Jelang AKB, Ponpes Terkendala Keterbatasan Fasilitas

Jelang AKB, Ponpes Terkendala Keterbatasan Fasilitas

KUNINGAN – Seluruh pondok pesantren di Kabupaten Kuningan harus bersiap menghadapi penerapan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) di tengah pandemi Covid-19. Hanya saja, hampir sebagian besar ponpes terkendala keterbatasan fasilitas dalam menjalankan protokol kesehatan Covid-19. Di Kabupaten Kuningan ada sekitar 220 pondok pesantren dengan jumlah santri ribuan.

“Saya sudah berkali-kali menyampaikan kepada pemerintah, mohon kiranya pemerintah agar memberikan perhatian serius kepada pondok pesantren dalam menghadapi kenormalan baru. Karena apa, dalam menghadapi new normal ini semua pesantren saya yakin belum siap untuk melaksanakan kenormalan baru, sebab fasilitas di lingkungan pesantren terbatas,” kata Ketua DPC PKB Kuningan H Ujang Kosasih MSi usai memberikan bantuan sembako dari Ketum PKB Muhaimin Iskandar di Ponpes Miftahul Falah, Jumat (12/6).

Dia menekankan, pemerintah harus betul-betul memperhatikan kondisi pesantren saat menghadapi AKB. Tentunya dalam wujud memfasilitasi ketersediaan penunjang untuk menerapkan protokol kesehatan Covid-19 di lingkungan pesantren.

“Kita lihat saja di sini, tempat cuci tangan belum memadai. Apakah semua santrinya sudah punya masker atau belum. Apalagi bicara soal physical distancing dan social distancing dalam proses belajar mengajar, makanya sosialisasi oleh pemerintah kepada pesantren ini penting, fasilitasi oleh pemerintah ini juga penting bagi pondok pesantren,” tegas Ujang.

Pihaknya berharap, mudah-mudahan menjelang pelaksaan kenormalan baru, pemerintah akan mempersiapkan sebagai wujud kepedulian terhadap pesantren di Kabupaten Kuningan. “Kami berharap, pemerintah daerah juga ikut membantu kesulitan yang dihadapi pondok pesantren. Misalnya dengan memberikan bantuan tempat cuci tangan serta hand sanitizer. Ini akan membantu pengelola ponpes,” sebut dia.

Sementara itu, Direktur Pesantren Miftahul Falah KH Aman Samsul Falah mengakui jika hampir semua pesantren salafiyah cukup kesulitan jika harus menyediakan fasilitas penunjang, khususnya dalam penerapan protokol kesehatan Covid-19 saat AKB. Di Kabupaten Kuningan itu ada yang disebut pesantren salafiyah atau tradisional dan pesantren ashriyah atau modern.

“Tentu kalau yang modern itu biasanya relatif sarpras dan fasilitas bagus lah, tapi kalau berbicara pesantren salafiyah itu dibangun dari azas kemandirian,” ujarnya.

Maka jika dihadapkan penerapan AKB, pihaknya mengaku belum menyediakan fasilitas memadai akibat keterbatasan pesantren. Terlebih dalam penerapan protokol kesehatan Covid-19, maka fasilitas cuci tangan, hand sanitizer hingga masker harus tersedia.

“Kita belum menyediakan fasilitas untuk cuci tangan, idealnya dari 100 santri misalnya minimal ada 10 tempat cuci tangan, belum lagi ketersediaan hand sanitizer dan masker. Karena terus terang jika setiap pesantren harus mengikuti protokol kesehatan, maka secara finansial cukup sulit,” ungkapnya.

Dia menceritakan, sebelum awal Ramadan, hampir semua pesantren salafiyah patuh terhadap aturan pemerintah untuk memulangkan para santrinya. Sebanyak 150 santri di ponpesnya terpaksa dipulangkan, sebagai wujud ketaatan terhadap aturan pemerintah. “Kita taat, kita mendengarkan dan menaati dengan regulasi yang ada. Hormat dan takzim kepada para ulama yang telah mengeluarkan fatwa, kemudian kita taat juga kepada seruan pemerintah, sebab kita yakin bahwa mentaati itu bagian dari ibadah jika dilakukan ikhlas mendapat pahala. Dalam aspek ini kita bisa mengondisikan santri dan masyarakat untuk taat kepada pemerintah, namun disini harus ada timbal balik, artinya pemerintah harus serius memperhatikan dunia pesantren sebab di Kuningan hampir 90 persen apa adanya,” pungkasnya.(ags)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: