Pengunakan Vaksin dengan Efikasi di Atas 50 Persen

Senin 11-01-2021,16:00 WIB
Reporter : Leni Indarti Hasyim
Editor : Leni Indarti Hasyim

JAKARTA – Vaksinolog sekaligus dokter spesialis penyakit dalam, dokter Dirga Sakti Rambe mengajak masyarakat agar menggunakan vaksin COVID-19 yang sudah ada. Selain telah memperoleh izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga harus memiliki efikasi di atas 50 persen.

“Mungkin orang akan berpikir vaksin yang paling mendekati keberhasilan adalah 100 persen. Apakah betul begitu? Tidak juga,” kata Dirga dalam diskusi daring di Jakarta, Minggu (10/1).

BACA JUGA:Vaksin Covid-19, Jokowi Pertama, Disusul Kepala Daerah

Menurutnya, tingkat keberhasilan vaksin Pfizer 95 persen. Sedangkan Moderna 90 persen dan Sinovac di Brazil 78 persen. Perlu diingat tingkat keberhasilan suatu vaksin melalui uji klinis di sebuah negara bisa berbeda-beda.

“Beda orang, beda negara, beda desainnya. Sehingga kita tidak bisa mengatakan vaksin A lebih bagus dari vaksin B. Jika belum dibandingkan dalam satu penelitian yang sama,” ucapnya.

Karena itu, lanjutnya, menggunakan vaksin apapun yang lebih dulu tersedia. “Selama vaksin tersebut mengantongi izin dari BPOM tidak masalah,” imbuhnya.

Apalagi, saat ini kondisi pandemi COVID-19 di Indonesia belum menunjukkan penurunan. Terkait individu yang memiliki riwayat asam lambung, alergi, gangguan tiroid, asma, autoimun dan sebagainya, tidak perlu khawatir.

Sebab, sebelum divaksin, petugas terlebih dahulu akan menanyakan atau memeriksa kondisi kesehatan laik atau tidak divaksin. “Jadi jangan pusing, jika menerima undangan vaksinasi datang saja dulu. Namun, tetap dengan disiplin 3M (Memakai Masker, Mencuci Tangan, Menjaga Jarak),” tukasnya.

Dia membenarkan terdapat kelompok masyarakat yang tidak bisa divaksin. Misalnya penderita darah tinggi, autoimun dan sakit ginjal. “Kenapa tidak bisa. Sekali lagi vaksinasi mengedepankan prinsip kehati-hatian,” imbuhbnya.

Vaksin yang telah lolos fase satu, dua, dan tiga atau uji klinis, dapat dipastikan aman dan efektif untuk digunakan. “Kalau nanti BPOM sudah mengeluarkan izin untuk merek apapun, kita tidak perlu ragu. Karena itu sudah dipastikan aman dan efektif,” paparnya.

Ia mengatakan efek samping dari sebuah vaksin dapat diketahui sejak uji klinis fase satu, dua dan tiga dilakukan. “Sampai sekarang berita baiknya efek sampingnya tidak ada yang berat,” urainya.

Pada umumnya, efek samping vaksin COVID-19 yang terjadi hanyalah nyeri atau kemerahan pada bagian atau bekas suntikan serta demam. Namun, orang yang demam pascadivaksin menandakan vaksin tersebut bekerja. Sehingga tidak perlu khawatir atau mencari pengobatan lain.

Saat vaksin disuntikkan, maka yang pertama tubuh akan mengenali terlebih dahulu. Kedua, tubuh akan melawan dengan memproduksi antibodi. Sebab itu, orang yang telah divaksinasi jika terpapar virus penyebab COVID-19, telah memiliki kekebalan.

Untuk mendapatkan kekebalan tersebut terdapat dua cara. Pertama, orang yang terpapar COVID-19 kemudian sembuh atau disebut penyintas akan memiliki kekebalan terhadap virus. Yang kedua adalah vaksinasi.

Rencananya, penyuntikan vaksin Sinovac buatan China tersebut akan dilakukan dua kali dengan jarak waktu 14 hari. Hal itu bertujuan agar proteksi atau perlindungan lebih optimal. Penyuntikan dua kali dilakukan berdasarkan hasil penelitian atau uji klinis sebelumnya. “Jadi intinya dua kali suntik dalam jeda dua minggu untuk memastikan kekebalan optimal,” pungkasnya. (fin)

Tags :
Kategori :

Terkait