Ego Sektoral Antara Kementerian dan Lembaga Terkait Memperburuk Penanganan Covid-19

Ego Sektoral Antara Kementerian dan Lembaga Terkait Memperburuk Penanganan Covid-19

JAKARTA - Presiden Joko Widodo mengendus adanya ego sektoral antara Kementerian dan Lembaga terkait dalam penanganan wabah Virus Corona (Covid-19). Sehingga kondisi ini memunculkan sendatan dalam penanganan. Ini pun dibuktikan dengan akselerasi yang tidak berjalan dalam penanganan dampak wabah. Dari sisi penanggulangan PHK, pengangguran sampai stimulus yang tidak ada progres berarti.

”Saat ini dibutuhkan penanganan dan pengendalian yang terintegrasi antara satu dengan lainnya baik antarkementerian dan lembaga maupun pemerintah pusat dengan daerah. Tidak ada lagi ego sektoral kementerian, lembaga, kedaerahan, apalagi jalan sendiri-sendiri. Saya kira ini harus segera kita hilangkan,” terang Presiden dalam rapat terbatas evaluasi penanganan pandemi dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (29/6).

Presiden juga meminta dilakukannya terobosan baru yang berdampak besar terhadap penanganan pandemi Covid-19 di tengah masyarakat. ”Saya minta agar kita bekerja tidak linier. Saya minta ada sebuah terobosan yang bisa dilihat oleh masyarakat dan terobosan itu kita harapkan betul-betul berdampak kepada percepatan penanganan ini. Jadi tidak datar-datar saja,” timpalnya.

Saat ini, beberapa provinsi diketahui masih memiliki angka penyebaran Covid-19 yang cukup tinggi. Untuk mempercepat penanganan di provinsi atau di daerah-daerah tertentu tersebut, Presiden memandang diperlukan adanya tambahan personel atau tenaga medis yang diperbantukan dari pusat. Demikian pula dengan tambahan peralatan-peralatan medis yang dapat membantu penanganan.

Kepala Negara juga meminta jajarannya untuk mengawasi dan memberi panduan bagi daerah-daerah yang akan memulai menuju masa adaptasi kebiasaan baru. Pemerintah pusat harus turun memberikan panduan kepada daerah mengenai tahapan-tahapan yang harus dilalui sebelum membuka kembali fasilitas dan kegiatan publik maupun perniagaan.

”Saya juga minta dilihat betul daerah-daerah yang mulai masuk ke new normal. Tahapannya betul-betul dilalui baik itu prakondisi, timing-nya kapan, diberikan panduan, ada guidance dari pusat sehingga mereka tidak salah. Ada prakondisi, ketepatan timing-nya, kemudian yang ketiga prioritas sektor mana yang dibuka. Itu betul-betul diberikan panduan,” kata Presiden.

Sosialisasi terhadap disiplin protokol kesehatan juga harus dilakukan secara besar-besaran. Ditemukan pula banyak kasus penolakan masyarakat terhadap pemeriksaan PCR maupun rapid test sebagai upaya pencegahan penyebaran pandemi yang harus segera diatasi dengan sosialisasi yang persuasif. ”Pemeriksaan PCR maupun rapid test yang ditolak oleh masyarakat. Ini karena apa? Mungkin datang-datang pakai PCR, datang-datang bawa (alat) rapid test, belum ada penjelasan dan sosialisasi terlebih dahulu kepada masyarakat yang akan didatangi sehingga yang terjadi adalah penolakan,” tuturnya.

Untuk itu, pelibatan tokoh-tokoh agama atau elemen masyarakat lainnya diperlukan untuk mendukung proses komunikasi dan sosialisasi kepada masyarakat. ”Pelibatan tokoh-tokoh agama atau masyarakat, budayawan, sosiolog, antropolog dalam komunikasi publik harus secara besar-besaran kita libatkan sehingga jangan sampai terjadi lagi merebut jenazah yang jelas-jelas (positif) Covid-19 oleh keluarga,” ujarnya.

Dalam hal pembayaran dan bantuan dana bagi pelayanan kesehatan serta tenaga medis, Presiden Joko Widodo juga menginstruksikan agar pencairan dana yang telah disiapkan dapat dilakukan dengan segera. Misalnya untuk bantuan santunan, pembayaran klaim rumah sakit, hingga insentif bagi para tenaga medis.

”Jangan sampai ada keluhan. Bantuan santunan itu mestinya begitu (pasien) meninggal langsung bantuan santunannya harus keluar. Prosedurnya di Kementerian Kesehatan betul-betul bisa dipotong. Jangan sampai bertele-tele. Kalau aturan di Permen-nya terlalu berbelit-belit ya disederhanakan,” ucapnya.

”Pembayaran klaim rumah sakit secepatnya. Insentif tenaga medis secepatnya. Insentif untuk petugas lab juga secepatnya. Kita menunggu apa lagi? Anggarannya sudah ada,” imbuh Presiden. Mengakhiri arahannya, kepala negara mengajak kerja bersama seluruh pihak untuk mengefektifkan penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia.

Sementara itu Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) pusat sekaligus Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengungkapkan ternyata tidak semua rekomendasi World Health Organization atau Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sesuai dengan kondisi yang ada di Indonesia. Ini ditegaskan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) pusat sekaligus Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo.

”Pemberitahuan WHO perlu kita lakukan kajian sesuai dengan kondisi di negara kita. Beberapa waktu lalu WHO mengatakan bahwa mereka yang tidak bergejala kecil kemungkinan melakukan penularan, tapi faktanya di negara kita lebih dari 70 persen, bahkan beberapa daerah ada yang mendekati 90 persen mereka yang tidak ada gejala positif Covid-19,” terang Doni Monardo.

Dari laman resmi WHO disebutkan kriteria yang diperbarui itu mencerminkan sejumlah temuan baru-baru ini bahwa pasien yang gejalanya telah sembuh mungkin masih menunjukkan hasil positif saat dites usap (swab) selama beberapa minggu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: