeletak di kasur di depan tv.

Akibatnya, pukul 02.30 pun saya sudah bangun. Tidak bisa tidur lagi. Ternyata banyak hal yang bisa dilakukan sepagi itu. Revolusi ponsel benar-benar mengubah hidup manusia.

Kalau tidak, saya pantas khawatir istri saya akan hamil lagi.

Saat istri saya masih lelap itu, saya mengajar jurnalistik. Jarak jauh. Untuk 13 mahasiswa tingkat akhir yang ingin jadi wartawan.

Saya pun sibuk memeriksa kiriman-kiriman WA mereka. Pukul 04.00 saya pindah ke beberapa urusan pribadi. Lalu minum air hangat. Sebanyak setengah liter. Itu harus saya lakukan sebelum minum obat wajib: immunosuppression 1 mg.

Itulah obat untuk menurunkan imunitas saya. Agar hati orang lain yang saya pakai sekarang ini bisa kerasan di tubuh saya.

Setelah minum obat saya banyak membaca. Apa saja. Lewat ponsel.

Satu jam kemudian saya minum lagi air putih: hangat. Setengah liter lagi. Untuk obat kedua: baraclude. Yang terkait dengan kesehatan lever.

Berarti pada pukul 05.30 saya sudah minum air-putih-hangat sebanyak satu liter.

Sambil terus main ponsel saya makan satu buah pisang. Lalu satu mangkok kecil oatmeal --tanpa gula, tanpa susu, tanpa garam, tanpa apa pun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: