Ketua Parpol Krisis Wibawa, Kader Beda Dukungan ke Cabup

Ketua Parpol Krisis Wibawa, Kader Beda Dukungan ke Cabup

KUNINGAN – Jelang pilbup 15 September, kepemimpinan parpol disinyalir mengalami krisis kewibawaan. Fenomena ini nyaris dialami oleh semua parpol. Terutama dalam memberikan dukungan terhadap bacabup, antara pucuk pimpinan dengan kader parpol berbeda pendirian. Aktivis F-Tekkad, Soejarwo membenarkan kondisi tersebut. Dia mengamati cukup banyak parpol yang mengalami krisis kewibawaan pucuk pimpinannya. Kepada Radar, dia mencontohkan beberapa parpol saja. “PPP misalnya, meskipun ketua partainya menyatakan dukung paslon Utama, namun pengurus di bawahnya lain. Begitu juga Partai Gerindra, ketika pucuk pimpinannya mengatakan bergabung ke Rochmat tapi pengurus di bawahnya ke paslon lain,” terang Jarwo kepada Radar, kemarin (3/7). Fenomena seperti itu, menurut dia, patut dicari tahu penyebabnya. Hanya saja sebagai sangkaan awal, munculnya krisis wibawa pimpinan parpol diakibatkan oleh kekurangtransparanan mekanisme pengelolaan. Sehingga hal itu memicu reaksi dari para kadernya di bawah. “Saya berasumsi ada kesalahan dalam mekanisme pengelolaan partai. Terutama kaitan dengan transparansi. Kalau saja mekanisme yang diterapkan betul-betul transparan, saya yakin fenomena tersebut tidak akan terjadi,” duga Jarwo. Lantaran adanya krisis wibawa pimpinan parpol, maka pertarungan pilbup nanti semakin sulit ditebak. Meski beberapa pasangan bakal calon mendapat dukungan dari banyak parpol tapi hal itu tidak menjamin bisa memenangkan pertarungan. “Karena lokomotif itu kan punya gerbong. Seandainya lokomotifnya ke paslon A, kalau gerbongnya ke paslon B kan tidak akan menyumbangkan suara signifikan,” ucapnya. Dalam kapasitasnya selaku pengamat, Jarwo tidak berpihak kepada paslon tertentu. Tak heran jika dirinya mencontohkan PPP dan juga Gerindra. Ia mengungkap hal itu sebagai upaya konstruktif agar para pucuk pimpinan berintropeksi. “Patut dianalisis kenapa hal itu bisa terjadi. Apabila hasil analisisnya ditemukan, maka bisa dijadikan bahan evaluasi ke depannya bagaimana agar krisis wibawa kepemimpinan parpol itu tidak terjadi,” kata Jarwo. Diakuinya, perbedaan pandangan atau perbedaan dukungan di internal partai bisa disembunyikan pada dalih ‘dinamika’. Hanya saja problem seperti itu bakal berpengaruh besar terhadap tinggi atau rendahnya kualitas demokrasi. “Partai itu sebuah lembaga politik yang telah terorganisasi di mana keanggotaannya sudah satu ikatan. Kalau internal parpolnya tidak satu suara maka letak demokratisnya di mana? Tiap parpol itu kan punya mekanisme agar sepakat satu suara. Kalau mekanismenya enggak bener, wajar kalau tidak satu suara,” pungkasnya. (ded)    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: