Menanti Sikap ”Randu Gede”

Menanti Sikap ”Randu Gede”

Oleh: Ki Dharma Sutapa

MENARIK untuk dicermati menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Konstelasi politik di sana cenderung biasa, namun menawarkan rasa harap-harap cemas. Situasi ini tak lepas dari sikap sejumlah partai politik pemilik kursi di DPRD yang masih berhitung matang.

Di tubuh internal parpol, masing-masing sedang menggodok siapa yang pantas maju dalam pilkada. Untuk eksternal, masing-masing parpol mengutak-atik untung rugi dengan siapa berkoalisi. 

Masalah internal dan eksternal yang timbul tersebut tentu berimplikasi pada soliditas parpol. Akan ada rivalitas serius di dalam mengenai “siapa” dan “dengan siapa”.

Untuk menjawab “dengan siapa” maka kata kuncinya adalah jawaban dari kata “siapa”. Fakta itu dikuatkan dengan berderetnya baliho berisi klaim figur bakal calon bupati yang justru muncul dari satu partai.

Strategi atau memang terjadi rivalitas tentu menjadi rahasia internal partai. Hanya saja, kondisi tersebut sejatinya sebagai gambaran jelas adanya kompetisi di internal.

Figur yang “tampil menawan” di baliho bukan tanpa tujuan dan kepentingan. Mereka setidaknya memiliki kepentingan yang sama yakni untuk investasi politik dan investasi publik ke depan.

Saat ini, bila ditelisik kondisi yang nyaris seperti gambaran diatas adalah apa yang sedang berlangsung di tubuh Partai Golkar (PG) Kabupaten Indramayu. Partai pemilik 22 kursi di DPRD Indramayu ini merupakan trademark-nya wong dermayu.

Betapa tidak, dominasi PG di daerah berjuluk kota mangga ini begitu kuat dan mengakar. Dalam dua puluh tahun terakhir, tak sekalipun PG di Indramayu kalah dari partai pesaingnya.

Artinya, selama dua puluh tahun terakhir ini pula PG menjadi sebuah keuatan besar mesin politik sehingga memengaruhi konstelasinya sekaligus. Mengapa PG Indramayu menarik untuk dicermati.

Dalam cacatan perjalanan politik, dominasi PG di Indramayu mulai menggeliat pada  era Yance (Irianto MS Syafiuddin), Ketua DPD I sekaligus Bupati Indramayu saat itu.

Kepiawaian Yance “memainkan” irama politik bahkan menorehkan prestasi yang patut diakui. Ia mampu memimpin Indramayu dalam dua masa pemerintahan yakni tahun 2000–2010.

Yance berhenti? Justru tidak. Sepak terjangnya selama sepuluh tahun mengamankan predikat lumbung Golkar Jawa Barat, bahkan nasional, mengantarkan ia pada deretan tokoh politik daerah yang sangat diperhitungkan di tingkat nasional.

Maka ketika Yance, menyerahkan tongkat estapet kepemimpinan bupati kepada istrinya, Anna Sophana, (tahun 2010), tidak ada hambatan berarti sama sekali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: