Satu Dekade Rasio Pajak Menempati Posisi Terendah

Satu Dekade Rasio Pajak Menempati Posisi Terendah

JAKARTA – Ekonom menilai upaya peningkatan rasio pajak (tax ratio) yang dilakukan pemerintah belum membuahkan hasil. Sejak 2014 meski sempat double digit namun hingga semester I/2020 kembali bahkan dalam satu dekade menempati posisi terendah.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda mengatakan, rasio pajak Indonesia hanya single digit terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) 2019.

“2019 tax ratio kita hanya 9,8 persen atau hanya 1 digit. Itu ternyata sudah dua kali mengalami tax ratio stasiun 1 digit. Artinya, kinerja perpajakan di era Jokowi sangat buruk, banget,” ujarnya dalam diskusi daring, kemarin (3/9).

Menurut Nailul Huda, kondisi rasio pajak nasional saat ini merupakan paling rendah sepanjang satu dekade terakhir. Tahun 2010, kata dia, rasio pajak sempat di posisi double digit 10,5 persen, namun hingga semester I/2020, kembali menukik di angka 8,2 persen.

“Angka tax ratio terendah ini istilahnya sebuah prestasi bagi pemerintahan Jokowi dalam tanda kutip, ya,” ucapnya.

Kesempatan yang sama, ekonom senior Faisal Basri menjelaskan, anjloknya rasio pajak di Indonesia bukan disebabkan adanya pandemi Covid-19. Akan tetapi, memang sejak 2014 rasio pajak sudah menunjukkan tren rendah.

Disebutkan, 2014 rasio pajak Indonesia di tingkat level 10,9 persen namun terus merosot, yakni pada 2019 10,7 persen, 2016 10,4 persen, dan 2017 9,9 persen. Pada 2018 sempat naik menjadi 10,2 persen, tetapi kembali turun 9,8 persen pada 2019. Kata dia, berdasarkana data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), pada semester I/2020 merupakan yang terendah sejak 2001.

“Tren penurunan pajak itu memang sudah terjadi sebelum pandemi Covid-19. Ya, jadi jangan disalahkan pandeminya. Ini ada masalah dengan perpajakan kita,” ucapnya.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebelumnya menegaskan, Kemenkeu perlu melakukan penanganan terhadap stagnasi penerimaan pajak di Indonesia di tengah pertumbuhan ekonomi yang turun akibat wabah virus corona.

Auditor Utama II BPK Laode Nusriadi mengatakan PDB terus menunjukkan pertumbuhan, akan tetapi tidak diikuti dengan pertumbuhan rasio pajak.

“Ada masalah di dalam rasio pajak dan expenditure yang dari sisi kebijakan fiskal dan pendapatannya. Diharapkan ekonomi tumbuh, tapi kalau dilihat dari rasio pajak, itu tidak tercermin,” kata Laode.

Wakil Ketua BPK Agus Joko Pramono mengatakan, jika Kemenkeu secara terus menerus tidak memiliki tata kelola yang baik dalam penggunaan anggaran belanja, ke depan kementerian yang dikomandoi bendahara negara itu akan menghadapi penerimaan yang cenderung kurang dan belanjanya lebih besar.

“PDB terus meningkat, tapi rasio pajak secara konsisten turun. Artinya ada poin-poin tertentu atau angka-angka PDB yang belum terambil atau diperoleh tax-nya atau belum termitigasi tax-nya,” ujarnya.

Usul dia, dalam jangka panjang, pemerintah bisa terus menggali pendapatan-pendapatan yang belum termitigasi. “Agar bisa ditarik pajaknya. Karena banyak sekali Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang belum termitigasi. Presentasi tax ratio ke PDB itu turun. Dan ini disadari oleh pemerintah,” tukasnya. (din/fin)

https://www.youtube.com/watch?v=dOGpLtZLEtU

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: