Mayoritas Nilai RUU Omnibus Law Positif Terhadap Ekonomi

Mayoritas Nilai RUU Omnibus Law Positif Terhadap Ekonomi

JAKARTA – Mayoritas publik yang mengetahui dan mengerti Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kejer (Citaker) atau Omnibus Law menyatakan bahwa RUU ini berdampak positif terhadap ekonomi pasca pandemi Covid-19.

‎”Mayoritas 55,5% berdampak positif terhadap ekonomi,” kata Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya, dalam webinar peluncuran survei nasional lembaganya, Rabu (22/7).

Sementara itu, responden lainnya menjawab bahwa RUU Cipta Kerja tidak punya ‎dampak terhadap ekonomi sama sekali sebanyak 10,9% dan sejumlah 27,9% menjawab berdampak negatif terhadap ekonomi.

Yunarto menjelaskan, hasil survei ini merupakan jawaban dari 13,3% yang mengetahui dan mengerti RUU Ciptaker atau Omnibus Law. Adapun total responden dalam survei ini sebanyak 2.000 orang responden.

Dari total responden tersebut, sebanyak 47,3% mengaku pernah mendengar berita mengenai RUU Ciptaker atau Om‎nibus Law dan sebanyak 37,5% mengaku tidak pernah mendengarnya.

“Kalau ditanya, apabila RUU Cipta Kerja disahkan hari ini, apa Anda setuju? Ditanyakan pada yang menjawab mengetahui dan mengerti RUU Cipta Kerja, 55,5% menyatakan setuju,” ujarnya.

Menurut Yunarto, angka di atas tidak berbeda jauh dengan hasil survei yang dirilis salah satu lembaga survei sekitar 1 atau 2 pekan lalu. “Angkanya berkisar di antara 50%, kalau saya tidak salah,” ucapnya.

Sementara itu, alasan utama responden yang mengetahui dan mengerti RUU Ciptaker atau Omnibus Law agar RUU ini disahkan ‎yakni karena RUU ini menjadi stimulus bagi pemulihan ekonomi negara.

“Hipotesa saya, tentu saja ini terkait dengan kondisi psikologis krisis yang memang dianggap membutuhkan sebuah stimulus sebanyak 60,5%, termasuk salah satunya Omnibus Law,” ucapnya.

Kemudian, sejumlah 17,0% menyatakan karena RUU Cipta Kerja mampu memudahkan pengurusan izin membuka usaha sehingga tercipta lapangan kerja, sebanyak 16,3% menyatakan perlindungan dan kemudahan dari pemerintah dalam membuka UMKM, serta sebanyak 2,7% peluang mendapatkan investasi terbuka lebar dan dapat menembus pasar global.

“Sedangkan alasan pada yang tidak setuju RUU Cipta Kerja ini datanya linier, dengan hanya angka 13,3% yang iya dan mengerti alasan utama dari penolakan adalah proses pembahasan RUU Cipta Kerja dianggap tidak transparan,” jelasnya.

Dari hasil survei ini, Yunarto memberikan catatan yakni tingkat pengetahuan terhadap RUU Cipta Kerja ini masih relatif rendah yakni masih banyak‎ responden yang menyatakan belum mengerti tentang RUU ini.

Namun demikian, pada responden yang meyatakan ‎mengerti RUU Cipta Kerja, terlihat harapan masyarakat, terutama ditujukan agar RUU tersebut dapat menjadi stimulus pertumbuhan ekonomi.

Menanggapi hasil survei soal RUU Ciptaker, legislator Partai Golkar, Meutya Hafid, mengatakan, ini senada dengan pemberitaan media massa yang sangat masif soal ancaman banyak pekerja, khususnya di sektor informal yang kehilagan pekerjaan atau pendapatan akibat pandemi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: