Obat Covid-19 Belum Ada, Masyarakat Diminta Hati-hati dengan Obat di Pasaran

Obat Covid-19 Belum Ada, Masyarakat Diminta Hati-hati dengan Obat di Pasaran

JAKARTA - Pemerintah memastikan bahwa obat untuk Covid-19 belum ditemukan. Masyarakat diminta tak mempercayai informasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Plt Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Slamet menegaskan, hingga kini belum ada negara atau lembaga di dunia yang menemukan obat/vaksin untuk mengobati Covid-19.

\"Saat ini beberapa Negara, termasuk Indonesia, tergabung dalam Solidarity Trial WHO untuk mendapat bukti klinis yang lebih kuat dan valid terhadap efektivitas dan keamanan terbaik dalam perawatan pasien Covid-19,\" jelas Slamet, Selasa (4/8).

Dijelaskannya, secara garis besar, proses produksi obat diawali dengan upaya penemuan bahan, zat, atau senyawa potensial melalui berbagai proses penelitian. Kemudian, bahan potensial obat tersebut harus melewati berbagai proses pengujian.

\"Proses pengujian ini mulai dari, uji aktivitas zat, uji toxisitas in vitro dan in vivo pada tahap pra klinik, serta uji klinik untuk fase I, fase II dan fase III. Setelah itu, proses izin edar,\" ungkapnya.

Untuk tahap keempat, yakni diproduksi melalui cara pembuatan obat yang baik (GMP) dan dilakukan kontrol pada proses pemasaran.

Bukan hanya Indonesia, negara-negara di dunia juga sedang bekerja keras untuk mendapatkan vaksin atau obat Covid-19. \"Banyak lembaga internasional dan nasional sedang bekerja keras untuk mendapatkan obat atau vaksin Covid-19. Sebagian kandidat vaksin juga sudah memasuki tahap uji klinik tahap akhir,\" katanya.

Dia pun meminta masyarakat untuk tidak mudah percaya akan informasi yang diragukan kebenarannya. Slamet mengingatkan agar masyarakat dapat menyaring informasi dari sumber terpercaya terlebih dahulu sebelum menyebarkannya.

\"Kepada seluruh pihak, khususnya tokoh publik, kami harap dapat memberikan pencerahan tentang Covid-19 kepada masyarakat dan bukan sebaliknya menimbulkan pro kontra,\" tutur Slamet.

Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 Kemenristek/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Ali Ghufron Mukti meminta masyarakat berhati-hati, selektif, serta kritis terhadap obat yang beredar di pasaran. Apalagi yang belum teruji untuk membantu meningkatkan daya tahan tubuh melawan Covid-19.

\"Masyarakat seharusnya berhati-hati, harus dicek kebenarannya melalui lembaga resmi yang berkompeten seperti BPOM, Kemenkes, Kemenristek/BRIN dan lembaga lain,\" katanya.

Dikatakannya, masyarakat bisa mengecek izin edar produk tersebut. \"Apakah sebagai jamu, obat herbal terstandar atau fitofarmaka. Sebab, syarat untuk mendapatkan izin sangat berbeda,\" ungkapnya.

Menurutnya, obat yang terbukti klinis, akan lolos uji terkait keamanan, keselamatan atau efek samping dan kemanfaatan serta keefektifan peruntukannya.

Pihaknya melalui Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 selalu menghargai dan mengapresiasi setiap upaya riset dan inovasi dengan prosedur tertentu untuk dapat menangani pandemi.

\"Pada dasarnya kami apresiasi setiap anak bangsa yang melakukan riset dan inovasi yang sesuai kaidah yang benar untuk kepentingan masyarakat,\" katanya. (FIN)

https://www.youtube.com/watch?v=S1yVJ4FvbDQ

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: